Bogor, Jurnal Bogor
Kebiasaan minum teh poci sangat popular di daerah Jawa Tengah, khususnya di daerah Banyumasan. Sebagai seorang yang pernah tinggal hampir lima tahun di Yogyakarta dan penggemar berat teh, saya pun sangat menyukai minum teh poci ketika masih tinggal di daerah istimewa itu, karena sajian khas itu pun banyak juga ditemui di Yogyakarta dan sekitarnya.
Teh poci yang saya kenal ketika itu, memiliki semboyan nasgitel yang merupakan singkatan dari panas, sepet, legi, dan kentel. Meski menikmati teh poci mirip-mirip dengan menikmati teh layaknya di Jepang dan di Inggris, tidak ada jam atau waktu yang tepat untuk menikmati teh poci. Karena teh poci dapat dinikmati kapan saja, entah itu pagi hari, siang hari, sore hari, maupun malam hari.
Namun, sensasi luar biasa yang tidak bisa diucapkan dengan kata-kata dalam menikmati teh poci pada waktu itu adalah suasana senja hari nan cerah berlembayung merah, sambil memandang riak permukaan padi menguning di hamparan sawah yang luas hingga ke kaki Gunung Sumbing.
Sensasi yang pernah saya alami itu merupakan buah pengalaman saya ketika menikmati sajian teh poci di sebuah rumah makan tradisional di daerah Secang Magelang, Jawa Tengah. Apalagi pada waktu itu, teh poci disuguhkan dengan beberapa potong gorengan pisang, tahu, dan tentu saja, mendoan yang tak henti-hentinya saya kudap sambil menunggu waktu shalat maghrib tiba.
Orang yang baru menggunakan teh poci, sering tidak tahu tip n trick agar teh terasa nikmat. Untuk minum teh dengan poci tanah ada tatacaranya, yakni jika poci tanah masih baru harus direbus terlebih dulu dengan air teh selama beberapa hari, atau isi poci dengan teh dan air mendidih, serta dibiarkan seharian. Keesokan harinya diganti lagi dengan yang baru sampai bau tanahnya hilang.
Satu tip n trick lain, yakni pemanis atau gula yang digunakan. Teh poci lebih nikmat memakai gula batu, karena bila menggunakan gula pasir, akan cepat cair dan rasa manisnya tidak awet.
Bila memakai gula pasir, tuangan teh pertama akan membuat gula pasir langsung melebur dengan teh, sehingga bila secangkir teh telah habis, tuangan selanjutnya harus memasukkan kembali gula pasir. Tentu saja hal itu merupakan pemborosan, apalagi sekarang ini gula pasir sudah semakin mahal harganya.
Satu lagi, bila memakai poci tanah jangan sekali-sekali berganti-ganti merk teh, jadi harus setia dengan satu merk. Karena ini akan mempengaruhi rasa tehnya. Sangat disarankan memilih teh yang diproduksi dari Jawa Tengah seperti teh Slawi. Namun, bila tidak pun, silakan memilih teh sesuai selera, asalkan tidak mengganti merk dan citarasanya.
Satu tempat kuliner di Kota Bogor yang menyediakan teh poci sebagai menunya dapat dijumpai di Bale Jajan Bang Ocang di Jl. Bangbarung Raya Bogor. Sebagai rumah makan yang awalnya mengusung menu Sunda dan Jawa, tempat itu masih menyediakan teh poci yang citarasanya cukup luar biasa.
Tempat lain yang pernah saya tahu menyediakan menu teh poci, adalah tempat peristirahatan Setopan Sentul di Jalan Tol Jagorawi. Menikmati teh poci di senja hari sambil memandang arus lalulintas memang sangat menyuguhkan sensasi tersendiri. Meski sensasi yang hadir sangat metropolis, namun teh pocinya sendiri cukup bercitarasa sensasional.
Rudi D. Sukmana
Selasa, 08 Juli 2008
Ngadu Rasa Juice di Raos Kabita
Tiis Mana Arab Jeung Mesir?
Bogor, Jurnal Bogor
Siapa yang tidak kenal juice? Minuman khas berbahan utama buah-buahan segar itu sudah menjadi minuman wajib yang disediakan hampir sebagian besar tempat makan. Tak terkecuali Rumah Makan Raos Kabita. Di rumah makan itu, juice disajikan dengan nama-nama yang cukup menggelitik, seperti Juice Arab dan Juice Mesir yang merupakan singkatan dari apel rasberry untuk arab dan melon sirsak untuk mesir.
Rumah Makan Raos Kabita adalah rumah makan yang mengusung sajian masakan khas Sunda. Resmi beroperasional sejak Desember 2007 lalu, rumah makan yang didisain dominan bernuansa bambu itu memiliki menu-menu spesial yang cukup banyak jumlahnya.
Menurut Dedi Hernawan, pengelola Raos Kabita, Raos Kabita dibuka setiap hari mulai jam 9.30 sampai jam 22.00, dengan menyediakan lebih dari seratus menu makanan dan minuman setiap harinya. “Menu termurah mulai dengan harga Rp 2.000 sampai menu seharga Rp 50.000,” jelasnya.
Dikatakan Dedi, area rumah makan seluas 3.000 meter persegi ditambah luas area parkir mencapai 1.000 meter persegi menjadikan rumah makan itu siap menjamu lebih dari 1.000 tamu setiap harinya. Setiap harinya, resto itu sibuk melayani pesanan katering dari berbagai perusahaan di Kota Bogor.
Resto itu pun menyediakan fasilitas untuk pesta pernikahan, acara ulang tahun, gathering perusahaan, dan arisan. “Kami juga menyediakan jasa wedding organizer, dengan paket yang free charge untuk gedung dan rias pelaminan,” jelasnya. Bahkan Raos Kabita juga memiliki ruang karaoke dan ruang rapat.
Menu unggulan rumah makan itu, lanjut Dedi, adalah masakan gurame, seperti Gurame Saus Mangga dan Gurame Cabai Hijau ala Raos Kabita. “Selain itu, banyak tamu yang sangat menyukai citarasa Ayam Goreng Lengkuas, Kangkung Hotplate, dan Nasi Tutug Oncom Spesial,” paparnya.
Sedangkan menu minuman favorit pengunjung, imbuh Dedi, adalah Juice Pelangi dan Es Goyobod. “Juice Pelangi merupakan paduan dari tiga buah, yaitu jambu, mangga, dan alpukat. Sedangkan Es Goyobod merupakan es khas Jawa Barat mirip es campur, tetapi dengan campuran hun kue dan tapioka,” paparnya.
Kali ini, petualang rasa jati berniat untuk ‘mengadu’ kesegaran Juice Mesir dan Juice Arab, menu minuman yang ada di Rumah Makan Raos Kabita Jl. Raya Pajajaran Bogor. Walaupun bukan menu minuman andalan dari rumah makan itu, rasanya dua ‘timur tengah’ itu pantas diadu kesegarannya.
Setelah kedua menu itu tersaji di hadapan, pertama adalah adu tampilan. Menu minuman itu memiliki tampilan yang berbeda warna. Juice Arab tampilannya penuh dengan nuansa merah, sedangkan Juice Mesir tampilannya penuh dengan nuansa warna hijau. Dari warnanya, kesan yang ditampilkan memang sangat bertolak belakang.
Juice Arab dengan warna merahnya terlihat sangat genit menawarkan kesegaran bagi yang menyeruputnya, sedangkan Juice Mesir dengan warna hijaunya tampak malu-malu menyuguhkan kesejukan bagi yang mereguknya. Sisi atraktif tampilan, menurut saya dimenangkan oleh Juice Arab dengan kegenitannya.
Saatnya uji rasa. Urutan pertama saya raih Juice Arab sebagai menu yang memenangkan tahap pertama yakni adu penampilan. Sesaat setelah sedotan pertama, citarasa Juice Arab yang hadir ternyata cukup luar biasa. Rasa asam apel dan manis rasberry berpadu dengan pas tanpa harus membuat mata ini merem melek, seperti biasanya bila merasakan asam di lidah. Antara kedua buah tersebut pun tidak saling egois dalam menimbulkan kesan rasa.
Setelah dua tiga kali sedotan, Juice Mesir pun tiba untuk dicoba citarasanya. Sedotan pertama, rasa melon cukup kuat hadir di relung rasa. Sedotan kedua, giliran rasa sirsak yang tampil ke depan. Akhirnya seusai sedotan ketiga, kedua rasa buah itu pun hadir bersamaan, menyuguhkan satu rasa baru yang sangat unik.
Menurut saya, dalam adu rasa itu, Juice Mesir mampu memenangkan poin lebih banyak dibandingkan Juice Arab. Sayangnya, Juice Mesir disajikan dengan menggunakan susu kental manis coklat, seolah tak percaya diri dengan citarasa yang diusungnya. Hal itu membuat poin Juice Mesir berkurang, meski masih mengungguli poin Juice Arab.
Alhasil, adu rasa Juice Arab dan Juice Mesir pun menghasilkan nilai seri alias tidak ada yang kalah dan tidak ada yang menang hingga tahap kedua itu. Tahap pertama dimenangkan ‘arab’ dan tahap kedua dimenangkan ‘mesir’. Tibalah penentuannya, yakni tahap ketiga. Untuk tahap ketiga ini, penentuan siapa yang lebih mampu membawakan rasa segar dan sejuk, silakan mencoba sendiri ke Rumah Makan Raos Kabita.
Rudi D. Sukmana
Bogor, Jurnal Bogor
Siapa yang tidak kenal juice? Minuman khas berbahan utama buah-buahan segar itu sudah menjadi minuman wajib yang disediakan hampir sebagian besar tempat makan. Tak terkecuali Rumah Makan Raos Kabita. Di rumah makan itu, juice disajikan dengan nama-nama yang cukup menggelitik, seperti Juice Arab dan Juice Mesir yang merupakan singkatan dari apel rasberry untuk arab dan melon sirsak untuk mesir.
Rumah Makan Raos Kabita adalah rumah makan yang mengusung sajian masakan khas Sunda. Resmi beroperasional sejak Desember 2007 lalu, rumah makan yang didisain dominan bernuansa bambu itu memiliki menu-menu spesial yang cukup banyak jumlahnya.
Menurut Dedi Hernawan, pengelola Raos Kabita, Raos Kabita dibuka setiap hari mulai jam 9.30 sampai jam 22.00, dengan menyediakan lebih dari seratus menu makanan dan minuman setiap harinya. “Menu termurah mulai dengan harga Rp 2.000 sampai menu seharga Rp 50.000,” jelasnya.
Dikatakan Dedi, area rumah makan seluas 3.000 meter persegi ditambah luas area parkir mencapai 1.000 meter persegi menjadikan rumah makan itu siap menjamu lebih dari 1.000 tamu setiap harinya. Setiap harinya, resto itu sibuk melayani pesanan katering dari berbagai perusahaan di Kota Bogor.
Resto itu pun menyediakan fasilitas untuk pesta pernikahan, acara ulang tahun, gathering perusahaan, dan arisan. “Kami juga menyediakan jasa wedding organizer, dengan paket yang free charge untuk gedung dan rias pelaminan,” jelasnya. Bahkan Raos Kabita juga memiliki ruang karaoke dan ruang rapat.
Menu unggulan rumah makan itu, lanjut Dedi, adalah masakan gurame, seperti Gurame Saus Mangga dan Gurame Cabai Hijau ala Raos Kabita. “Selain itu, banyak tamu yang sangat menyukai citarasa Ayam Goreng Lengkuas, Kangkung Hotplate, dan Nasi Tutug Oncom Spesial,” paparnya.
Sedangkan menu minuman favorit pengunjung, imbuh Dedi, adalah Juice Pelangi dan Es Goyobod. “Juice Pelangi merupakan paduan dari tiga buah, yaitu jambu, mangga, dan alpukat. Sedangkan Es Goyobod merupakan es khas Jawa Barat mirip es campur, tetapi dengan campuran hun kue dan tapioka,” paparnya.
Kali ini, petualang rasa jati berniat untuk ‘mengadu’ kesegaran Juice Mesir dan Juice Arab, menu minuman yang ada di Rumah Makan Raos Kabita Jl. Raya Pajajaran Bogor. Walaupun bukan menu minuman andalan dari rumah makan itu, rasanya dua ‘timur tengah’ itu pantas diadu kesegarannya.
Setelah kedua menu itu tersaji di hadapan, pertama adalah adu tampilan. Menu minuman itu memiliki tampilan yang berbeda warna. Juice Arab tampilannya penuh dengan nuansa merah, sedangkan Juice Mesir tampilannya penuh dengan nuansa warna hijau. Dari warnanya, kesan yang ditampilkan memang sangat bertolak belakang.
Juice Arab dengan warna merahnya terlihat sangat genit menawarkan kesegaran bagi yang menyeruputnya, sedangkan Juice Mesir dengan warna hijaunya tampak malu-malu menyuguhkan kesejukan bagi yang mereguknya. Sisi atraktif tampilan, menurut saya dimenangkan oleh Juice Arab dengan kegenitannya.
Saatnya uji rasa. Urutan pertama saya raih Juice Arab sebagai menu yang memenangkan tahap pertama yakni adu penampilan. Sesaat setelah sedotan pertama, citarasa Juice Arab yang hadir ternyata cukup luar biasa. Rasa asam apel dan manis rasberry berpadu dengan pas tanpa harus membuat mata ini merem melek, seperti biasanya bila merasakan asam di lidah. Antara kedua buah tersebut pun tidak saling egois dalam menimbulkan kesan rasa.
Setelah dua tiga kali sedotan, Juice Mesir pun tiba untuk dicoba citarasanya. Sedotan pertama, rasa melon cukup kuat hadir di relung rasa. Sedotan kedua, giliran rasa sirsak yang tampil ke depan. Akhirnya seusai sedotan ketiga, kedua rasa buah itu pun hadir bersamaan, menyuguhkan satu rasa baru yang sangat unik.
Menurut saya, dalam adu rasa itu, Juice Mesir mampu memenangkan poin lebih banyak dibandingkan Juice Arab. Sayangnya, Juice Mesir disajikan dengan menggunakan susu kental manis coklat, seolah tak percaya diri dengan citarasa yang diusungnya. Hal itu membuat poin Juice Mesir berkurang, meski masih mengungguli poin Juice Arab.
Alhasil, adu rasa Juice Arab dan Juice Mesir pun menghasilkan nilai seri alias tidak ada yang kalah dan tidak ada yang menang hingga tahap kedua itu. Tahap pertama dimenangkan ‘arab’ dan tahap kedua dimenangkan ‘mesir’. Tibalah penentuannya, yakni tahap ketiga. Untuk tahap ketiga ini, penentuan siapa yang lebih mampu membawakan rasa segar dan sejuk, silakan mencoba sendiri ke Rumah Makan Raos Kabita.
Rudi D. Sukmana
Bale Jajan Bang Ocang
Sensasi Ekstrim Pancake Ice Cream
Bogor, Jurnal Bogor
Meski langit berawan, Kota Bogor tercinta penuh bermandikan cahaya matahari yang sangat terik. Dan lagi-lagi, hareudangna suhu membuat leher ini kerontang bagai mencekik urat-urat leher menuntut disiram dengan satu kesejukan.
Kebetulan petualang rasa jati kembali melewati Jl. Raya Bangbarung, sehingga tuntutan kondisi leher ini membuat saya membelokkan arah ke satu tempat kuliner yang memiliki nama cukup unik, yaitu Bale Jajan Bang Ocang. Tempat makan yang berlokasi di Jl. H. Achmad Sobana No.23 Indraprasta II Bogor itu, mudah dikenali karena memasang patung si Cepot di depan pintu masuknya.
Suasana di dalam tempat makan Bale Jajan Bang Ocang cukup nyaman, kental dengan nuansa minimalis. Beberapa barang gerabah asli Yogyakarta terpajang rapi di atas sebuah meja kayu panjang. Di dinding, beberapa lukisan terpasang dengan bandrol di salahsatu sudut framenya, menandakan lukisan itu dijual.
Menurut Benjamin Harijanto, pemilik Bale Jajan Bang Ocang, tempat makan yang dikelolanya itu sudah dibuka sejak Juni 2007. “Namun karena masih banyak perubahan dan penambahan di sana-sini. Terakhir, Januari lalu kami hadir dengan konsep baru kami,” ungkap Ben, sapaan akrab Benjamin Harijanto.
Dikatakan Ben, sebagai tempat untuk menikmati hidangan, Bale Jajan Bang Ocang juga menawarkan fasilitas free karaoke, free movie yang mengakses Indovision, dan live music di setiap akhir minggu. “Kami juga telah menambah fasilitas internet wireless hotspot dalam sejak Maret lalu,” jelasnya.
Resto kafe yang terdiri dari dua lantai itu, dikatakan Ben, memiliki kapasitas 80 tempat duduk. “Bang Ocang sudah beberapa kali dijadikan tempat meeting dan arisan. Beberapa waktu lalu, lebih dari seratus orang hadir pada acara gathering sebuah perusahaan,” paparnya seraya menambahkan, hal itu sesuai dengan strategi manajemen yang membidik segmen keluarga dan karyawan.
Dengan konsep semi kafe, lanjut Ben, para pengunjung bisa berleha-leha melepas lelah di tempatnya. “Fasilitas-fasilitas yang kami sediakan memang sengaja disajikan untuk para tamu sehingga tamu yang datang memiliki pengalaman lain daripada tempat yang biasa,” tuturnya.
Menu yang disediakan Bale Jajan Bang Ocang lebih dari 100 jenis masakan dan minuman. Menurut Ben, pada awalnya tempatnya hanya menyediakan menu masakan tradisional khas Sunda dan Jawa. Namun seiring dengan permintaan pasar, akhirnya beragam menu pun turut disediakan, seperti masakan oriental dan masakan Itali. “Yang jelas, tetap dengan citarasa yang sesuai dengan lidah orang Indonesia,” tukasnya.
Meski menu favorit pengunjung cukup banyak, Bale Jajan Bang Ocang mengandalkan Nasi Bakar Empal dan Nasi Goreng Bang Ocang. “Makaroni Kroket pun menjadi menu andalan kami, karena banyak dipesan pengunjung tempat kami,” ungkap Ben.
Harga menu makanan dan minuman sendiri, dikatakan Ben, tidak lebih mahal dari Rp. 20.000. “Menu termahal saat ini justru menu yang menjadi favorit pengunjung, yaitu Nasi Bakar Empal dan Nasi Goreng Bang Ocang,” paparnya. Sedangkan untuk menu minuman termahal, lanjut Ben, adalah cappuccino shake dan cappuccino float seharga Rp. 17.000.
Tertarik dengan salah satu citarasa menu yang ditawarkan, akhirnya Pancake Ice Cream seharga Rp 15.000 pun tersaji di atas meja. Tampilan sajian menu itu sendiri sangat menarik selera. Menurut Awan Pramudiaman, Chef Bale Jajan Bang Ocang, meski menu-menu itu banyak ditemukan di tempat makan lain, soal rasa sangat berbeda, karena telah diracik lagi secara khusus oleh krew Bang Ocang.
Baik, saatnya icip-icip. Pancake Ice Cream yang disajikan memiliki rasa ice cream yang sangat kuat. Memang demikianlah sifat ice cream, selalu tampil di depan bila dipadu dengan sebuah menu baik makanan maupun minuman. Rasa pancakenya sendiri menjadi bias dengan citarasa ice cream.
Meski demikian, ketika kue pancake disantap tanpa ice cream, ternyata memiliki rasa yang cukup luar biasa. Kelembutan pancakenya sangat terasa dalam setiap kunyahan. Rasa manis pancakenya pun dibuat sangat pas. Sayang juga bila dipadu dengan citarasa ice cream yang memang egois. Namun, menu itu yang memang saya pesan karena hari begitu panas.
Secara keseluruhan, kelezatan Pancake Ice Cream ala Bale Jajan Bang Ocang sangat sarat dengan rasa manis. Selain pancake yang bercitarasa manis dan tiga bola ice cream sebagai topingnya, masih ditambah pula dengan simple syrup dan susu kental manis coklat. Ajib siah.
Menikmati menu yang disediakan Bale Jajan Bang Ocang, memang sangat layak direkomendasikan sebagai salah satu tempat bersantap yang bersuasana nyaman. Sensasi citarasa manis Pancake Ice Cream yang disuguhkan sangatlah ekstrim. Meuni semelehoy.
Rudi D. Sukmana
Bogor, Jurnal Bogor
Meski langit berawan, Kota Bogor tercinta penuh bermandikan cahaya matahari yang sangat terik. Dan lagi-lagi, hareudangna suhu membuat leher ini kerontang bagai mencekik urat-urat leher menuntut disiram dengan satu kesejukan.
Kebetulan petualang rasa jati kembali melewati Jl. Raya Bangbarung, sehingga tuntutan kondisi leher ini membuat saya membelokkan arah ke satu tempat kuliner yang memiliki nama cukup unik, yaitu Bale Jajan Bang Ocang. Tempat makan yang berlokasi di Jl. H. Achmad Sobana No.23 Indraprasta II Bogor itu, mudah dikenali karena memasang patung si Cepot di depan pintu masuknya.
Suasana di dalam tempat makan Bale Jajan Bang Ocang cukup nyaman, kental dengan nuansa minimalis. Beberapa barang gerabah asli Yogyakarta terpajang rapi di atas sebuah meja kayu panjang. Di dinding, beberapa lukisan terpasang dengan bandrol di salahsatu sudut framenya, menandakan lukisan itu dijual.
Menurut Benjamin Harijanto, pemilik Bale Jajan Bang Ocang, tempat makan yang dikelolanya itu sudah dibuka sejak Juni 2007. “Namun karena masih banyak perubahan dan penambahan di sana-sini. Terakhir, Januari lalu kami hadir dengan konsep baru kami,” ungkap Ben, sapaan akrab Benjamin Harijanto.
Dikatakan Ben, sebagai tempat untuk menikmati hidangan, Bale Jajan Bang Ocang juga menawarkan fasilitas free karaoke, free movie yang mengakses Indovision, dan live music di setiap akhir minggu. “Kami juga telah menambah fasilitas internet wireless hotspot dalam sejak Maret lalu,” jelasnya.
Resto kafe yang terdiri dari dua lantai itu, dikatakan Ben, memiliki kapasitas 80 tempat duduk. “Bang Ocang sudah beberapa kali dijadikan tempat meeting dan arisan. Beberapa waktu lalu, lebih dari seratus orang hadir pada acara gathering sebuah perusahaan,” paparnya seraya menambahkan, hal itu sesuai dengan strategi manajemen yang membidik segmen keluarga dan karyawan.
Dengan konsep semi kafe, lanjut Ben, para pengunjung bisa berleha-leha melepas lelah di tempatnya. “Fasilitas-fasilitas yang kami sediakan memang sengaja disajikan untuk para tamu sehingga tamu yang datang memiliki pengalaman lain daripada tempat yang biasa,” tuturnya.
Menu yang disediakan Bale Jajan Bang Ocang lebih dari 100 jenis masakan dan minuman. Menurut Ben, pada awalnya tempatnya hanya menyediakan menu masakan tradisional khas Sunda dan Jawa. Namun seiring dengan permintaan pasar, akhirnya beragam menu pun turut disediakan, seperti masakan oriental dan masakan Itali. “Yang jelas, tetap dengan citarasa yang sesuai dengan lidah orang Indonesia,” tukasnya.
Meski menu favorit pengunjung cukup banyak, Bale Jajan Bang Ocang mengandalkan Nasi Bakar Empal dan Nasi Goreng Bang Ocang. “Makaroni Kroket pun menjadi menu andalan kami, karena banyak dipesan pengunjung tempat kami,” ungkap Ben.
Harga menu makanan dan minuman sendiri, dikatakan Ben, tidak lebih mahal dari Rp. 20.000. “Menu termahal saat ini justru menu yang menjadi favorit pengunjung, yaitu Nasi Bakar Empal dan Nasi Goreng Bang Ocang,” paparnya. Sedangkan untuk menu minuman termahal, lanjut Ben, adalah cappuccino shake dan cappuccino float seharga Rp. 17.000.
Tertarik dengan salah satu citarasa menu yang ditawarkan, akhirnya Pancake Ice Cream seharga Rp 15.000 pun tersaji di atas meja. Tampilan sajian menu itu sendiri sangat menarik selera. Menurut Awan Pramudiaman, Chef Bale Jajan Bang Ocang, meski menu-menu itu banyak ditemukan di tempat makan lain, soal rasa sangat berbeda, karena telah diracik lagi secara khusus oleh krew Bang Ocang.
Baik, saatnya icip-icip. Pancake Ice Cream yang disajikan memiliki rasa ice cream yang sangat kuat. Memang demikianlah sifat ice cream, selalu tampil di depan bila dipadu dengan sebuah menu baik makanan maupun minuman. Rasa pancakenya sendiri menjadi bias dengan citarasa ice cream.
Meski demikian, ketika kue pancake disantap tanpa ice cream, ternyata memiliki rasa yang cukup luar biasa. Kelembutan pancakenya sangat terasa dalam setiap kunyahan. Rasa manis pancakenya pun dibuat sangat pas. Sayang juga bila dipadu dengan citarasa ice cream yang memang egois. Namun, menu itu yang memang saya pesan karena hari begitu panas.
Secara keseluruhan, kelezatan Pancake Ice Cream ala Bale Jajan Bang Ocang sangat sarat dengan rasa manis. Selain pancake yang bercitarasa manis dan tiga bola ice cream sebagai topingnya, masih ditambah pula dengan simple syrup dan susu kental manis coklat. Ajib siah.
Menikmati menu yang disediakan Bale Jajan Bang Ocang, memang sangat layak direkomendasikan sebagai salah satu tempat bersantap yang bersuasana nyaman. Sensasi citarasa manis Pancake Ice Cream yang disuguhkan sangatlah ekstrim. Meuni semelehoy.
Rudi D. Sukmana
Fresco Handmade Potato Donuts
Donat Kentang yang Bikin Kenyang
Bogor, Jurnal Bogor
Mengunjungi Bogor Trade Mall (BTM) siang itu, saya pun sengaja menyambangi kembali Bogor Food Center, food court BTM yang terletak di lantai tiga plaza yang megah itu. Area makan yang menyajikan beragam menu makanan itu, kadang memang membuat diri ini bingung hendak memesan menu apa.
Melangkahkan kaki mengitari stand-stand yang berjejer di area food court BTM, sambil memilah dan memilih menu yang akan dipesan, akhirnya pilihan jatuh pada satu stand kecil yang menyediakan menu donat di dekat eskalator. Nama stand penyedia donat berbahan baku kentang itu adalah Fresco. Mm.. boleh juga untuk dijajal sampai di mana citarasa yang disuguhkan.
Saya pun segera memesan dua buah donat yang satu buahnya dihargai Rp 1.500. Meski bagi saya donat merupakan menu yang lumrah, karena iming-iming berbahan baku dari kentang, citarasanya patut dicoba. Penjaga stand, Yati dan Tarsih dengan sigap meracik donat yang sudah matang dengan tepung gula halus, sehingga sekujur tubuh donat yang tengahnya bolong itu menjadi berbalur tepung gula halus.
Hanya sedikit keterangan yang saya dapatkan dari Yati dan Tarsih. Diantaranya, Fresco dimiliki oleh seorang pengusaha kuliner asal Jakarta bernama Hian Heng dan menempati salahsatu stand di Bogor Food Center BTM sejak Juni 2007. Meski demikian, bagi saya sudah cukup, karena citarasa donatnya yang patut diujicoba, layakkah menjadi satu ikon kuliner baru di Kota Bogor.
Ukuran donat Fresco sendiri tidak terlalu besar. Diameternya mencapai 12 centimeter dengan diameter bolongnya sekitar 5 centimeter. Sayangnya, donat yang saya pesan itu tidak dalam keadaan masih bersuhu panas atau hangat. Mungkin, seandainya saya mendapatkan donat yang masih hangat, citarasanya mampu lebih terangkat, karena aroma yang keluar merupakan salahsatu faktor pembangkit selera tersendiri.
Waktunya untuk tes citarasa. Satu buah donat pun saya raih dan langsung digigit. Donatnya cukup lembut, dan teksturnya pun cukup padat. Sambil mengunyah, saya mencari-cari kejutan crispy karena sepanjang yang saya tahu, donat dengan bahan dasar kentang mampu menghadirkan citarasa crispy dalam kunyahannya.
Yang istimewa, citarasa donatnya sangat plain. Donat ala Fresco mungkin memang sengaja dibuat plain dengan citarasa manis yang sangat jauh, supaya rasa tepung gula halusnya dapat terangkat dalam relung rasa. Hal itu yang membuat paduan citarasa donat Fresco ini cukup istimewa. Satu lagi trik yang cukup kreatif, karena donat yang terlalu manis akan membuat rasa menjadi giyung dan bertabrakan dengan rasa manis pembalurnya.
Tak ayal, satu buah donat pun saya lahap habis. Butir-butir halus tepung gula tersisa di sekeliling mulut, lekat mengikuti gerakan kunyahan mulut ini. Selesai kunyahan terakhir, lidah pun secara otomatis mengelap sekeliling bibir, berusaha mengajak serta butiran tepung gula yang tertinggal itu.
Meski disajikan dengan keadaan yang sudah tidak hangat lagi, donat Fresco masih layak dinikmati citarasanya. Salahsatu usaha yang terbaik untuk menikmati donat yang dalam keadaan tak hangat lagi itu adalah dengan memesan segelas kopi hitam panas.
Tentu saja, dengan tatacara tradisional yang sering saya lakukan, yakni mencelupkan sebagian donat ke dalam kopi yang masih mengepul, lalu menyantapnya. Ritual lama itu nyatanya mampu membuat donat Fresco menjadi santapan kuliner yang luar biasa.
Donat Fresco meski belum cukup layak untuk menjadi ikon baru kuliner Kota Bogor namun mantap untuk direkomendasi sebagai jenis menu yang mampu menghadirkan kenikmatan tersendiri asalkan tahu bagaimana cara menikmatinya. Masih banyak cara lain yang bisa dilakukan untuk menikmati kue yang tidak pernah ada tengahnya itu, sehingga kelezatannya mampu terangkat keluar.
Rudi D. Sukmana
Bogor, Jurnal Bogor
Mengunjungi Bogor Trade Mall (BTM) siang itu, saya pun sengaja menyambangi kembali Bogor Food Center, food court BTM yang terletak di lantai tiga plaza yang megah itu. Area makan yang menyajikan beragam menu makanan itu, kadang memang membuat diri ini bingung hendak memesan menu apa.
Melangkahkan kaki mengitari stand-stand yang berjejer di area food court BTM, sambil memilah dan memilih menu yang akan dipesan, akhirnya pilihan jatuh pada satu stand kecil yang menyediakan menu donat di dekat eskalator. Nama stand penyedia donat berbahan baku kentang itu adalah Fresco. Mm.. boleh juga untuk dijajal sampai di mana citarasa yang disuguhkan.
Saya pun segera memesan dua buah donat yang satu buahnya dihargai Rp 1.500. Meski bagi saya donat merupakan menu yang lumrah, karena iming-iming berbahan baku dari kentang, citarasanya patut dicoba. Penjaga stand, Yati dan Tarsih dengan sigap meracik donat yang sudah matang dengan tepung gula halus, sehingga sekujur tubuh donat yang tengahnya bolong itu menjadi berbalur tepung gula halus.
Hanya sedikit keterangan yang saya dapatkan dari Yati dan Tarsih. Diantaranya, Fresco dimiliki oleh seorang pengusaha kuliner asal Jakarta bernama Hian Heng dan menempati salahsatu stand di Bogor Food Center BTM sejak Juni 2007. Meski demikian, bagi saya sudah cukup, karena citarasa donatnya yang patut diujicoba, layakkah menjadi satu ikon kuliner baru di Kota Bogor.
Ukuran donat Fresco sendiri tidak terlalu besar. Diameternya mencapai 12 centimeter dengan diameter bolongnya sekitar 5 centimeter. Sayangnya, donat yang saya pesan itu tidak dalam keadaan masih bersuhu panas atau hangat. Mungkin, seandainya saya mendapatkan donat yang masih hangat, citarasanya mampu lebih terangkat, karena aroma yang keluar merupakan salahsatu faktor pembangkit selera tersendiri.
Waktunya untuk tes citarasa. Satu buah donat pun saya raih dan langsung digigit. Donatnya cukup lembut, dan teksturnya pun cukup padat. Sambil mengunyah, saya mencari-cari kejutan crispy karena sepanjang yang saya tahu, donat dengan bahan dasar kentang mampu menghadirkan citarasa crispy dalam kunyahannya.
Yang istimewa, citarasa donatnya sangat plain. Donat ala Fresco mungkin memang sengaja dibuat plain dengan citarasa manis yang sangat jauh, supaya rasa tepung gula halusnya dapat terangkat dalam relung rasa. Hal itu yang membuat paduan citarasa donat Fresco ini cukup istimewa. Satu lagi trik yang cukup kreatif, karena donat yang terlalu manis akan membuat rasa menjadi giyung dan bertabrakan dengan rasa manis pembalurnya.
Tak ayal, satu buah donat pun saya lahap habis. Butir-butir halus tepung gula tersisa di sekeliling mulut, lekat mengikuti gerakan kunyahan mulut ini. Selesai kunyahan terakhir, lidah pun secara otomatis mengelap sekeliling bibir, berusaha mengajak serta butiran tepung gula yang tertinggal itu.
Meski disajikan dengan keadaan yang sudah tidak hangat lagi, donat Fresco masih layak dinikmati citarasanya. Salahsatu usaha yang terbaik untuk menikmati donat yang dalam keadaan tak hangat lagi itu adalah dengan memesan segelas kopi hitam panas.
Tentu saja, dengan tatacara tradisional yang sering saya lakukan, yakni mencelupkan sebagian donat ke dalam kopi yang masih mengepul, lalu menyantapnya. Ritual lama itu nyatanya mampu membuat donat Fresco menjadi santapan kuliner yang luar biasa.
Donat Fresco meski belum cukup layak untuk menjadi ikon baru kuliner Kota Bogor namun mantap untuk direkomendasi sebagai jenis menu yang mampu menghadirkan kenikmatan tersendiri asalkan tahu bagaimana cara menikmatinya. Masih banyak cara lain yang bisa dilakukan untuk menikmati kue yang tidak pernah ada tengahnya itu, sehingga kelezatannya mampu terangkat keluar.
Rudi D. Sukmana
Ulang Tahun dengan Pancake Chicken Barbeque
Bogor | Jurnal Bogor
Bagi yang berulangtahun, tak perlu bingung mencari tempat untuk merayakan hari istimewanya, karena kini telah hadir Pantasteiik, satu tempat kuliner yang sangat representatif bersuasana cozy dengan citarasa menu yang istimewa.
Restoran yang berlokasi di Perum Bogor Baru, Blok F5 No. 9, Bogor itu mengusung menu-menu yang sesuai dengan namanya yang merupakan singkatan dari Pancake, Pasta, dan Steik, yang tentunya meski merupakan menu ala western, tetapi sangat cocok dengan lidah orang Indonesia.
Belum lama ini, tepatnya pada 6 Mei 2008 lalu, salah satu personil Tim Petualang Kuliner, Nasia Freemeta Iskandar merayakan Ulang Tahunnya yang ke-21. Perayaan tersebut diadakan dengan sangat sederhana, namun makanan yang disajikan sangat istimewa, yakni Pancake Chicken Barbeque dari Pantasteiik Restaurant.
Unik memang, pancake yang sering dinikmati sebagai dessert atau makanan penutup, kali ini disajikan sebagai main course atau menu utama. Dari tampilannya, pancake yang satu ini memang berbeda dengan pancake pada umumnya. Selain topingnya yang menggunakan ayam, pancakenya pun lebih tebal, sehingga lebih mengenyangkan.
Saatnya pembuktian, pertama dipotong dulu pancakenya. Kelembutan yang tiada duanya, adonan pancake ini pun terasa tak begitu manis, sehingga menyatu dengan toping ayamnya. Dengan tiga lapis pancake tebal, dijamin enggak akan berani nambah.
Sekarang giliran ayamnya, sebab sedari tadi sudah mematuk selera makan. Wow, benar-benar citarasa istimewa. Potongan paha ayam dan salad nendang banget di lidah. Selain itu, becamel dan lelehan mozarela cheese pun kian memanjakan lidah ini.
Kurang lengkap jika tak bercerita sausnya, sebab campuran saus tomat dengan saus barbeque memang pas banget. Apalagi ditambah dengan bay leave, benar-benar sensasi rasa yang unik. Saus ala Pantasteiik ini patut diacungi dua jempol.
Karena penasaran, saya langsung menghubungi Manager Marketing Pantasteiik, Rizal. Dari ujung telepon Rizal mengatakan, salah satu kelebihan Pantasteiik ialah sentuhan modifikasi yang diberikan hampir ke seluruh menu yang ditawarkan.
”Salah satu modifikasi yang paling mutakhir ialah penyajian pancake sebagai main course. Selain ketebalannya, pancake di sini juga disajikan dua pilihan, yakni manis dan asin. Pancake Chicken Barbeque adalah salah satu andalan dari pancake yang disajikan asin,” ungkap Rizal kepada Jurnal Bogor, Kemarin.
Rizal menambahkan, bumbu yang digunakan pun sangat berbeda. ”Bumbu yang dipakai sebagian besar berbahan dari luar Indonesia. Diantaranya bumbu ala Arabian, Chinese Thailand, Korea dan Jepang. Akan tetapi kami sesuaikan dengan lidah Indonesia,” katanya.
Seusai berbincang-bincang dengan Rizal, saya pun kembali menghampiri yang sedang berulang tahun untuk memberikan selamat dan do’a. Semoga panjang umur, sehat selalu, murah rezeki, dan dikabulkan harapannya, serta senantiasa berada dalam lindunganNya. Amin.
Julvahmi
Bagi yang berulangtahun, tak perlu bingung mencari tempat untuk merayakan hari istimewanya, karena kini telah hadir Pantasteiik, satu tempat kuliner yang sangat representatif bersuasana cozy dengan citarasa menu yang istimewa.
Restoran yang berlokasi di Perum Bogor Baru, Blok F5 No. 9, Bogor itu mengusung menu-menu yang sesuai dengan namanya yang merupakan singkatan dari Pancake, Pasta, dan Steik, yang tentunya meski merupakan menu ala western, tetapi sangat cocok dengan lidah orang Indonesia.
Belum lama ini, tepatnya pada 6 Mei 2008 lalu, salah satu personil Tim Petualang Kuliner, Nasia Freemeta Iskandar merayakan Ulang Tahunnya yang ke-21. Perayaan tersebut diadakan dengan sangat sederhana, namun makanan yang disajikan sangat istimewa, yakni Pancake Chicken Barbeque dari Pantasteiik Restaurant.
Unik memang, pancake yang sering dinikmati sebagai dessert atau makanan penutup, kali ini disajikan sebagai main course atau menu utama. Dari tampilannya, pancake yang satu ini memang berbeda dengan pancake pada umumnya. Selain topingnya yang menggunakan ayam, pancakenya pun lebih tebal, sehingga lebih mengenyangkan.
Saatnya pembuktian, pertama dipotong dulu pancakenya. Kelembutan yang tiada duanya, adonan pancake ini pun terasa tak begitu manis, sehingga menyatu dengan toping ayamnya. Dengan tiga lapis pancake tebal, dijamin enggak akan berani nambah.
Sekarang giliran ayamnya, sebab sedari tadi sudah mematuk selera makan. Wow, benar-benar citarasa istimewa. Potongan paha ayam dan salad nendang banget di lidah. Selain itu, becamel dan lelehan mozarela cheese pun kian memanjakan lidah ini.
Kurang lengkap jika tak bercerita sausnya, sebab campuran saus tomat dengan saus barbeque memang pas banget. Apalagi ditambah dengan bay leave, benar-benar sensasi rasa yang unik. Saus ala Pantasteiik ini patut diacungi dua jempol.
Karena penasaran, saya langsung menghubungi Manager Marketing Pantasteiik, Rizal. Dari ujung telepon Rizal mengatakan, salah satu kelebihan Pantasteiik ialah sentuhan modifikasi yang diberikan hampir ke seluruh menu yang ditawarkan.
”Salah satu modifikasi yang paling mutakhir ialah penyajian pancake sebagai main course. Selain ketebalannya, pancake di sini juga disajikan dua pilihan, yakni manis dan asin. Pancake Chicken Barbeque adalah salah satu andalan dari pancake yang disajikan asin,” ungkap Rizal kepada Jurnal Bogor, Kemarin.
Rizal menambahkan, bumbu yang digunakan pun sangat berbeda. ”Bumbu yang dipakai sebagian besar berbahan dari luar Indonesia. Diantaranya bumbu ala Arabian, Chinese Thailand, Korea dan Jepang. Akan tetapi kami sesuaikan dengan lidah Indonesia,” katanya.
Seusai berbincang-bincang dengan Rizal, saya pun kembali menghampiri yang sedang berulang tahun untuk memberikan selamat dan do’a. Semoga panjang umur, sehat selalu, murah rezeki, dan dikabulkan harapannya, serta senantiasa berada dalam lindunganNya. Amin.
Julvahmi
Ayam Goreng Sambel Ijo Mahhoney
Gurau Rasa Sambal Hijau
Bogor, Jurnal Bogor
Seusai mengunjungi Botani Square siang itu, saya pun sengaja berjalan kaki menyusuri Jl. Malabar. Selain supaya kolesterol yang mulai menumpuk lagi di tubuh ini terbakar akibat tugas sebagai petualang rasa jati, sekaligus juga berharap adanya tempat makan yang mampu menyajikan citarasa kuliner sejati.
Melangkahkan kaki di bawah naungan rimbun dedaunan pohon besar yang masih banyak berjejer di Jl. Malabar itu sambil sesekali menghindar cahaya mentari siang bolong, mendadak mata ini melihat satu tempat kuliner yang cukup asri. Dari plang namanya, jelas terbaca Ayam Goreng Sambel Ijo Mahhoney. Mm.. boleh juga untuk dijajal sampai di mana citarasa yang disuguhkan.
Dengan ringan saya pun mengunjungi Mahhoney yang berlokasi di Jl. Malabar No.19 itu. Di depan rumah makan itu, tersedia etalase yang menyediakan ayam goreng ala Kentucky yang penuh berbalur tepung yang terlihat crispy. Namun, bagi saya menu itu sangat lumrah, karena banyak disediakan di tempat lain.
Di tempat itu, kasir Mahhoney, Ela tampak kebingungan dengan maksud kedatangan saya karena khawatir mendapat sanksi dari Asep, pemilik Mahhoney yang kebetulan tidak berada di tempat. Sungguh aneh, kenapa mesti takut? Akhirnya, saya pun merubah strategi, dengan mengatakan hanya sebagai pembeli.
Meski demikian, sekilas keterangan saya dapatkan dari Ela. Dikatakannya, Mahhoney dibuka setiap hari mulai pukul 9.00 hingga pukul 21.00. Rumah makan yang memiliki 8 karyawan itu juga menerima pesanan layanan antar dan lunch box.
Mahhoney memiliki luas area makan sekitar 20 meter persegi yang mampu memuat 12 meja, masing-masing terdiri dari dua kursi. Suasana yang ditampilkan cukup asri, karena selain banyak tanaman dalam pot yang diletakkan di tempat itu, ruang makannya memiliki posisi agak terbuka dengan jendela besar tanpa kaca yang membuat pertukaran udara bebas keluar masuk.
Menu yang disediakan Mahhoney tidak lebih dari 20 jenis makanan dan minuman. Menu andalannya, tentu saja Ayam Goreng Sambel Ijo yang dipatok dengan harga Rp 6.500. Selain itu, rumah makan ini juga menyediakan ayam goreng ala Kentucky dan beberapa jenis menu minuman, seperti juice alpukat, juice guava, dan beragam minuman botol.
Selang beberapa waktu, menu yang dipesan pun hadir di atas meja. Seporsi Ayam Goreng Sambel Ijo ditambah nasi putih dan segelas Juice Guava alias juice jambu biji tampil untuk siap disantap. Ternyata ayam gorengnya merupakan ayam goreng jenis tradisional bukan ayam goreng ala Kentucky.
Waktunya untuk menjajal. Nasi putih yang disuguhkan cukup pulen dan lembut, seperti nasi putih yang biasa disajikan di restoran-restoran fried chicken. Ayam gorengnya pun cukup istimewa, karena bumbu kuningnya meresap hingga ke dalam serat-serat daging ayamnya yang terasa lembut.
Yang istimewa, citarasa sambal hijaunya. Baru kali ini saya merasakan citarasa sambal hijau yang seperti itu. Menurut lidah ini, sambal hijau ala Mahhoney terbuat dari campuran cabai hijau dan sedikit cabai rawit yang dipadu dengan potongan terong hijau dan daun kemangi. Aroma kencur pun menembus hidung ini. Mm.. trik yang cukup cerdik, karena kencur memang salah satu bumbu dapur yang mampu membangkitkan selera makan.
Tak ayal, sesuap demi sesuap menu Ayam Goreng Sambel Ijo pun saya nikmati. Gurihnya ayam goreng yang dicocol sambal hijau unik itu menyatu dengan nasi putih di dalam mulut, menawarkan satu sensasi gurau rasa yang menyenangkan. Sungguh, kencur membuat diri ini ingin menyuap lagi dan lagi.
Sesaat setelah porsi Ayam Goreng Sambel Ijo ludes, Juice Guava seharga Rp 10.000 yang sedari tadi antri, maju ke depan mulut. Citarasa juice tersebut, menurut saya masih terlalu manis. Mungkin porsi simple syrupnya diberikan agak terlalu banyak. Namun, hal itu tak menghilangkan kenikmatan dalam menyeruput minuman dingin yang menyegarkan itu.
Mahhoney cukup layak untuk mendapatkan rekomendasi sebagai tempat makan yang mampu menyediakan menu bercitarasa unik dan khas. Tempatnya yang berdekatan dengan RS PMI dan kampus IPB, tentunya akan mampu menarik para mahasiswa, karyawan dan masyarakat umum untuk singgah ke Mahhoney dan mencicipi citarasa sambal hijau yang penuh gurau rasa itu.
Rudi D. Sukmana
Bogor, Jurnal Bogor
Seusai mengunjungi Botani Square siang itu, saya pun sengaja berjalan kaki menyusuri Jl. Malabar. Selain supaya kolesterol yang mulai menumpuk lagi di tubuh ini terbakar akibat tugas sebagai petualang rasa jati, sekaligus juga berharap adanya tempat makan yang mampu menyajikan citarasa kuliner sejati.
Melangkahkan kaki di bawah naungan rimbun dedaunan pohon besar yang masih banyak berjejer di Jl. Malabar itu sambil sesekali menghindar cahaya mentari siang bolong, mendadak mata ini melihat satu tempat kuliner yang cukup asri. Dari plang namanya, jelas terbaca Ayam Goreng Sambel Ijo Mahhoney. Mm.. boleh juga untuk dijajal sampai di mana citarasa yang disuguhkan.
Dengan ringan saya pun mengunjungi Mahhoney yang berlokasi di Jl. Malabar No.19 itu. Di depan rumah makan itu, tersedia etalase yang menyediakan ayam goreng ala Kentucky yang penuh berbalur tepung yang terlihat crispy. Namun, bagi saya menu itu sangat lumrah, karena banyak disediakan di tempat lain.
Di tempat itu, kasir Mahhoney, Ela tampak kebingungan dengan maksud kedatangan saya karena khawatir mendapat sanksi dari Asep, pemilik Mahhoney yang kebetulan tidak berada di tempat. Sungguh aneh, kenapa mesti takut? Akhirnya, saya pun merubah strategi, dengan mengatakan hanya sebagai pembeli.
Meski demikian, sekilas keterangan saya dapatkan dari Ela. Dikatakannya, Mahhoney dibuka setiap hari mulai pukul 9.00 hingga pukul 21.00. Rumah makan yang memiliki 8 karyawan itu juga menerima pesanan layanan antar dan lunch box.
Mahhoney memiliki luas area makan sekitar 20 meter persegi yang mampu memuat 12 meja, masing-masing terdiri dari dua kursi. Suasana yang ditampilkan cukup asri, karena selain banyak tanaman dalam pot yang diletakkan di tempat itu, ruang makannya memiliki posisi agak terbuka dengan jendela besar tanpa kaca yang membuat pertukaran udara bebas keluar masuk.
Menu yang disediakan Mahhoney tidak lebih dari 20 jenis makanan dan minuman. Menu andalannya, tentu saja Ayam Goreng Sambel Ijo yang dipatok dengan harga Rp 6.500. Selain itu, rumah makan ini juga menyediakan ayam goreng ala Kentucky dan beberapa jenis menu minuman, seperti juice alpukat, juice guava, dan beragam minuman botol.
Selang beberapa waktu, menu yang dipesan pun hadir di atas meja. Seporsi Ayam Goreng Sambel Ijo ditambah nasi putih dan segelas Juice Guava alias juice jambu biji tampil untuk siap disantap. Ternyata ayam gorengnya merupakan ayam goreng jenis tradisional bukan ayam goreng ala Kentucky.
Waktunya untuk menjajal. Nasi putih yang disuguhkan cukup pulen dan lembut, seperti nasi putih yang biasa disajikan di restoran-restoran fried chicken. Ayam gorengnya pun cukup istimewa, karena bumbu kuningnya meresap hingga ke dalam serat-serat daging ayamnya yang terasa lembut.
Yang istimewa, citarasa sambal hijaunya. Baru kali ini saya merasakan citarasa sambal hijau yang seperti itu. Menurut lidah ini, sambal hijau ala Mahhoney terbuat dari campuran cabai hijau dan sedikit cabai rawit yang dipadu dengan potongan terong hijau dan daun kemangi. Aroma kencur pun menembus hidung ini. Mm.. trik yang cukup cerdik, karena kencur memang salah satu bumbu dapur yang mampu membangkitkan selera makan.
Tak ayal, sesuap demi sesuap menu Ayam Goreng Sambel Ijo pun saya nikmati. Gurihnya ayam goreng yang dicocol sambal hijau unik itu menyatu dengan nasi putih di dalam mulut, menawarkan satu sensasi gurau rasa yang menyenangkan. Sungguh, kencur membuat diri ini ingin menyuap lagi dan lagi.
Sesaat setelah porsi Ayam Goreng Sambel Ijo ludes, Juice Guava seharga Rp 10.000 yang sedari tadi antri, maju ke depan mulut. Citarasa juice tersebut, menurut saya masih terlalu manis. Mungkin porsi simple syrupnya diberikan agak terlalu banyak. Namun, hal itu tak menghilangkan kenikmatan dalam menyeruput minuman dingin yang menyegarkan itu.
Mahhoney cukup layak untuk mendapatkan rekomendasi sebagai tempat makan yang mampu menyediakan menu bercitarasa unik dan khas. Tempatnya yang berdekatan dengan RS PMI dan kampus IPB, tentunya akan mampu menarik para mahasiswa, karyawan dan masyarakat umum untuk singgah ke Mahhoney dan mencicipi citarasa sambal hijau yang penuh gurau rasa itu.
Rudi D. Sukmana
Jesslyn K. Cakes & Cafe
Cappuccino Bun Tak Bikin Tambun
Bogor, Jurnal Bogor
Ketika menelusuri Bogor Trade Mall (BTM) siang itu, petualang rasa jati Jurnal Bogor pun berkesempatan menyambangi Jesslyn K. Cakes & Cafe yang berlokasi di salah satu sudut ground floor BTM. Ketika memasuki area displaynya, aroma kue-kue dan roti merebak dengan cepat menyelubungi indra penciuman ini, membuat suasana hati menjadi nyaman.
Di tempat itu, kasir Jesslyn K. Cakes & Cafe BTM, Dewi mengatakan, manager outlet sedang tidak hadir, sehingga hanya Cook Baker Widodo yang kompeten dan memiliki wewenang untuk menjawab pertanyaan seputar citarasa sajian dan program promosi Jesslyn K. Cakes & Cafe yang dipasang di depan pintu masuk gerai kafe itu.
Dikatakan Widodo, saat ini Jesslyn K. Cakes & Cafe BTM tengah mengadakan program promosi diskon 50 persen untuk pembayaran yang menggunakan kartu kredit Bank Mandiri. “Program promosi itu akan berlangsung hingga 30 Juni 2008 nanti,” ujar Widodo kepada Jurnal Bogor, kemarin.
Widodo juga mengatakan, Jesslyn K. Cakes & Cafe BTM merupakan gerai dari produsen kue yang didirikan 16 Agustus 2003 oleh Elsen Tan dan Ibu Aing. Keahlian mereka dalam bidang kuliner didapatkan dari pendidikan di Jepang dan Perancis selama delapan tahun. “Pada mulanya Jesslyn K. Cakes didirikan di Pantai Indah Kapuk sebagai training center. Setelah tiga bulan berjalan, outlet pertama pun dibuka di Lippo Karawaci pada November 2003,” terangnya.
Jesslyn K. Cakes & Cafe BTM, lanjut Widodo, memiliki variasi produk yang cukup banyak. Selain menjual kue dan roti untuk langsung dibawa pulang, gerai itu juga menyediakan meja dan tempat duduk sehingga berkonsep kafe. “Kami juga menyediakan menu-menu minuman, seperti hot dan ice chocolate, hot dan ice cappuccino, serta kopi,” jelasnya.
Di samping menjual menu kue dan roti yang sudah siap santap, imbuh Widodo, tempat yang turut dikelolanya itu juga menerima pesanan pembuatan kue. “Bagi pelanggan yang ingin dibuatkan kue sesuai keinginan mereka, kami siap menerima minimal tiga hari sebelumnya,” terangnya seraya menambahkan, harga yang ditawarkan disesuaikan dengan jenis kue yang dipesan.
Keunggulan kue dan roti ala Jesslyn K. Cakes & Cafe, menurut Widodo tidak hanya citarasanya yang lezat, namun juga sangat baik untuk kesehatan. Kualitas dan penggunaan bahan-bahan impor asal Jepang dan Eropa, tambah Widodo, merupakan prioritas utama produk yang dihasilkan. “Kami tidak menggunakan bahan pengawet dan pewarna makanan,” tegasnya.
Bahkan, imbuh Widodo, Jesslyn merupakan produsen roti pertama di Indonesia yang memiliki produk roti untuk kesehatan, antara lain untuk kesehatan jantung seperti apricot delight. “Ada juga roti untuk kesehatan pencernaan, dan untuk menjaga berat badan, serta roti rendah glukosa untuk penderita diabetes,” paparnya.
Menu-menu yang disediakan Jesslyn, dikatakanWidodo ditawarkan dengan harga yang kompetitif mulai Rp 4.000. “Untuk harga, kami sesuaikan dengan standar kualitas. Meski segmentasi pasar Jesslyn banyak dari kalangan middle-up, kami juga menyesuaikan dengan kalangan pengunjung BTM,” ujarnya.
Penasaran dengan citarasa yang disuguhkan Jesslyn K. Cakes & Cafe BTM, akhirnya satu Cappuccino Bun seharga Rp 6.500 pun saya pesan. Menu yang termasuk katagori roti itu, memiliki bentuk yang lonjong mirip bola rugby berwarna coklat. Bentuk yang sangat menarik perhatian saya, sehingga terpilih sebagai menu icip-icip.
Kelembutan Cappuccino Bun ternyata sangat mantap. Tekstur rotinya menyuguhkan citarasa Amerika yang begitu kental. Krim mocca yang terdapat di tengah-tengah roti itu tersaji dengan porsi yang cukup banyak. Meski demikian, kentalnya krim mocca tidak sampai membuat eneg bagi yang menyantapnya.
Warna coklat roti Cappuccino Bun, menurut Widodo, didapat dari campuran kopi dan susu yang biasanya memang digunakan untuk meracik minuman cappuccino. Namun, menurut lidah ini, rasa cappuccinonya sangat jauh menerawang. Mungkin, lebih cocok dinamakan Mocca Bun, karena rasa mocca yang terkandung dalam krimnya begitu kental terasa.
Secara keseluruhan, roti icip-icip ala Jesslyn K. Cakes & Cafe BTM memang menawarkan citarasa high class yang patut direkomendasikan. Porsinya pun cukup menendang rasa kenyang pada perut. Dan dijamin, Cappuccino Bun tidak bikin perut jadi tambun.
Rudi D. Sukmana
Bogor, Jurnal Bogor
Ketika menelusuri Bogor Trade Mall (BTM) siang itu, petualang rasa jati Jurnal Bogor pun berkesempatan menyambangi Jesslyn K. Cakes & Cafe yang berlokasi di salah satu sudut ground floor BTM. Ketika memasuki area displaynya, aroma kue-kue dan roti merebak dengan cepat menyelubungi indra penciuman ini, membuat suasana hati menjadi nyaman.
Di tempat itu, kasir Jesslyn K. Cakes & Cafe BTM, Dewi mengatakan, manager outlet sedang tidak hadir, sehingga hanya Cook Baker Widodo yang kompeten dan memiliki wewenang untuk menjawab pertanyaan seputar citarasa sajian dan program promosi Jesslyn K. Cakes & Cafe yang dipasang di depan pintu masuk gerai kafe itu.
Dikatakan Widodo, saat ini Jesslyn K. Cakes & Cafe BTM tengah mengadakan program promosi diskon 50 persen untuk pembayaran yang menggunakan kartu kredit Bank Mandiri. “Program promosi itu akan berlangsung hingga 30 Juni 2008 nanti,” ujar Widodo kepada Jurnal Bogor, kemarin.
Widodo juga mengatakan, Jesslyn K. Cakes & Cafe BTM merupakan gerai dari produsen kue yang didirikan 16 Agustus 2003 oleh Elsen Tan dan Ibu Aing. Keahlian mereka dalam bidang kuliner didapatkan dari pendidikan di Jepang dan Perancis selama delapan tahun. “Pada mulanya Jesslyn K. Cakes didirikan di Pantai Indah Kapuk sebagai training center. Setelah tiga bulan berjalan, outlet pertama pun dibuka di Lippo Karawaci pada November 2003,” terangnya.
Jesslyn K. Cakes & Cafe BTM, lanjut Widodo, memiliki variasi produk yang cukup banyak. Selain menjual kue dan roti untuk langsung dibawa pulang, gerai itu juga menyediakan meja dan tempat duduk sehingga berkonsep kafe. “Kami juga menyediakan menu-menu minuman, seperti hot dan ice chocolate, hot dan ice cappuccino, serta kopi,” jelasnya.
Di samping menjual menu kue dan roti yang sudah siap santap, imbuh Widodo, tempat yang turut dikelolanya itu juga menerima pesanan pembuatan kue. “Bagi pelanggan yang ingin dibuatkan kue sesuai keinginan mereka, kami siap menerima minimal tiga hari sebelumnya,” terangnya seraya menambahkan, harga yang ditawarkan disesuaikan dengan jenis kue yang dipesan.
Keunggulan kue dan roti ala Jesslyn K. Cakes & Cafe, menurut Widodo tidak hanya citarasanya yang lezat, namun juga sangat baik untuk kesehatan. Kualitas dan penggunaan bahan-bahan impor asal Jepang dan Eropa, tambah Widodo, merupakan prioritas utama produk yang dihasilkan. “Kami tidak menggunakan bahan pengawet dan pewarna makanan,” tegasnya.
Bahkan, imbuh Widodo, Jesslyn merupakan produsen roti pertama di Indonesia yang memiliki produk roti untuk kesehatan, antara lain untuk kesehatan jantung seperti apricot delight. “Ada juga roti untuk kesehatan pencernaan, dan untuk menjaga berat badan, serta roti rendah glukosa untuk penderita diabetes,” paparnya.
Menu-menu yang disediakan Jesslyn, dikatakanWidodo ditawarkan dengan harga yang kompetitif mulai Rp 4.000. “Untuk harga, kami sesuaikan dengan standar kualitas. Meski segmentasi pasar Jesslyn banyak dari kalangan middle-up, kami juga menyesuaikan dengan kalangan pengunjung BTM,” ujarnya.
Penasaran dengan citarasa yang disuguhkan Jesslyn K. Cakes & Cafe BTM, akhirnya satu Cappuccino Bun seharga Rp 6.500 pun saya pesan. Menu yang termasuk katagori roti itu, memiliki bentuk yang lonjong mirip bola rugby berwarna coklat. Bentuk yang sangat menarik perhatian saya, sehingga terpilih sebagai menu icip-icip.
Kelembutan Cappuccino Bun ternyata sangat mantap. Tekstur rotinya menyuguhkan citarasa Amerika yang begitu kental. Krim mocca yang terdapat di tengah-tengah roti itu tersaji dengan porsi yang cukup banyak. Meski demikian, kentalnya krim mocca tidak sampai membuat eneg bagi yang menyantapnya.
Warna coklat roti Cappuccino Bun, menurut Widodo, didapat dari campuran kopi dan susu yang biasanya memang digunakan untuk meracik minuman cappuccino. Namun, menurut lidah ini, rasa cappuccinonya sangat jauh menerawang. Mungkin, lebih cocok dinamakan Mocca Bun, karena rasa mocca yang terkandung dalam krimnya begitu kental terasa.
Secara keseluruhan, roti icip-icip ala Jesslyn K. Cakes & Cafe BTM memang menawarkan citarasa high class yang patut direkomendasikan. Porsinya pun cukup menendang rasa kenyang pada perut. Dan dijamin, Cappuccino Bun tidak bikin perut jadi tambun.
Rudi D. Sukmana
Menu Goceng, Menu Langka dari Kedai Saji
Bogor, Jurnal Bogor
Secara iseng, saya berjalan menyusuri Jl. Cilibende karena tertarik dengan deretan warung makan yang berada di seberang Kampus Diploma Tiga Institut Pertanian Bogor (IPB) itu. Hingga hampir pada ujung warung makan-warung makan yang berjejer, perhatian saya terpaku pada satu tempat yang unik, karena kesan etnis yang ditampilkannya.
Satu warung makan yang cukup lebih bersih dibandingkan warung makan lainnya pun saya hampiri. Nama tempat itu, Kedai Saji. Selera pun bangkit setelah membaca daftar menu yang terpampang pada banner yang dipasang di dinding tempat makan itu. Oncom gejos dan pepes peda, merupakan menu-menu yang mampu menerbitkan air liur ini.
Dengan pasti dan langkah mantap, saya pun memasuki Kedai Saji. Alia, pemilk dan pengelola Kedai Saji menyambut dengan ramah dan mempersilakan saya duduk, sambil menanyakan menu apa yang ingin dipesan. Sesuai maksud, saya pun kemukakan menu yang ingin saya jajal kenikmatannya.
Sayang limaribu kali sayang, menurut Alia, menu-menu yang dimaksud tengah kosong. “Kami saat ini sedang berfokus pada menu paket hemat. Kenapa tidak coba saja menu paket hemat kami itu,” sarannya dengan ramah.
Menu paket hemat yang dimaksud Alia, yakni paket ayam bakar nasi putih ditambah sambal dan lalapan, yang ditawarkan dengan harga hanya Rp 5.000 per paket. “Menu itu sengaja kami sediakan khusus bagi kalangan mahasiswa, karena dari segi harga sangat diminati mereka,” ujarnya.
Untuk tidak membuat kecewa sang pemilik Kedai Saji, saya pun mengiyakan menu paket hemat ala Kedai Saji itu, hitung-hitung untuk menjajal sampai di mana kelezatan paket menu yang menjadi favorit kalangan mahasiswa D3 IPB itu.
Tak berapa lama, menu yang dimaksud pun tersaji di hadapan. Tampilan menunya cukup sederhana, namun porsi nasi putihnya dihidangkan cukup banyak. Sepotong ayam bakar bagian dada berwarna coklat menemani nasi putih itu, berdampingan dengan sambal dan lalapan yang terdiri dari potongan kol dan mentimun.
Nasi putih Kedai Saji cukup lembut citarasanya, ayam bakarnya pun menyuguhkan citarasa yang cukup istimewa. Racikan bumbu ayamnya sangat meresap ke dalam daging. Namun, sambalnya bagi saya kurang seuhah, meski kol dan mentimun yang disajikan cukup segar.
Selesai menuntaskan menu paket hemat itu, segelas teh tawar panas pun saya reguk sebagai penutup. Menurut saya, potongan ayam bakarnya tidak begitu sesuai dengan porsi nasi putih yang diberikan. Nasi putih masih bersisa banyak, ketika potongan ayam bakar telah ludes disantap.
Namun melihat dari segi harga, hal tersebut sangat wajar. Meminjam iklan salah satu layanan telepon selular, hare gene masih bisa jualan goceng? Sungguh salut menu limaribu itu akan menjadi menu langka, apalagi mengingat sebentar lagi harga BBM akan melonjak.
Rudi D. Sukmana
Secara iseng, saya berjalan menyusuri Jl. Cilibende karena tertarik dengan deretan warung makan yang berada di seberang Kampus Diploma Tiga Institut Pertanian Bogor (IPB) itu. Hingga hampir pada ujung warung makan-warung makan yang berjejer, perhatian saya terpaku pada satu tempat yang unik, karena kesan etnis yang ditampilkannya.
Satu warung makan yang cukup lebih bersih dibandingkan warung makan lainnya pun saya hampiri. Nama tempat itu, Kedai Saji. Selera pun bangkit setelah membaca daftar menu yang terpampang pada banner yang dipasang di dinding tempat makan itu. Oncom gejos dan pepes peda, merupakan menu-menu yang mampu menerbitkan air liur ini.
Dengan pasti dan langkah mantap, saya pun memasuki Kedai Saji. Alia, pemilk dan pengelola Kedai Saji menyambut dengan ramah dan mempersilakan saya duduk, sambil menanyakan menu apa yang ingin dipesan. Sesuai maksud, saya pun kemukakan menu yang ingin saya jajal kenikmatannya.
Sayang limaribu kali sayang, menurut Alia, menu-menu yang dimaksud tengah kosong. “Kami saat ini sedang berfokus pada menu paket hemat. Kenapa tidak coba saja menu paket hemat kami itu,” sarannya dengan ramah.
Menu paket hemat yang dimaksud Alia, yakni paket ayam bakar nasi putih ditambah sambal dan lalapan, yang ditawarkan dengan harga hanya Rp 5.000 per paket. “Menu itu sengaja kami sediakan khusus bagi kalangan mahasiswa, karena dari segi harga sangat diminati mereka,” ujarnya.
Untuk tidak membuat kecewa sang pemilik Kedai Saji, saya pun mengiyakan menu paket hemat ala Kedai Saji itu, hitung-hitung untuk menjajal sampai di mana kelezatan paket menu yang menjadi favorit kalangan mahasiswa D3 IPB itu.
Tak berapa lama, menu yang dimaksud pun tersaji di hadapan. Tampilan menunya cukup sederhana, namun porsi nasi putihnya dihidangkan cukup banyak. Sepotong ayam bakar bagian dada berwarna coklat menemani nasi putih itu, berdampingan dengan sambal dan lalapan yang terdiri dari potongan kol dan mentimun.
Nasi putih Kedai Saji cukup lembut citarasanya, ayam bakarnya pun menyuguhkan citarasa yang cukup istimewa. Racikan bumbu ayamnya sangat meresap ke dalam daging. Namun, sambalnya bagi saya kurang seuhah, meski kol dan mentimun yang disajikan cukup segar.
Selesai menuntaskan menu paket hemat itu, segelas teh tawar panas pun saya reguk sebagai penutup. Menurut saya, potongan ayam bakarnya tidak begitu sesuai dengan porsi nasi putih yang diberikan. Nasi putih masih bersisa banyak, ketika potongan ayam bakar telah ludes disantap.
Namun melihat dari segi harga, hal tersebut sangat wajar. Meminjam iklan salah satu layanan telepon selular, hare gene masih bisa jualan goceng? Sungguh salut menu limaribu itu akan menjadi menu langka, apalagi mengingat sebentar lagi harga BBM akan melonjak.
Rudi D. Sukmana
Kedai Hegar
Kopi Hegar Bikin Segar
Bogor, Jurnal Bogor
Kali ini petualang rasa jati singgah di Kedai Hegar yang berlokasi di Jl. Kumbang No.15 Bogor. Kedai yang berdekatan dengan Kampus Diploma Institut Pertanian Bogor (IPB) itu mudah ditemukan karena disain depannya mampu menarik perhatian. Sepasang payung agung mengapit gerbang rumah yang halaman depannya disulap menjadi area makan itu, memang berkesan unik dan etnis.
Di tempat itu, Rulian, pengelola Kedai Hegar menyambut dengan ramah di sela-sela kesibukannya melayani para pengunjung, yang pada waktu itu kondisinya cukup ramai. Berhubung perut ini masih kenyang, saya pun hanya memesan menu Kopi Hegar yang sepertinya mampu mengusir kantuk yang kembali menyerang di siang bolong itu.
Dikatakan Rulian, pada awalnya Kedai Hegar merupakan usaha kuliner yang dirintis kedua orangtuanya yang mengambil lokasi di daerah wisata Puncak sejak 1969. ”Pada waktu itu namanya Rumah Makan Hegar. Sejak Februari 2008 lalu, saya fokus mengelola Kedai Hegar di halaman depan orangtua,” ujar Rulian.
Kedai Hegar, lanjut Rulian, memiliki luas area makan lebih dari 100 meter persegi dengan sitting capacity maksimal mencapai 40 tempat duduk. ”Kami buka setiap hari mulai jam 8.00 sampai jam 21.00, dengan krew sebanyak 6 orang termasuk Chef,” terangnya.
Menu andalan Kedai Hegar, imbuh Rulian, adalah Teri Cabai Hijau dan Ayam Bakar Siram Melinjo yang merupakan hasil kreasi Rulian sendiri. ”Saya memang hobi masak sejak dulu, mungkin bakat orangtua turun ke saya,” ujarnya.
Sedangkan jumlah menu Kedai Hegar, tambah Rulian, saat ini tidak lebih dari 20 jenis makanan dan minuman. ”Sebenarnya saya memiliki lebih dari 100 jenis menu makanan dan minuman. Namun karena Kedai Hegar belum lama beroperasional, saya mengeluarkan menu-menu andalan secara bertahap sambil membaca permintaan pasar,” terangnya.
Harga yang ditawarkan untuk menu makanan, dikatakan Rulian mulai dari Rp 3.500 sampai menu termahal Rp 12.500 yakni Sop Buntut. ”Untuk menu minuman, ditawarkan mulai Rp 2.500 untuk segelas Fresh Tea sampai Rp 6.500 untuk menu Kopi Hegar,” paparnya.
Selain menu-menu yang terpampang pada banner, Rulian mengatakan, Kedai Hegar juga telah menambah menu-menu baru seperti nasi timbel komplit, nasi rames, petai bakar, bebek goreng dan bebek bakar. ”Pengunjung juga sangat menggandrungi menu Hot Chocolate ala Kedai Hegar yang saya buat dengan ramuan khusus,” ujarnya.
Tak berapa lama, menu yang saya pesan pun tersaji di hadapan. Kopi Hegar yang disuguhkan dalam mug berwarna putih dengan ukuran yang cukup besar itu menghantarkan aroma kopi yang mampu menggugah selera. Kopi itu disajikan beserta mangkuk gula pasir seolah menandakan, kopi ala Kedai Hegar disuguhkan bukan saja bagi penikmat kopi manis. ”Kopi ini merupakan hasil racikan saya yang terbuat dari beberapa biji kopi pilihan,” ungkap Rulian.
Rulian pun permisi pamit untuk melayani tamu lain sambil mempersilakan saya untuk menikmati kopi khas ala Kedai Hegar. Sepeninggal Rulian, saya mengangkat mug besar itu dan mendekatkan ke hidung. Aroma kopi yang terbawa kepulan uap pun saya nikmati sepuasnya. Ahh.. dari aromanya saja, kopi itu sudah menawarkan satu sensasi kenikmatan rasa tersendiri.
Perlahan, saya meniup-niup permukaan kopi itu sambil sesekali menghirup aromanya. Setelah merasa yakin, suhu kopi itu tidak terlalu panas, mulut ini pun mulai menyeruput kopi ala Kedai Hegar tanpa menambahkan gula pasir terlebih dahulu untuk menjajal rasa kopi pahitnya. Wuahh.. ternyata kopi ini tanpa pemanis benar-benar sangat terasa kental. Pahitnya mampu membuat mata ini membelalak dan mengusir kantuk.
Setelah puas menikmati regukan demi regukan kopi pahit, saya pun menambahkan gula pasir sesuai porsi yang saya biasa saya inginkan untuk segelas kopi yang menurut saya ternikmat, yakni tidak terlalu manis juga tidak terlalu pahit.
Usai dikocok, bukan diaduk, kembali mulut ini menyeruput kopi itu. Slurrpp.. ahh.. Mantap. Kopi Hegar benar-benar membikin diri ini segar. Citarasa kopinya begitu strong, begitu berani. Hampir mirip-mirip citarasa kopi Liong Bulan yang selama ini menjadi favorit pribadi. Hanya saja, Kopi Hegar lebih berani menampilkan kekentalan citarasa kopinya.
Segelas mug Kopi Hegar yang saya nikmati, memang bisa membuat penikmatnya ketagihan. Ada sedikit rasa sesal karena perut yang telah penuh ini membuat saya tidak bisa mencicipi menu makanan yang tersedia di Kedai Hegar. Suatu saat nanti, saya pasti akan berkesempatan untuk itu. Mengutip ucapan aktor laga Arnold yang memerankan robot canggih dalam film Terminator, saya pun mengatakan dalam hati, ”I’ll be back”.
Rudi D. Sukmana
Bogor, Jurnal Bogor
Kali ini petualang rasa jati singgah di Kedai Hegar yang berlokasi di Jl. Kumbang No.15 Bogor. Kedai yang berdekatan dengan Kampus Diploma Institut Pertanian Bogor (IPB) itu mudah ditemukan karena disain depannya mampu menarik perhatian. Sepasang payung agung mengapit gerbang rumah yang halaman depannya disulap menjadi area makan itu, memang berkesan unik dan etnis.
Di tempat itu, Rulian, pengelola Kedai Hegar menyambut dengan ramah di sela-sela kesibukannya melayani para pengunjung, yang pada waktu itu kondisinya cukup ramai. Berhubung perut ini masih kenyang, saya pun hanya memesan menu Kopi Hegar yang sepertinya mampu mengusir kantuk yang kembali menyerang di siang bolong itu.
Dikatakan Rulian, pada awalnya Kedai Hegar merupakan usaha kuliner yang dirintis kedua orangtuanya yang mengambil lokasi di daerah wisata Puncak sejak 1969. ”Pada waktu itu namanya Rumah Makan Hegar. Sejak Februari 2008 lalu, saya fokus mengelola Kedai Hegar di halaman depan orangtua,” ujar Rulian.
Kedai Hegar, lanjut Rulian, memiliki luas area makan lebih dari 100 meter persegi dengan sitting capacity maksimal mencapai 40 tempat duduk. ”Kami buka setiap hari mulai jam 8.00 sampai jam 21.00, dengan krew sebanyak 6 orang termasuk Chef,” terangnya.
Menu andalan Kedai Hegar, imbuh Rulian, adalah Teri Cabai Hijau dan Ayam Bakar Siram Melinjo yang merupakan hasil kreasi Rulian sendiri. ”Saya memang hobi masak sejak dulu, mungkin bakat orangtua turun ke saya,” ujarnya.
Sedangkan jumlah menu Kedai Hegar, tambah Rulian, saat ini tidak lebih dari 20 jenis makanan dan minuman. ”Sebenarnya saya memiliki lebih dari 100 jenis menu makanan dan minuman. Namun karena Kedai Hegar belum lama beroperasional, saya mengeluarkan menu-menu andalan secara bertahap sambil membaca permintaan pasar,” terangnya.
Harga yang ditawarkan untuk menu makanan, dikatakan Rulian mulai dari Rp 3.500 sampai menu termahal Rp 12.500 yakni Sop Buntut. ”Untuk menu minuman, ditawarkan mulai Rp 2.500 untuk segelas Fresh Tea sampai Rp 6.500 untuk menu Kopi Hegar,” paparnya.
Selain menu-menu yang terpampang pada banner, Rulian mengatakan, Kedai Hegar juga telah menambah menu-menu baru seperti nasi timbel komplit, nasi rames, petai bakar, bebek goreng dan bebek bakar. ”Pengunjung juga sangat menggandrungi menu Hot Chocolate ala Kedai Hegar yang saya buat dengan ramuan khusus,” ujarnya.
Tak berapa lama, menu yang saya pesan pun tersaji di hadapan. Kopi Hegar yang disuguhkan dalam mug berwarna putih dengan ukuran yang cukup besar itu menghantarkan aroma kopi yang mampu menggugah selera. Kopi itu disajikan beserta mangkuk gula pasir seolah menandakan, kopi ala Kedai Hegar disuguhkan bukan saja bagi penikmat kopi manis. ”Kopi ini merupakan hasil racikan saya yang terbuat dari beberapa biji kopi pilihan,” ungkap Rulian.
Rulian pun permisi pamit untuk melayani tamu lain sambil mempersilakan saya untuk menikmati kopi khas ala Kedai Hegar. Sepeninggal Rulian, saya mengangkat mug besar itu dan mendekatkan ke hidung. Aroma kopi yang terbawa kepulan uap pun saya nikmati sepuasnya. Ahh.. dari aromanya saja, kopi itu sudah menawarkan satu sensasi kenikmatan rasa tersendiri.
Perlahan, saya meniup-niup permukaan kopi itu sambil sesekali menghirup aromanya. Setelah merasa yakin, suhu kopi itu tidak terlalu panas, mulut ini pun mulai menyeruput kopi ala Kedai Hegar tanpa menambahkan gula pasir terlebih dahulu untuk menjajal rasa kopi pahitnya. Wuahh.. ternyata kopi ini tanpa pemanis benar-benar sangat terasa kental. Pahitnya mampu membuat mata ini membelalak dan mengusir kantuk.
Setelah puas menikmati regukan demi regukan kopi pahit, saya pun menambahkan gula pasir sesuai porsi yang saya biasa saya inginkan untuk segelas kopi yang menurut saya ternikmat, yakni tidak terlalu manis juga tidak terlalu pahit.
Usai dikocok, bukan diaduk, kembali mulut ini menyeruput kopi itu. Slurrpp.. ahh.. Mantap. Kopi Hegar benar-benar membikin diri ini segar. Citarasa kopinya begitu strong, begitu berani. Hampir mirip-mirip citarasa kopi Liong Bulan yang selama ini menjadi favorit pribadi. Hanya saja, Kopi Hegar lebih berani menampilkan kekentalan citarasa kopinya.
Segelas mug Kopi Hegar yang saya nikmati, memang bisa membuat penikmatnya ketagihan. Ada sedikit rasa sesal karena perut yang telah penuh ini membuat saya tidak bisa mencicipi menu makanan yang tersedia di Kedai Hegar. Suatu saat nanti, saya pasti akan berkesempatan untuk itu. Mengutip ucapan aktor laga Arnold yang memerankan robot canggih dalam film Terminator, saya pun mengatakan dalam hati, ”I’ll be back”.
Rudi D. Sukmana
Capuccino Burger ala de Koffie Pot
Bogor, Jurnal Bogor
General Manager de Koffie Pot Iwan Setiawan mengatakan, sebagai salah satu kafe terkenal di Kota Bogor yang dibuka sejak 2004, De Koffie Pot menyajikan minuman kopi terbaik Indonesia. “Kopi di tempat kami berasal dari biji kopi pilihan yang memiliki rasa berbeda dengan kopi yang biasa dijual di tempat lain,” ujar Iwan kepada Jurnal Bogor, beberapa waktu lalu.
Dikatakan Iwan, selain lokasi strategis yang menempati gedung tua The Colonial yang direnovasi menjadi tempat usaha berarsitektur minimalis modern yang cocok untuk hang out, tempat yang turut dikelolanya itu juga berkomitmen untuk selalu menyajikan menu-menu bercitarasa tinggi dengan pelayanan terbaik dan kualitas tempat yang nyaman.
Meski masing-masing tempat memiliki kelebihan sendiri, lanjut Iwan, dari masukan para pelanggannya, citarasa kopi yang disajikan de Koffie Pot setaraf dengan StarBuck dengan harga yang lebih murah. “Hal itu kami jadikan motivasi untuk selalu menyajikan yang terbaik bagi pengunjung tempat kami,” ujarnya.
Menyambangi de Koffie Pot secara ‘ad interim’ alias tanpa membawa nama harian tercinta ini, saya pun memesan satu menu capuccino dan seporsi burger untuk menjajal citarasa sajian kafe itu.
Suasana yang nyaman dan pelayanan yang ramah yang diberikan memang menjadi salahsatu keunggulan de Koffie Pot yang sempat saya rasakan. Menu-menu pesanan pun tidak perlu menunggu terlalu lama untuk segera tampil di hadapan.
Tampilan capuccino yang disajikan dalam segelas cangkir berwarna merah dan seporsi burger yang ditemani french fries dan salad memang cukup mewah dan berkesan ala hotel berbintang. Tak heran, karena menu-menu yang tersedia ditawarkan dengan harga yang relatif di atas harga standar pasar, yakni mulai Rp 18.700 hingga di atas Rp 80.000.
Dengan prinsip ada harga ada rasa, saya pun mulai menikmati sajian menu yang telah dipesan itu. Roti burgernya atau bun memiliki citarasa Eropa, alias tidak bertekstur lembut seperti roti-roti khas Amerika. Tekstur roti yang cocok dengan selera saya, karena lebih mengenyangkan perut Sunda ini.
Lelehan keju yang bercampur dengan mayonesnya pun sangat kental terasa. Yang cukup istimewa adalah beef yang digrill tidak terlalu matang juga tidak terlalu mentah, sehingga menyajikan sensasi kelembutan dan kelezatan yang luar biasa. Burger ala de Koffie Pot sejauh ini mampu mendapatkan nilai sembilan untuk tampilan dan citarasanya, karena dukungan dari french fries yang crispy dan salad yang segar.
Giliran capuccino saya jajal. Busa capuccinonya cukup tebal dan membangkitkan selera. Busa yang mampu membuat kumis instan di atas bibir ini. Citarasa capuccino yang muncul pun cukup istimewa. Paduan kopi dan susu segar cairnya sangat pas dengan kandungan karamel yang tidak terlalu banyak, sehingga manisnya pun tidak membuat nyegrok. Bagi saya, capuccino ala de Koffie Pot patut mendapat nilai delapan.
Secara keseluruhan, menu yang saya pesan memperoleh nilai delapan setengah, karena cukup membuat perut ini kenyang. Bahkan, ketika dorongan angin yang menyentak dari dalam rongga perut keluar melalui mulut, sensasi citarasa keju mayones kembali hadir dalam relung rasa, mantap.
Rudi D. Sukmana
General Manager de Koffie Pot Iwan Setiawan mengatakan, sebagai salah satu kafe terkenal di Kota Bogor yang dibuka sejak 2004, De Koffie Pot menyajikan minuman kopi terbaik Indonesia. “Kopi di tempat kami berasal dari biji kopi pilihan yang memiliki rasa berbeda dengan kopi yang biasa dijual di tempat lain,” ujar Iwan kepada Jurnal Bogor, beberapa waktu lalu.
Dikatakan Iwan, selain lokasi strategis yang menempati gedung tua The Colonial yang direnovasi menjadi tempat usaha berarsitektur minimalis modern yang cocok untuk hang out, tempat yang turut dikelolanya itu juga berkomitmen untuk selalu menyajikan menu-menu bercitarasa tinggi dengan pelayanan terbaik dan kualitas tempat yang nyaman.
Meski masing-masing tempat memiliki kelebihan sendiri, lanjut Iwan, dari masukan para pelanggannya, citarasa kopi yang disajikan de Koffie Pot setaraf dengan StarBuck dengan harga yang lebih murah. “Hal itu kami jadikan motivasi untuk selalu menyajikan yang terbaik bagi pengunjung tempat kami,” ujarnya.
Menyambangi de Koffie Pot secara ‘ad interim’ alias tanpa membawa nama harian tercinta ini, saya pun memesan satu menu capuccino dan seporsi burger untuk menjajal citarasa sajian kafe itu.
Suasana yang nyaman dan pelayanan yang ramah yang diberikan memang menjadi salahsatu keunggulan de Koffie Pot yang sempat saya rasakan. Menu-menu pesanan pun tidak perlu menunggu terlalu lama untuk segera tampil di hadapan.
Tampilan capuccino yang disajikan dalam segelas cangkir berwarna merah dan seporsi burger yang ditemani french fries dan salad memang cukup mewah dan berkesan ala hotel berbintang. Tak heran, karena menu-menu yang tersedia ditawarkan dengan harga yang relatif di atas harga standar pasar, yakni mulai Rp 18.700 hingga di atas Rp 80.000.
Dengan prinsip ada harga ada rasa, saya pun mulai menikmati sajian menu yang telah dipesan itu. Roti burgernya atau bun memiliki citarasa Eropa, alias tidak bertekstur lembut seperti roti-roti khas Amerika. Tekstur roti yang cocok dengan selera saya, karena lebih mengenyangkan perut Sunda ini.
Lelehan keju yang bercampur dengan mayonesnya pun sangat kental terasa. Yang cukup istimewa adalah beef yang digrill tidak terlalu matang juga tidak terlalu mentah, sehingga menyajikan sensasi kelembutan dan kelezatan yang luar biasa. Burger ala de Koffie Pot sejauh ini mampu mendapatkan nilai sembilan untuk tampilan dan citarasanya, karena dukungan dari french fries yang crispy dan salad yang segar.
Giliran capuccino saya jajal. Busa capuccinonya cukup tebal dan membangkitkan selera. Busa yang mampu membuat kumis instan di atas bibir ini. Citarasa capuccino yang muncul pun cukup istimewa. Paduan kopi dan susu segar cairnya sangat pas dengan kandungan karamel yang tidak terlalu banyak, sehingga manisnya pun tidak membuat nyegrok. Bagi saya, capuccino ala de Koffie Pot patut mendapat nilai delapan.
Secara keseluruhan, menu yang saya pesan memperoleh nilai delapan setengah, karena cukup membuat perut ini kenyang. Bahkan, ketika dorongan angin yang menyentak dari dalam rongga perut keluar melalui mulut, sensasi citarasa keju mayones kembali hadir dalam relung rasa, mantap.
Rudi D. Sukmana
Rumah Makan Raos
Rasa dan Harganya Karaos Ku Anak Kos
Bogor, Jurnal Bogor
Kali ini merupakan kali pertama petualang rasa jati merambah Jl. Babakan Raya Kampus Dalam. Jalan yang berdampingan dengan kawasan kampus Institut Pertanian Bogor (IPB) Dramaga itu memang terlihat selalu ramai. Tak heran karena IPB merupakan perguruan tinggi yang sangat difavoritkan di Indonesia, sehingga di kampus itu, semua mahasiswa dari seluruh pelosok nusantara berkumpul.
Empatbelas tahun lalu ketika masih menyusun skripsi, saya sering bolak-balik ke Dramaga untuk mengetik di rental komputer yang banyak tersedia di daerah itu. Pada waktu itu, kondisi belum seramai seperti sekarang, di mana tempat-tempat makan hanya ada beberapa saja.
Berbeda dengan saat ini, tempat-tempat makan begitu menjamur di sepanjang Jl. Babakan Raya. Dapat dikatakan, dengan beragamnya tempat makan itu, Jl. Babakan Raya pun merupakan salah satu titik kuliner di Bogor.
Cukup bingung juga memilih satu tempat makan di area ini. Akhirnya, pilihan pun ditetapkan dengan mengunjungi satu tempat makan yang bernama Rumah Makan Raos. Tampilan rumah makan itu sebenarnya sederhana saja, mirip warung atau kedai nasi. Namun, tempat makan itu sangat ramai dikunjungi pembeli, apalagi ketika waktunya makan siang.
Ketika memasuki Rumah Makan Raos, wangi aroma ikan yang tengah dipanggang merebak hingga ke dalam. Asapnya yang mengepul pun merebak memenuhi jalan di sekitar rumah makan itu.
Neni Rahmawati, koordinator Rumah Makan Raos mengatakan, tempat makan itu dimiliki Kariman, warga Dramaga yang telah membuka usahanya sejak 2000 lalu. “Tempat makan kami dibuka setiap hari mulai jam 7.00 sampai jam 21.00 nonstop tanpa hari libur,” ujar Neni kepada Jurnal Bogor, kemarin.
Dikatakan Neni, Rumah Makan Raos yang memiliki delapan karyawan itu membidik segementasi mahasiswa IPB dengan menyediakan menu-menu makanan yang dijamin akan membuat kenyang para pengunjungnya. Tak heran, karena untuk nasi putih, para pengunjung Rumah Makan Raos dibebaskan mengambil sendiri sesuai porsi yang diinginkan.
Terbit rasa penasaran untuk menjajal citarasa menu yang disediakan Rumah Makan Raos, saya pun memesan menu basic, yakni tempe bakar yang dibandrol dengan harga Rp 5.500 dengan minuman favorit saya, yakni teh tawar panas, bukan hangat. Lauk berprotein dan bergizi tinggi itu pun tak berapa lama tersaji di hadapan dengan beralaskan daun pisang di piring yang terbuat dari anyaman bambu. Daun kemangi, kol, dan potongan mentimun serta sambal menjadi pengiring menu tempe bakar itu.
Tak lupa, disediakan pula semangkuk air untuk mencuci tangan, bila pengunjung ingin menyantap tanpa menggunakan sendok. Sedangkan nasi putih, saya dipersilakan untuk mengambil sendiri dari boboko plastik besar yang sudah disediakan di samping tumpukan piring melamin.
Baik, saatnya menjajal salahsatu tempat kuliner di daerah Dramaga ini. Suapan pertama pun masuk ke dalam mulut. Mm.. menurut saya, nasi putih yang disediakan rumah makan ini sangat kental dengan ciri khas Sunda, karena nasi putihnya diolah tidak terlalu empuk, mirip nasi yang dipersiapkan untuk membuat menu nasi goreng.
Tempe bakar pun kemudian saya cicipi. Citarasa tempenya cukup kuat, karena bumbu-bumbunya sudah meresap hingga ke dalam tempe yang sengaja dipotong berukuran tebal itu. Racikan bumbu tempe bakar ala rumah makan itu, menurut saya memiliki citarasa yang mirip dengan racikan bumbu untuk membuat tempe bacem.
Tempe berbumbu bawang merah, garam, ketumbar, daun salam, dan gula merah yang diungkep dengan air kelapa memang bumbu khas untuk membuat bacem, hanya saja kelanjutannya tidak digoreng melainkan dibakar. Sungguh suatu kreasi yang patut ditiru.
Lalapan yang tersaji pun cukup segar, sehingga saya dengan lahap menyantap daun kemangi, kol, dan mentimun terlebih dahulu sebagai appertizer. Citarasa yang muncul memang cukup membangkitkan selera makan.
Dengan mencocol potongan-potongan tempe bakar ke sambal, citarasa menu yang disuguhkan Rumah Makan Raos memang cukup nikmat. Meski menurut lidah Sunda ini, sambal yang disajikan masih kurang seuhah dan cenderung lebih bercitarasa manis, secara keseluruhan menu itu cukup mampu mengenyangkan perut ini.
Seusai menikmati santapan di Rumah Makan Raos, Neni mengatakan, tempat makan yang turut dikelolanya memang banyak dikunjungi para mahasiswa yang berkuliah di IPB, terutama mereka yang mengambil kos di daerah Dramaga, sehingga harga-harga menu yang disediakan pun disesuaikan dengan kantong anak kos. Sambil membayar menu pesanan yang telah ludes tandas itu, saya menganggukkan kepala tanda mahfum, Rumah Makan Raos rasa dan harganya memang karaos ku anak kos.
Rudi D. Sukmana
Bogor, Jurnal Bogor
Kali ini merupakan kali pertama petualang rasa jati merambah Jl. Babakan Raya Kampus Dalam. Jalan yang berdampingan dengan kawasan kampus Institut Pertanian Bogor (IPB) Dramaga itu memang terlihat selalu ramai. Tak heran karena IPB merupakan perguruan tinggi yang sangat difavoritkan di Indonesia, sehingga di kampus itu, semua mahasiswa dari seluruh pelosok nusantara berkumpul.
Empatbelas tahun lalu ketika masih menyusun skripsi, saya sering bolak-balik ke Dramaga untuk mengetik di rental komputer yang banyak tersedia di daerah itu. Pada waktu itu, kondisi belum seramai seperti sekarang, di mana tempat-tempat makan hanya ada beberapa saja.
Berbeda dengan saat ini, tempat-tempat makan begitu menjamur di sepanjang Jl. Babakan Raya. Dapat dikatakan, dengan beragamnya tempat makan itu, Jl. Babakan Raya pun merupakan salah satu titik kuliner di Bogor.
Cukup bingung juga memilih satu tempat makan di area ini. Akhirnya, pilihan pun ditetapkan dengan mengunjungi satu tempat makan yang bernama Rumah Makan Raos. Tampilan rumah makan itu sebenarnya sederhana saja, mirip warung atau kedai nasi. Namun, tempat makan itu sangat ramai dikunjungi pembeli, apalagi ketika waktunya makan siang.
Ketika memasuki Rumah Makan Raos, wangi aroma ikan yang tengah dipanggang merebak hingga ke dalam. Asapnya yang mengepul pun merebak memenuhi jalan di sekitar rumah makan itu.
Neni Rahmawati, koordinator Rumah Makan Raos mengatakan, tempat makan itu dimiliki Kariman, warga Dramaga yang telah membuka usahanya sejak 2000 lalu. “Tempat makan kami dibuka setiap hari mulai jam 7.00 sampai jam 21.00 nonstop tanpa hari libur,” ujar Neni kepada Jurnal Bogor, kemarin.
Dikatakan Neni, Rumah Makan Raos yang memiliki delapan karyawan itu membidik segementasi mahasiswa IPB dengan menyediakan menu-menu makanan yang dijamin akan membuat kenyang para pengunjungnya. Tak heran, karena untuk nasi putih, para pengunjung Rumah Makan Raos dibebaskan mengambil sendiri sesuai porsi yang diinginkan.
Terbit rasa penasaran untuk menjajal citarasa menu yang disediakan Rumah Makan Raos, saya pun memesan menu basic, yakni tempe bakar yang dibandrol dengan harga Rp 5.500 dengan minuman favorit saya, yakni teh tawar panas, bukan hangat. Lauk berprotein dan bergizi tinggi itu pun tak berapa lama tersaji di hadapan dengan beralaskan daun pisang di piring yang terbuat dari anyaman bambu. Daun kemangi, kol, dan potongan mentimun serta sambal menjadi pengiring menu tempe bakar itu.
Tak lupa, disediakan pula semangkuk air untuk mencuci tangan, bila pengunjung ingin menyantap tanpa menggunakan sendok. Sedangkan nasi putih, saya dipersilakan untuk mengambil sendiri dari boboko plastik besar yang sudah disediakan di samping tumpukan piring melamin.
Baik, saatnya menjajal salahsatu tempat kuliner di daerah Dramaga ini. Suapan pertama pun masuk ke dalam mulut. Mm.. menurut saya, nasi putih yang disediakan rumah makan ini sangat kental dengan ciri khas Sunda, karena nasi putihnya diolah tidak terlalu empuk, mirip nasi yang dipersiapkan untuk membuat menu nasi goreng.
Tempe bakar pun kemudian saya cicipi. Citarasa tempenya cukup kuat, karena bumbu-bumbunya sudah meresap hingga ke dalam tempe yang sengaja dipotong berukuran tebal itu. Racikan bumbu tempe bakar ala rumah makan itu, menurut saya memiliki citarasa yang mirip dengan racikan bumbu untuk membuat tempe bacem.
Tempe berbumbu bawang merah, garam, ketumbar, daun salam, dan gula merah yang diungkep dengan air kelapa memang bumbu khas untuk membuat bacem, hanya saja kelanjutannya tidak digoreng melainkan dibakar. Sungguh suatu kreasi yang patut ditiru.
Lalapan yang tersaji pun cukup segar, sehingga saya dengan lahap menyantap daun kemangi, kol, dan mentimun terlebih dahulu sebagai appertizer. Citarasa yang muncul memang cukup membangkitkan selera makan.
Dengan mencocol potongan-potongan tempe bakar ke sambal, citarasa menu yang disuguhkan Rumah Makan Raos memang cukup nikmat. Meski menurut lidah Sunda ini, sambal yang disajikan masih kurang seuhah dan cenderung lebih bercitarasa manis, secara keseluruhan menu itu cukup mampu mengenyangkan perut ini.
Seusai menikmati santapan di Rumah Makan Raos, Neni mengatakan, tempat makan yang turut dikelolanya memang banyak dikunjungi para mahasiswa yang berkuliah di IPB, terutama mereka yang mengambil kos di daerah Dramaga, sehingga harga-harga menu yang disediakan pun disesuaikan dengan kantong anak kos. Sambil membayar menu pesanan yang telah ludes tandas itu, saya menganggukkan kepala tanda mahfum, Rumah Makan Raos rasa dan harganya memang karaos ku anak kos.
Rudi D. Sukmana
Ice Choco Cheese dan Ice Capuccino BT Cafe
Bogor, Jurnal Bogor
Meski Kota Bogor terletak di kaki Gunung Salak, siang hari yang terik di kota ini pun mampu membuat tenggorokan menjadi kering. Setelah seharian menyusuri seantero kota, terpaan sinar mentari mampu menerbitkan imajinasi tentang segelas minuman dingin yang dapat mendatangkan kesejukan.
Kebetulan pada saat itu, posisi sedang berada di Jl. Bangbarung Raya, sehingga tanpa berpikir dua kali, saya pun segera meluncur ke BT Cafe, sebuah tempat makan yang cukup sederhana di daerah Tegal Gundil.
Sesampainya di BT Cafe, saya pun memesan Choco Cheese yang pernah saya tahu kesegarannya. Minuman seharga Rp 4.500 itu memang telah dibuktikan kenikmatannya ketika terakhir saya singgah di kafe itu.
Tidak berapa lama, segelas Choco Cheese pun terhidang di hadapan. Penampilan menu yang satu ini memang cukup ganjen menggoda leher yang semakin kering. Minuman yang dibuat dari bahan susu coklat dengan parutan keju di bagian atasnya, seakan menawarkan semua unsur kesegaran bagi siapa saja yang mereguknya.
Ketika belakang kepala ini tengah diserang rasa dingin sebagai akibat dari seruput minuman itu, beberapa remaja pelajar SMA pun singgah ke BT Cafe. Kehadiran mereka samasekali tidak mengusik saya dalam menikmati Ice Choco Cheese ala kafe itu.
Namun, tak berapa lama setelah di hadapan seorang pelajar tersaji satu minuman yang hampir mirip dengan Ice Choco Cheese yang saya pesan, pandangan mata ini pun sangat terganggu. Segelas minuman penyegar baru yang dipesannya mampu membuat saya penasaran.
Perlahan saya menanyakan, menu minuman apa yang dipesannya. Usi Nuraprita, siswi itu mengatakan memesan menu Ice Capuccino. “Saya juga baru kali pertama ini memesan Ice Capuccino, ingin menjajal rasanya saja,” ujar Usi dengan ramah.
Saya pun menganggukkan kepala sambil kembali meraih sedotan dan segera menghisap minuman pesanan saya. Namun akhirnya saya menyadari, Ice Choco Cheese ternyata telah habis saya minum. Padahal, belum puas rasanya leher ini menikmati kesejukan citarasa minuman yang saya pesan.
Dengan segera, saya pun kembali memesan satu gelas menu minuman lagi. Kali ini, saya pun ingin menjajal citarasa Ice Capuccino, seperti yang telah dipesan dan tengah dinikmati Usi. Sekali lagi, tak berapa lama, segelas Ice Capuccino yang dibandrol Rp 3.000 itu pun tersaji di hadapan.
Penampilan menu yang satu ini tampak lebih cool dibandingkan Ice Choco Cheese. Minuman yang dibuat dari bahan kopi capuccino itu hadir dengan warna coklat yang lebih pekat dibandingkan minuman sebelumnya. Pada bagian atasnya taburan bubuk mocca terapung, bagaikan maltis.
Nyatanya, citarasa menu Ice Capuccino ala BT Cafe pun cukup luar biasa. Campuran kopi dan susunya mampu juga bersaing dengan menu Ice Choco Cheese dalam membangkitkan kesejukan dan kesegaran. Menurut saya, bila Ice Choco Cheese lebih kidies, maka Ice Capuccino lebih mature. Namun yang jelas, setelah menu yang satu ini habis diminum, kesegaran diri ini kembali menyala ibarat motor yang baru saja diberi BBM full tank.
Rudi D. Sukmana
Meski Kota Bogor terletak di kaki Gunung Salak, siang hari yang terik di kota ini pun mampu membuat tenggorokan menjadi kering. Setelah seharian menyusuri seantero kota, terpaan sinar mentari mampu menerbitkan imajinasi tentang segelas minuman dingin yang dapat mendatangkan kesejukan.
Kebetulan pada saat itu, posisi sedang berada di Jl. Bangbarung Raya, sehingga tanpa berpikir dua kali, saya pun segera meluncur ke BT Cafe, sebuah tempat makan yang cukup sederhana di daerah Tegal Gundil.
Sesampainya di BT Cafe, saya pun memesan Choco Cheese yang pernah saya tahu kesegarannya. Minuman seharga Rp 4.500 itu memang telah dibuktikan kenikmatannya ketika terakhir saya singgah di kafe itu.
Tidak berapa lama, segelas Choco Cheese pun terhidang di hadapan. Penampilan menu yang satu ini memang cukup ganjen menggoda leher yang semakin kering. Minuman yang dibuat dari bahan susu coklat dengan parutan keju di bagian atasnya, seakan menawarkan semua unsur kesegaran bagi siapa saja yang mereguknya.
Ketika belakang kepala ini tengah diserang rasa dingin sebagai akibat dari seruput minuman itu, beberapa remaja pelajar SMA pun singgah ke BT Cafe. Kehadiran mereka samasekali tidak mengusik saya dalam menikmati Ice Choco Cheese ala kafe itu.
Namun, tak berapa lama setelah di hadapan seorang pelajar tersaji satu minuman yang hampir mirip dengan Ice Choco Cheese yang saya pesan, pandangan mata ini pun sangat terganggu. Segelas minuman penyegar baru yang dipesannya mampu membuat saya penasaran.
Perlahan saya menanyakan, menu minuman apa yang dipesannya. Usi Nuraprita, siswi itu mengatakan memesan menu Ice Capuccino. “Saya juga baru kali pertama ini memesan Ice Capuccino, ingin menjajal rasanya saja,” ujar Usi dengan ramah.
Saya pun menganggukkan kepala sambil kembali meraih sedotan dan segera menghisap minuman pesanan saya. Namun akhirnya saya menyadari, Ice Choco Cheese ternyata telah habis saya minum. Padahal, belum puas rasanya leher ini menikmati kesejukan citarasa minuman yang saya pesan.
Dengan segera, saya pun kembali memesan satu gelas menu minuman lagi. Kali ini, saya pun ingin menjajal citarasa Ice Capuccino, seperti yang telah dipesan dan tengah dinikmati Usi. Sekali lagi, tak berapa lama, segelas Ice Capuccino yang dibandrol Rp 3.000 itu pun tersaji di hadapan.
Penampilan menu yang satu ini tampak lebih cool dibandingkan Ice Choco Cheese. Minuman yang dibuat dari bahan kopi capuccino itu hadir dengan warna coklat yang lebih pekat dibandingkan minuman sebelumnya. Pada bagian atasnya taburan bubuk mocca terapung, bagaikan maltis.
Nyatanya, citarasa menu Ice Capuccino ala BT Cafe pun cukup luar biasa. Campuran kopi dan susunya mampu juga bersaing dengan menu Ice Choco Cheese dalam membangkitkan kesejukan dan kesegaran. Menurut saya, bila Ice Choco Cheese lebih kidies, maka Ice Capuccino lebih mature. Namun yang jelas, setelah menu yang satu ini habis diminum, kesegaran diri ini kembali menyala ibarat motor yang baru saja diberi BBM full tank.
Rudi D. Sukmana
MidEast Cafe Lounge & Sisha
Menu Timur Tengah di Bogor Tengah
Bogor, Jurnal Bogor
MidEast Café Lounge & Sisha yang terletak di Jl. Halimun menawarkan nuansa tempat tersendiri. Penyajian tempatnya sangat kental dengan nuansa Timur Tengah, sesuai dengan nama yang diusungnya.
Menurut Helmy Faried, Direktur MidEast Café & Lounge Sisha, tempatnya memang sengaja diciptakan bersuasana Timur Tengah dengan menyediakan menu-menu yang memadu rasa masakan Timur Tengah yang disesuaikan dengan lidah orang Indonesia.
“Citarasa masakan dan minuman di sini, tidak 100 persen selera Timur Tengah. Tetapi, konsep tempat yang kami usung, atmosfernya benar-benar memiliki suasana Arab,” ujar Helmy kepada Jurnal Bogor, kemarin.
Resmi dibuka pada 1 Juni 2007, tempat itu menyediakan 12 tempat yang memiliki kapasitas maksimal 60 orang. “MidEast dibuka setiap hari, mulai pukul 11.00. Untuk Minggu sampai Kamis, kami buka hingga jam 23.00, sedangkan Jumat dan Sabtu, tutup jam 24.00,” terang Helmy.
Konsep tempatnya sendiri, terdiri dari dua lantai. Masing-masing lantai didisain sedemikian rupa, di mana tempat makan berupa lesehan yang disekat oleh kain. Masing-masing tempat diberi alas karpet tebal dan bantal Arab yang tebal-tebal.
Salah satu keunggulan tempatnya, dikatakan Helmy, karena menyediakan Sisha, yaitu peralatan merokok ala Timur Tengah. “Sisha memiliki kadar nikotin dan tar lebih rendah dari rokok mild, karena sudah bercampur dengan air sebagai filternya. Selain itu, ramuannya bukan tembakau melainkan sari buah,” jelasnya seraya menambahkan, harga untuk satu Sisha dibandrol Rp. 35.000 untuk biasa, sedangkan special dengan rasa soda dan es batu dihargai Rp. 50.000.
Dikatakan Helmy, selain menu utama bercitarasa Timur Tengah, seperti Lahan Mugalgal, Idam Dajad, dan MidEast Lamb Kebab, tempat itu juga menyediakan menu-menu western dan tradisional yang dipadu dengan citarasa Arab, seperti Arabian Steak, nasi goreng dan ayam bakar.
Menu Lahan Mugalgal, adalah tumisan sayur dan kambing, yang disajikan dengan roti tortilla atau nasi putih, paprika, tomat, bawang Bombay, dan bumbu rahasia MidEast. Harga per porsinya Rp. 33.000.
“Idam Dajad merupakan menu masakan berupa daging ayam yang disajikan dengan roti tortilla atau nasi putih, dicampur dengan sayuran dan pasta tomat, serta bumbu rahasia MidEast,” ujar Helmy.
Ia sendiri menolak dengan halus untuk mengungkapkan bumbu rahasia MidEast, karena menurutnya hal itulah yang menjadikan MidEast menjadi satu tempat kuliner yang dicari di Kota Bogor.
Selain menu utama, kafe itu juga menyediakan menu dessert yang sangat diminati pengunjung, seperti Muhalabia, yaitu puding susu yang rasanya amat lembut dan manis, dikombinasikan dengan butiran jagung manis. “Harga Muhalabia Rp. 12.000 perporsinya,” ujar Helmy.
“Menu-menu masakan di sini, banyak yang merupakan hasil inovasi kreasi kami sendiri, yang diracik oleh Sanusi, seorang chef berpengalaman lebih dari 10 tahun di bidang masakan Timur Tengah,” papar Helmy.
Meski saat ini di Kota Bogor mulai banyak dibuka restoran dan rumah makan yang menyediakan menu-menu Timur Tengah, Helmy mengatakan tidak terlalu khawatir dengan persaingan yang ada.
“Kami sendiri sudah memiliki pelanggan loyal. Pada siang hari, banyak kalangan remaja yang mengunjungi tempat kami. Sedangkan malamnya, tempat kami dipenuhi keluarga dan kalangan eksekutif muda, serta para wisatawan dari Timur Tengah,” paparnya.
“Persaingan justru sangat kami butuhkan, sehingga kami dapat mengukur sampai di mana mutu pelayanan dan citarasa masakan yang kami berikan kepada para pelanggan,” tukasnya seraya menambahkan, hingga saat ini hanya MidEast yang menawarkan tempat berkonsep suasana Timur Tengah di Kota Bogor.
Rudi D. Sukmana
Bogor, Jurnal Bogor
MidEast Café Lounge & Sisha yang terletak di Jl. Halimun menawarkan nuansa tempat tersendiri. Penyajian tempatnya sangat kental dengan nuansa Timur Tengah, sesuai dengan nama yang diusungnya.
Menurut Helmy Faried, Direktur MidEast Café & Lounge Sisha, tempatnya memang sengaja diciptakan bersuasana Timur Tengah dengan menyediakan menu-menu yang memadu rasa masakan Timur Tengah yang disesuaikan dengan lidah orang Indonesia.
“Citarasa masakan dan minuman di sini, tidak 100 persen selera Timur Tengah. Tetapi, konsep tempat yang kami usung, atmosfernya benar-benar memiliki suasana Arab,” ujar Helmy kepada Jurnal Bogor, kemarin.
Resmi dibuka pada 1 Juni 2007, tempat itu menyediakan 12 tempat yang memiliki kapasitas maksimal 60 orang. “MidEast dibuka setiap hari, mulai pukul 11.00. Untuk Minggu sampai Kamis, kami buka hingga jam 23.00, sedangkan Jumat dan Sabtu, tutup jam 24.00,” terang Helmy.
Konsep tempatnya sendiri, terdiri dari dua lantai. Masing-masing lantai didisain sedemikian rupa, di mana tempat makan berupa lesehan yang disekat oleh kain. Masing-masing tempat diberi alas karpet tebal dan bantal Arab yang tebal-tebal.
Salah satu keunggulan tempatnya, dikatakan Helmy, karena menyediakan Sisha, yaitu peralatan merokok ala Timur Tengah. “Sisha memiliki kadar nikotin dan tar lebih rendah dari rokok mild, karena sudah bercampur dengan air sebagai filternya. Selain itu, ramuannya bukan tembakau melainkan sari buah,” jelasnya seraya menambahkan, harga untuk satu Sisha dibandrol Rp. 35.000 untuk biasa, sedangkan special dengan rasa soda dan es batu dihargai Rp. 50.000.
Dikatakan Helmy, selain menu utama bercitarasa Timur Tengah, seperti Lahan Mugalgal, Idam Dajad, dan MidEast Lamb Kebab, tempat itu juga menyediakan menu-menu western dan tradisional yang dipadu dengan citarasa Arab, seperti Arabian Steak, nasi goreng dan ayam bakar.
Menu Lahan Mugalgal, adalah tumisan sayur dan kambing, yang disajikan dengan roti tortilla atau nasi putih, paprika, tomat, bawang Bombay, dan bumbu rahasia MidEast. Harga per porsinya Rp. 33.000.
“Idam Dajad merupakan menu masakan berupa daging ayam yang disajikan dengan roti tortilla atau nasi putih, dicampur dengan sayuran dan pasta tomat, serta bumbu rahasia MidEast,” ujar Helmy.
Ia sendiri menolak dengan halus untuk mengungkapkan bumbu rahasia MidEast, karena menurutnya hal itulah yang menjadikan MidEast menjadi satu tempat kuliner yang dicari di Kota Bogor.
Selain menu utama, kafe itu juga menyediakan menu dessert yang sangat diminati pengunjung, seperti Muhalabia, yaitu puding susu yang rasanya amat lembut dan manis, dikombinasikan dengan butiran jagung manis. “Harga Muhalabia Rp. 12.000 perporsinya,” ujar Helmy.
“Menu-menu masakan di sini, banyak yang merupakan hasil inovasi kreasi kami sendiri, yang diracik oleh Sanusi, seorang chef berpengalaman lebih dari 10 tahun di bidang masakan Timur Tengah,” papar Helmy.
Meski saat ini di Kota Bogor mulai banyak dibuka restoran dan rumah makan yang menyediakan menu-menu Timur Tengah, Helmy mengatakan tidak terlalu khawatir dengan persaingan yang ada.
“Kami sendiri sudah memiliki pelanggan loyal. Pada siang hari, banyak kalangan remaja yang mengunjungi tempat kami. Sedangkan malamnya, tempat kami dipenuhi keluarga dan kalangan eksekutif muda, serta para wisatawan dari Timur Tengah,” paparnya.
“Persaingan justru sangat kami butuhkan, sehingga kami dapat mengukur sampai di mana mutu pelayanan dan citarasa masakan yang kami berikan kepada para pelanggan,” tukasnya seraya menambahkan, hingga saat ini hanya MidEast yang menawarkan tempat berkonsep suasana Timur Tengah di Kota Bogor.
Rudi D. Sukmana
Regukan Eksotis Segelas Exotic Bali
Bogor, Jurnal Bogor
De Teras Corner, telah mendapat tempat tersendiri di hati saya. Kafe yang terletak di salah satu sudut Food Court Bogor Trade Mall itu, memang layak mendapat julukan sesuai motto yang diusung, ‘the perfect corner in town’, karena bukan saja menyuguhkan panorama indah Gunung Salak, salah satu menu yang disediakan, yakni menu minuman yang diberi nama Exotic Bali, citarasanya benar-benar membuat saya kepincut.
Tak ayal, ketika saya singgah kembali ke tempat itu, bukannya mencoba menu-menu lain yang belum saya cicipi, saya malah memesan Exotic Bali lagi. Kali ini, saya hanya ingin menikmati saja citarasa minuman itu tanpa perlu ditemani oleh Operational Manager sekaligus Chef De Teras Corner, Galih.
Tak berapa lama, minuman pikasono itu pun diantarkan seorang kru kafe yang resmi dibuka 9 September 2006 itu. Tampilannya tetap tidak berubah. Dengan warna ungu muda yang menggugah selera dan titik-titik bening embun yang menghiasi badan gelas itu, seakan menjanjikan sensasi eksotis kesejukan.
Pada saat terhidang di hadapan, saya pun segera mengaduk minuman yang sangat menyegarkan itu. Warna ungu eksotis itu pun semakin kentara, seolah meminta untuk segera direguk. Air liur ini pun sampai terbit berkali-kali berusaha menahan selera yang ingin sesegera mungkin menikmati keeksotisan menu yang satu itu.
Seruput demi seruput minuman itu pun mengalir membasahi tenggorokan. Dinginnya begitu mampu menendang hingga ke belakang kepala. Bahkan, mata ini dibuatnya merem melek berusaha melawan kesejukan yang tiada taranya itu. Manis dan gurih sangat padu, sangat menyatu.
Satu lagi yang menambah kenikmatan dalam menyeruput minuman itu adalah, mata ini dapat memandang lepas ke arah panorama Gunung Salak yang saat itu cukup berani menampakkan dirinya tanpa diselimuti kabut. Meski namanya mengusung Bali, nyatanya hal itu sah-sah saja. Walau dalam hati kecil ini ingin sekali menamakan Exotic Bali menjadi Exotic Bogor atau Exotic Salak. Tapi, pencipta menu tentunya akan komplain.
Nyatanya, Exotic Bali ternyata sungguh luar biasa. Segelas minuman dingin yang segar terbuat dari susu murni segar yang di-blended dengan anggur Bali, simple syrup, powder perasa, dan es batu, mampu menghadirkan suasana eksotis yang membuat diri terkenang akan keindahan Pulau Dewata.
Exotic Bali lagi-lagi memang merupakan paket menu istimewa yang luar biasa. Sungguh menjadi kuliner indah yang mampu memenuhi kriteria empat sehat lima sempurna. Sekali lagi, sungguh sayang Bondan Winarno belum pernah mendatangi tempat itu, karena kedua menu itu memang benar-benar ajib mararaknyus, euy.
Rudi D. Sukmana
De Teras Corner, telah mendapat tempat tersendiri di hati saya. Kafe yang terletak di salah satu sudut Food Court Bogor Trade Mall itu, memang layak mendapat julukan sesuai motto yang diusung, ‘the perfect corner in town’, karena bukan saja menyuguhkan panorama indah Gunung Salak, salah satu menu yang disediakan, yakni menu minuman yang diberi nama Exotic Bali, citarasanya benar-benar membuat saya kepincut.
Tak ayal, ketika saya singgah kembali ke tempat itu, bukannya mencoba menu-menu lain yang belum saya cicipi, saya malah memesan Exotic Bali lagi. Kali ini, saya hanya ingin menikmati saja citarasa minuman itu tanpa perlu ditemani oleh Operational Manager sekaligus Chef De Teras Corner, Galih.
Tak berapa lama, minuman pikasono itu pun diantarkan seorang kru kafe yang resmi dibuka 9 September 2006 itu. Tampilannya tetap tidak berubah. Dengan warna ungu muda yang menggugah selera dan titik-titik bening embun yang menghiasi badan gelas itu, seakan menjanjikan sensasi eksotis kesejukan.
Pada saat terhidang di hadapan, saya pun segera mengaduk minuman yang sangat menyegarkan itu. Warna ungu eksotis itu pun semakin kentara, seolah meminta untuk segera direguk. Air liur ini pun sampai terbit berkali-kali berusaha menahan selera yang ingin sesegera mungkin menikmati keeksotisan menu yang satu itu.
Seruput demi seruput minuman itu pun mengalir membasahi tenggorokan. Dinginnya begitu mampu menendang hingga ke belakang kepala. Bahkan, mata ini dibuatnya merem melek berusaha melawan kesejukan yang tiada taranya itu. Manis dan gurih sangat padu, sangat menyatu.
Satu lagi yang menambah kenikmatan dalam menyeruput minuman itu adalah, mata ini dapat memandang lepas ke arah panorama Gunung Salak yang saat itu cukup berani menampakkan dirinya tanpa diselimuti kabut. Meski namanya mengusung Bali, nyatanya hal itu sah-sah saja. Walau dalam hati kecil ini ingin sekali menamakan Exotic Bali menjadi Exotic Bogor atau Exotic Salak. Tapi, pencipta menu tentunya akan komplain.
Nyatanya, Exotic Bali ternyata sungguh luar biasa. Segelas minuman dingin yang segar terbuat dari susu murni segar yang di-blended dengan anggur Bali, simple syrup, powder perasa, dan es batu, mampu menghadirkan suasana eksotis yang membuat diri terkenang akan keindahan Pulau Dewata.
Exotic Bali lagi-lagi memang merupakan paket menu istimewa yang luar biasa. Sungguh menjadi kuliner indah yang mampu memenuhi kriteria empat sehat lima sempurna. Sekali lagi, sungguh sayang Bondan Winarno belum pernah mendatangi tempat itu, karena kedua menu itu memang benar-benar ajib mararaknyus, euy.
Rudi D. Sukmana
Menu Andalan Bambula
Sensasi Rasa Menu Kreasi
Bogor, Jurnal Bogor
Menurut Cindy R. Bengardi, general manager Resto Bambula Steak and Grill, pada awalnya usaha yang turut dikelolanya itu mengusung nama Bambula Resto and Cafe yang dibuka sejak Oktober 2005.
“Sejak Januari 2008 lalu, kami mengganti nama menjadi Resto Bambula Steak and Grill, karena kami fokus menyediakan menu-menu steak dan grill,” ujar Cindy kepada Jurnal Bogor, belum lama ini.
Hadir untuk warga Bogor dan pendatang dengan mengambil lokasi di Jl. Pajajaran Indah, resto itu menghadirkan berbagai jenis steak berkualitas, seperti daging sapi kualitas Harvey dari Australia yang sudah terkenal bagi penggemar steak. “Kami juga menyediakan banyak pilihan daging lokal, seperti tenderloin, daging kambing, ayam, dan ikan yang cara memasaknya dengan dibakar atau grill,” papar Cindy.
Untuk para vegetarian, lanjut Cindy, resto itu juga menghidangkan menu grill dari beberapa jenis jamur yang dibakar dengan ramuan bumbu yang sangat sederhana. Beberapa menu andalan dari jamur, seperti Mushroom Salad, Grilled Mushroom with Tofu, dan Spaghetti Confungi, merupakan masakan-masakan inovatif hasil kreasi dari crew masak yang dikoordinir oleh beberapa orang Chef.
Ketika singgah di tempat itu, bir kocok langsung tersedia sebagai welcome drink. Rasa bir kocok itu penuh dengan nuansa jahe, namun karena disajikan dingin, kesegarannya langsung terasa di lidah.
Bruschetta, roti khas asal Itali pun lalu dicicipi. Makanan pembangkit selera itu memang cocok sebagai makanan pembuka. Bruschetta yang disajikan resto itu dibuat dari roti tawar beroleskan pasta tomat dan diberi selembar daun menthol, ada pula Bruschetta yang dibuat dari roti tawar beroleskan chili mayonaise yang diaduk dengan smoked beef dan kacang kedelai. Sungguh sangat menerbitkan nafsu makan.
Saya juga berkesempatan untuk mencicipi beberapa satu main menu yang disediakan resto itu, yakni Mushroom Salad, Grilled Mushroom with Tofu, dan Spaghetti Confungi, yang dihidangkan di atas satu piring berukuran besar.
Penataannya yang sangat menarik bagaikan penampilan kelas atas ala hotel berbintang. Tidak hanya itu, citarasa dari menu-menu yang disajikan hasil kreasi tim juru masak resto itu pantas diacungkan jempol.
Salah satu yang istimewa adalah kesegaran sayurannya. Mushroom Salad yang disajikan di atas selembar daun selada berukuran besar dan melengkung membentuk seperti mangkuk itu, citarasa sayurannya sangat segar. Lalapan dedaunan ala bule itu sangat terasa sekali ketika digigit di dalam mulut.
Keistimewaan pun muncul dari citarasa menu Grilled Mushroom with Tofu dan Spaghetti Confungi. Dasar lidah ini memang lidah Sunda, kurang pas rasanya bila tidak ada citarasa pedas yang tampil memanjakan lidah. Tak ayal, menu-menu itu pun dibanjur saus sambal dengan porsi yang cukup untuk membuat bulir-bulir keringat ini mengembun di kening.
Nyatanya, selera nusantara mampu hadir bersama suguhan menu-menu berbahasa asing di telinga itu. Secara keseluruhan, menu-menu utama yang disediakan Resto Bambula Steak and Grill memang layak menjadi andalan resto itu.
Upacara bersantap pun dilengkapi dengan menghidangkan menu-menu penutup. Satu gelas ice cream kombinasi yang dinamai The Bold and The Beautiful serta adonan ubi merah goreng yang diberi nama Bambula Surprise pun didatangkan dari dalam kitchen.
Dari segi inovasi dan kreasi, ice cream kombinasi itu memang menawarkan satu hidangan yang menarik. Sedangkan dari segi citarasa, cukup bolehlah. Hanya saja, citarasa pernak-perniknya, seperti mutiara, pacar cina, kacang merah, jagung, puding, kolang-kaling, potongan buah lechy, dan potongan buah strawberrynya menjadi pudar karena citarasa ice cream yang kuat menohok relung rasa.
Menu Bambula Surprise sendiri, sebenarnya merupakan penganan yang mirip seperti kolak biji salak. Hanya saja, ‘biji salak-biji salak’ itu tidak direndam air kolak, melainkan digoreng. Penyajiannya pun dengan menaburi tepung gula layaknya kue mochi.
Yang membedakan dengan ‘biji salak’ biasa adalah, di dalam menu kue bernama Bambula Surprise itu, ternyata ditanamkan sepotong keju. Meski citarasa keju itu tidak bahu-membahu dengan citarasa ubi merah, sebagai makanan penutup menu itu memang layak dinamakan kejutan.
Seusai berpetualang rasa di Resto Bambula Steak and Grill, tak heran bila resto itu selalu ramai dikunjungi. Menu-menu yang disediakan, nyatanya penuh dengan kreasi dan inovasi yang berani menantang para petualang rasa mendapatkan citarasa dan sensasi baru dalam menikmati hidangan kuliner di tempat itu.
Rudi D. Sukmana
Bogor, Jurnal Bogor
Menurut Cindy R. Bengardi, general manager Resto Bambula Steak and Grill, pada awalnya usaha yang turut dikelolanya itu mengusung nama Bambula Resto and Cafe yang dibuka sejak Oktober 2005.
“Sejak Januari 2008 lalu, kami mengganti nama menjadi Resto Bambula Steak and Grill, karena kami fokus menyediakan menu-menu steak dan grill,” ujar Cindy kepada Jurnal Bogor, belum lama ini.
Hadir untuk warga Bogor dan pendatang dengan mengambil lokasi di Jl. Pajajaran Indah, resto itu menghadirkan berbagai jenis steak berkualitas, seperti daging sapi kualitas Harvey dari Australia yang sudah terkenal bagi penggemar steak. “Kami juga menyediakan banyak pilihan daging lokal, seperti tenderloin, daging kambing, ayam, dan ikan yang cara memasaknya dengan dibakar atau grill,” papar Cindy.
Untuk para vegetarian, lanjut Cindy, resto itu juga menghidangkan menu grill dari beberapa jenis jamur yang dibakar dengan ramuan bumbu yang sangat sederhana. Beberapa menu andalan dari jamur, seperti Mushroom Salad, Grilled Mushroom with Tofu, dan Spaghetti Confungi, merupakan masakan-masakan inovatif hasil kreasi dari crew masak yang dikoordinir oleh beberapa orang Chef.
Ketika singgah di tempat itu, bir kocok langsung tersedia sebagai welcome drink. Rasa bir kocok itu penuh dengan nuansa jahe, namun karena disajikan dingin, kesegarannya langsung terasa di lidah.
Bruschetta, roti khas asal Itali pun lalu dicicipi. Makanan pembangkit selera itu memang cocok sebagai makanan pembuka. Bruschetta yang disajikan resto itu dibuat dari roti tawar beroleskan pasta tomat dan diberi selembar daun menthol, ada pula Bruschetta yang dibuat dari roti tawar beroleskan chili mayonaise yang diaduk dengan smoked beef dan kacang kedelai. Sungguh sangat menerbitkan nafsu makan.
Saya juga berkesempatan untuk mencicipi beberapa satu main menu yang disediakan resto itu, yakni Mushroom Salad, Grilled Mushroom with Tofu, dan Spaghetti Confungi, yang dihidangkan di atas satu piring berukuran besar.
Penataannya yang sangat menarik bagaikan penampilan kelas atas ala hotel berbintang. Tidak hanya itu, citarasa dari menu-menu yang disajikan hasil kreasi tim juru masak resto itu pantas diacungkan jempol.
Salah satu yang istimewa adalah kesegaran sayurannya. Mushroom Salad yang disajikan di atas selembar daun selada berukuran besar dan melengkung membentuk seperti mangkuk itu, citarasa sayurannya sangat segar. Lalapan dedaunan ala bule itu sangat terasa sekali ketika digigit di dalam mulut.
Keistimewaan pun muncul dari citarasa menu Grilled Mushroom with Tofu dan Spaghetti Confungi. Dasar lidah ini memang lidah Sunda, kurang pas rasanya bila tidak ada citarasa pedas yang tampil memanjakan lidah. Tak ayal, menu-menu itu pun dibanjur saus sambal dengan porsi yang cukup untuk membuat bulir-bulir keringat ini mengembun di kening.
Nyatanya, selera nusantara mampu hadir bersama suguhan menu-menu berbahasa asing di telinga itu. Secara keseluruhan, menu-menu utama yang disediakan Resto Bambula Steak and Grill memang layak menjadi andalan resto itu.
Upacara bersantap pun dilengkapi dengan menghidangkan menu-menu penutup. Satu gelas ice cream kombinasi yang dinamai The Bold and The Beautiful serta adonan ubi merah goreng yang diberi nama Bambula Surprise pun didatangkan dari dalam kitchen.
Dari segi inovasi dan kreasi, ice cream kombinasi itu memang menawarkan satu hidangan yang menarik. Sedangkan dari segi citarasa, cukup bolehlah. Hanya saja, citarasa pernak-perniknya, seperti mutiara, pacar cina, kacang merah, jagung, puding, kolang-kaling, potongan buah lechy, dan potongan buah strawberrynya menjadi pudar karena citarasa ice cream yang kuat menohok relung rasa.
Menu Bambula Surprise sendiri, sebenarnya merupakan penganan yang mirip seperti kolak biji salak. Hanya saja, ‘biji salak-biji salak’ itu tidak direndam air kolak, melainkan digoreng. Penyajiannya pun dengan menaburi tepung gula layaknya kue mochi.
Yang membedakan dengan ‘biji salak’ biasa adalah, di dalam menu kue bernama Bambula Surprise itu, ternyata ditanamkan sepotong keju. Meski citarasa keju itu tidak bahu-membahu dengan citarasa ubi merah, sebagai makanan penutup menu itu memang layak dinamakan kejutan.
Seusai berpetualang rasa di Resto Bambula Steak and Grill, tak heran bila resto itu selalu ramai dikunjungi. Menu-menu yang disediakan, nyatanya penuh dengan kreasi dan inovasi yang berani menantang para petualang rasa mendapatkan citarasa dan sensasi baru dalam menikmati hidangan kuliner di tempat itu.
Rudi D. Sukmana
Sungguh, Bakar Sate Lebih Nikmat
Bogor, Jurnal Bogor
Siang itu, saya melihat Ki Batin tengah jongkok di depan alat pemanggang. Dia tampak tekun dan larut dengan kegiatan yang dilakukannya. Sebuah kihid atau kipas dari anyaman bambu terus digoyang-goyangkan berusaha menghidupkan api dari bara arang yang mulai menyala.
Namun yang membuat aneh, Ki Batin melakukan aktivitas itu di belakang rumahnya tanpa dinaungi peneduh, sehingga teriknya matahari yang pada saat itu tengah panas-panasnya langsung menerpa dirinya. Meski demikian, sahabat saya yang satu itu tampak tidak mempedulikan situasi terik yang menimpanya.
Tertarik dengan apa yang tengah dilakukannya, saya pun menghampiri sahabat saya itu. Setelah mengucapkan salam, saya pun menanyakan mengapa Ki Batin seperti tidak menghiraukan panas terik dan tidak menggunakan alat peneduh untuk memayungi dirinya.
Ki Batin memandang saya dengan mata jenakanya sambil tersenyum. Tak lama ia berkata, “Eleuh si Aa, jaman sekarang situasi panas mah biasa. Sudah banyak orang yang tidak peduli lagi. Saya lagi berlatih biar terbiasa dengan situasi panas sekarang ini,” jawabnya penuh makna seraya menaruh empat tusuk sate di atas alat pemanggang dan terus mengipasi bara yang apinya sudah mulai berkobar.
Ki Batin pun melanjutkan, saat ini sudah begitu banyak manusia yang menggelepar kepanasan karena situasi yang tidak menentu. Dikatakannya, secara kasat mata, dengan mudah kita melihat orang miskin terbiasa berada di terik matahari, sambil antri dengan tertib hanya untuk mendapatkan satu atau dua liter minyak tanah. Sedangkan orang kaya, lagi-lagi kembali ke tanah suci melakukan umrah dan rela disengat terik matahari dalam menjalankan ritual rukun Islam ke lima. “Jomplang A, tapi begitulah hidup,” ujarnya.
Tanpa sadar, saya pun ikut jongkok di hadapan alat pemanggang tanpa menghiraukan teriknya matahari yang seakan membakar kepala ini. Meski bau rambut yang terkena sinar mentari pun tercium, saya tak mempedulikan karena sangat tertarik dengan apa yang diucapkan sahabat saya yang satu itu.
Ki Batin pun menjelaskan, kenapa dirinya membakar sate di siang hari bolong. Empat tusuk sate itu, katanya, akan diberikan kepada istri dan tiga orang anaknya. “Persediaan minyak tanah di rumah sudah habis, jadi masaknya yang dibakar saja,” ucap Ki Batin.
Sambil terus mengipasi satenya, Ki Batin menuturkan, minyak tanah dan BBM semakin sulit didapat, mungkin salahsatunya karena habis diborong orang-orang kepanasan yang ingin membakar habis apa-apa yang telah membuat dirinya panas dan akhirnya mabuk.
“Lantas setelah simbol-simbol yang membuat diri mereka hangus terbakar, what next? Banggakah? Legakah? Merasa paling benar dan paling menangkah? Atau, redakah panas yang memabukkan itu? Sungguh banyak manusa menikmati keadaan kepanasan dan mabuk sekarang ini,” ujarnya sambil matanya terus menatapi sate yang mulai matang.
“Nah, satenya sudah matang, A. Mangga atuh, saya mau masuk ke dalam dulu,” ujar Ki Batin sambil menggenggam empat tusuk satenya untuk dinikmati bersama istri dan anak-anaknya. Sungguh, membakar sate lebih nikmat.
Rudi D. Sukmana
Siang itu, saya melihat Ki Batin tengah jongkok di depan alat pemanggang. Dia tampak tekun dan larut dengan kegiatan yang dilakukannya. Sebuah kihid atau kipas dari anyaman bambu terus digoyang-goyangkan berusaha menghidupkan api dari bara arang yang mulai menyala.
Namun yang membuat aneh, Ki Batin melakukan aktivitas itu di belakang rumahnya tanpa dinaungi peneduh, sehingga teriknya matahari yang pada saat itu tengah panas-panasnya langsung menerpa dirinya. Meski demikian, sahabat saya yang satu itu tampak tidak mempedulikan situasi terik yang menimpanya.
Tertarik dengan apa yang tengah dilakukannya, saya pun menghampiri sahabat saya itu. Setelah mengucapkan salam, saya pun menanyakan mengapa Ki Batin seperti tidak menghiraukan panas terik dan tidak menggunakan alat peneduh untuk memayungi dirinya.
Ki Batin memandang saya dengan mata jenakanya sambil tersenyum. Tak lama ia berkata, “Eleuh si Aa, jaman sekarang situasi panas mah biasa. Sudah banyak orang yang tidak peduli lagi. Saya lagi berlatih biar terbiasa dengan situasi panas sekarang ini,” jawabnya penuh makna seraya menaruh empat tusuk sate di atas alat pemanggang dan terus mengipasi bara yang apinya sudah mulai berkobar.
Ki Batin pun melanjutkan, saat ini sudah begitu banyak manusia yang menggelepar kepanasan karena situasi yang tidak menentu. Dikatakannya, secara kasat mata, dengan mudah kita melihat orang miskin terbiasa berada di terik matahari, sambil antri dengan tertib hanya untuk mendapatkan satu atau dua liter minyak tanah. Sedangkan orang kaya, lagi-lagi kembali ke tanah suci melakukan umrah dan rela disengat terik matahari dalam menjalankan ritual rukun Islam ke lima. “Jomplang A, tapi begitulah hidup,” ujarnya.
Tanpa sadar, saya pun ikut jongkok di hadapan alat pemanggang tanpa menghiraukan teriknya matahari yang seakan membakar kepala ini. Meski bau rambut yang terkena sinar mentari pun tercium, saya tak mempedulikan karena sangat tertarik dengan apa yang diucapkan sahabat saya yang satu itu.
Ki Batin pun menjelaskan, kenapa dirinya membakar sate di siang hari bolong. Empat tusuk sate itu, katanya, akan diberikan kepada istri dan tiga orang anaknya. “Persediaan minyak tanah di rumah sudah habis, jadi masaknya yang dibakar saja,” ucap Ki Batin.
Sambil terus mengipasi satenya, Ki Batin menuturkan, minyak tanah dan BBM semakin sulit didapat, mungkin salahsatunya karena habis diborong orang-orang kepanasan yang ingin membakar habis apa-apa yang telah membuat dirinya panas dan akhirnya mabuk.
“Lantas setelah simbol-simbol yang membuat diri mereka hangus terbakar, what next? Banggakah? Legakah? Merasa paling benar dan paling menangkah? Atau, redakah panas yang memabukkan itu? Sungguh banyak manusa menikmati keadaan kepanasan dan mabuk sekarang ini,” ujarnya sambil matanya terus menatapi sate yang mulai matang.
“Nah, satenya sudah matang, A. Mangga atuh, saya mau masuk ke dalam dulu,” ujar Ki Batin sambil menggenggam empat tusuk satenya untuk dinikmati bersama istri dan anak-anaknya. Sungguh, membakar sate lebih nikmat.
Rudi D. Sukmana
Black Forest D’fla, Kue Coklat Tiada Tara
Bogor, Jurnal Bogor
Menikmati kue-kue hasil olahan D’fla Cake House yang terletak di Jl. Halimun Bogor memang menyuguhkan kenikmatan citarasa tersendiri. Meski saat ini pemasaran rumah kue itu lebih berkonsentrasi pada pembuatan kue berdasarkan pesanan yang didapat, usaha yang dirintis Dewi Prianasari sejak 2005 itu telah memiliki penggemar sendiri.
“Awalnya memang dari hobi bikin kue waktu masih bekerja. Karena banyak terima pesanan, akhirnya saya beralih menjadi wiraswasta di bidang kue,” ungkap Dewi kepada Jurnal Bogor, kemarin.
Dikatakan Dewi, dalam satu hari rumah kue usahanya itu memproduksi kue-kue lebih dari 20 kue bermacam ukuran, dari ukuran 20 x 20 centimeter sampai ukuran 40 x 60 centimeter. “Harga kue yang kami buat mulai Rp 150.000 sampai Rp 1,150 juta,” ujarnya.
Pembeli, lanjut Dewi, dapat memesan terlebih dahulu kue dengan beragam bentuk dan ukuran. “Kami juga dapat membuatkan kue yang menampilkan foto wajah atau logo perusahan sesuai pesanan. Gambar foto atau logo itu aman untuk dikonsumsi,” terangnya.
Bandrol harga yang di atas harga standar itu, imbuh Dewi, karena bahan-bahan pembuat kuenya sangat terpilih, sehingga kue produksinya sangat diminati banyak perusahaan. Untuk di Kota Bogor saja, sedikitnya sembilan bank telah menjadi langganan kami dan selalu memesan untuk dibuatkan kue,” jelasnya.
Citarasa kue hasil kreasi D’fla Cake House, memang sesuai dengan apa yang telah dituturkan pemiliknya. Saya pernah membeli kue hasil D’fla, yakni black forest. Dari tampilannya saja, kue itu sangat menggugah selera. Setelah dicicipi, black forest dari D’fla Cake House benar-benar menyajikan citarasa kue berkelas tinggi.
Kelembutan tektur kuenya sangat padu dengan citarasa krim coklat yang menutupi seluruh bagian kue itu. Sama sekali tidak membuat eneg dalam menyantapnya, sebaliknya, membuat diri ini ingin tambah lagi dan lagi. Sungguh kue coklat yang tiada tara.
Rudi D. Sukmana
Menikmati kue-kue hasil olahan D’fla Cake House yang terletak di Jl. Halimun Bogor memang menyuguhkan kenikmatan citarasa tersendiri. Meski saat ini pemasaran rumah kue itu lebih berkonsentrasi pada pembuatan kue berdasarkan pesanan yang didapat, usaha yang dirintis Dewi Prianasari sejak 2005 itu telah memiliki penggemar sendiri.
“Awalnya memang dari hobi bikin kue waktu masih bekerja. Karena banyak terima pesanan, akhirnya saya beralih menjadi wiraswasta di bidang kue,” ungkap Dewi kepada Jurnal Bogor, kemarin.
Dikatakan Dewi, dalam satu hari rumah kue usahanya itu memproduksi kue-kue lebih dari 20 kue bermacam ukuran, dari ukuran 20 x 20 centimeter sampai ukuran 40 x 60 centimeter. “Harga kue yang kami buat mulai Rp 150.000 sampai Rp 1,150 juta,” ujarnya.
Pembeli, lanjut Dewi, dapat memesan terlebih dahulu kue dengan beragam bentuk dan ukuran. “Kami juga dapat membuatkan kue yang menampilkan foto wajah atau logo perusahan sesuai pesanan. Gambar foto atau logo itu aman untuk dikonsumsi,” terangnya.
Bandrol harga yang di atas harga standar itu, imbuh Dewi, karena bahan-bahan pembuat kuenya sangat terpilih, sehingga kue produksinya sangat diminati banyak perusahaan. Untuk di Kota Bogor saja, sedikitnya sembilan bank telah menjadi langganan kami dan selalu memesan untuk dibuatkan kue,” jelasnya.
Citarasa kue hasil kreasi D’fla Cake House, memang sesuai dengan apa yang telah dituturkan pemiliknya. Saya pernah membeli kue hasil D’fla, yakni black forest. Dari tampilannya saja, kue itu sangat menggugah selera. Setelah dicicipi, black forest dari D’fla Cake House benar-benar menyajikan citarasa kue berkelas tinggi.
Kelembutan tektur kuenya sangat padu dengan citarasa krim coklat yang menutupi seluruh bagian kue itu. Sama sekali tidak membuat eneg dalam menyantapnya, sebaliknya, membuat diri ini ingin tambah lagi dan lagi. Sungguh kue coklat yang tiada tara.
Rudi D. Sukmana
Pempek Family BTM
Menu Alternatif Bercitarasa Atraktif
Bogor, Jurnal Bogor
Tim Petualang Kuliner pun akhirnya terdampar di Bogor Trade Mall (BTM), untuk hangout di food court BTM yang terkenal memiliki panorama Gunung Salak yang indah. Saat itu kebetulan bertepatan dengan event Berbagi ‘Pahala’ Jurnal Bogor yang dimeriahkan grup band d’mellow.
Para awak redaksi terlihat cukup sibuk mempersiapkan berbagai perlengkapan untuk menghibur para pengunjung. Sambil menunggu acara di mulai, kami putuskan untuk mencicipi makanan yang tersedia di sini.
Karena begitu banyak tenant makanan, kami pun harus mengitari satu rute hanya untuk menentukan pesanan. Untuk makanan kami pesan pempek telur, tahu dan kulit dari Pempek Family. Sedangkan minuman kami pesan Es Cendol de Keraton karena tenantnya yang sangat unik, yaitu menggunakan tanggungan tradisional dari bambu dan kayu.
Dahaga yang sudah tak tertahankan ini, membuat kami segera membeli energi drink dengan merk Isotonik. Kesegarannya mampu menghilangkan dahaga dan diyakini dapat menambah cairan tubuh. Apalagi jika diminum saat dingin, benar-benar nikmat dan mantap.
Sambil mencari tempat kosong, kami mengamati hiruk pikuk pengunjung yang memadati foodcourt BTM. Karena hari kerja, yakni Jumat 2 Mei 2008, sebagian besar pengunjung berasal dari kalangan eksekutif muda. Namun di sudut ruangan, terlihat juga kerumunan remaja yang menunggu giliran menonton di Cinema 21 BTM.
Setelah berkeliling, kami putuskan menikmati makanan yang telah kami pesan di balkon. Suasana di sini ternyata cukup berbeda, selain angin sepoi-sepoi, pengunjung juga bisa menikmati pemandangan Gunung Salak. Posisi di balkon ternyata cukup digandrungi pengunjung, terutama para perokok.
Aldino, alhamdulillah dia nongol, yakni pelayan yang mengantarkan pesanan kami. Terhidanglah tiga macam pempek yang bentuknya tidak terlalu besar, dilengkapi kuah cuka dan potongan timun kecil-kecil. Penampilannya sih biasa saja, sehingga tak banyak yang bisa kami ceritakan.
Oke, saatnya melahap. Pertama kami cipipi pempek tahunya, empuknya bukan main. Tahu putih yang ada di dalamnya cukup besar, dan balutan pempeknya terasa sangat garing. Terlihat sang empu cukup concern dalam hal yang satu ini.
Selanjutnya pempek kulit, bentuknya ternyata lebih kecil dibandingkan pempek kulit lainnya. Ketika digigit, tidak terlalu empuk dan rasa ikannya kurang mendominasi. Namun patut diacungi jempol karena tak terasa amis.
Pempek telur sudah siap menanti, kebetulan kami penggemar telur, jadi akan kami kupas tuntas pempek yang satu ini. Meski bentuknya tidak besar, namun rasanya nendang banget di lidah. Rasa ikannya ngeblend sama telurnya. Kami sangat menikmati pempek yang digoreng garing itu. Akan tetapi, disarankan untuk memperbesar bentuknya dan diperbanyak telurnya.
Citarasa kuah Pempek Family secara keseluruhan tidak mengecewakan. Rasanya tidak terlalu asam, tapi cukup membuat mata ini melek. Bagi yang sedang bosan dengan makanan bersantan dan berbumbu, makanan asli Palembang ini bisa jadi alternatif yang memiliki citarasa atraktif. Harganya juga tidak membuat kantong dirogoh dalam, karena menu-menu itu dibandrol dengan harga Rp 3.000.
Puas melahap pempek, sekarang giliran Es Cendol de Keraton. Menurut selera lidah ini, air cendolnya disajikan tidak terlalu manis. Bila menyukai citarasa manis, disarankan untuk meminta tambahan gula jika membeli es cendol yang satu ini.
Meski demikian, citarasa cendolnya patut diacungi jempol. Kekenyalan cendolnya pas dan enggak hambar, karena santannya yang kental itu mampu merasuki tiap butir cendol. Harganya pun cukup terjangkau, yakni Rp 5.000 saja.
Sayangnya, kami tidak mendapat kesempatan untuk bertanya lebih jauh kepada para penyaji menu-menu yang kami pesan, karena para pemiliknya tidak ada di tempat dan para penjaga tenant tampak sangat sibuk melayani para pengunjung Food Court BTM yang memiliki kapasitas 600 tempat duduk itu.
Namun secara keseluruhan, suasana Food Court BTM memang sangat asyik untuk menjadi tempat kongkow bersama keluarga, teman, atau kolega. Apalagi di akhir pekan, pengunjung Food Court dapat menikmati sajian hidangan yang disediakan sambil mendengarkan alunan musik-musik live yang dibawakan band-band Kota Bogor.
Julvahmi/Nasia
Bogor, Jurnal Bogor
Tim Petualang Kuliner pun akhirnya terdampar di Bogor Trade Mall (BTM), untuk hangout di food court BTM yang terkenal memiliki panorama Gunung Salak yang indah. Saat itu kebetulan bertepatan dengan event Berbagi ‘Pahala’ Jurnal Bogor yang dimeriahkan grup band d’mellow.
Para awak redaksi terlihat cukup sibuk mempersiapkan berbagai perlengkapan untuk menghibur para pengunjung. Sambil menunggu acara di mulai, kami putuskan untuk mencicipi makanan yang tersedia di sini.
Karena begitu banyak tenant makanan, kami pun harus mengitari satu rute hanya untuk menentukan pesanan. Untuk makanan kami pesan pempek telur, tahu dan kulit dari Pempek Family. Sedangkan minuman kami pesan Es Cendol de Keraton karena tenantnya yang sangat unik, yaitu menggunakan tanggungan tradisional dari bambu dan kayu.
Dahaga yang sudah tak tertahankan ini, membuat kami segera membeli energi drink dengan merk Isotonik. Kesegarannya mampu menghilangkan dahaga dan diyakini dapat menambah cairan tubuh. Apalagi jika diminum saat dingin, benar-benar nikmat dan mantap.
Sambil mencari tempat kosong, kami mengamati hiruk pikuk pengunjung yang memadati foodcourt BTM. Karena hari kerja, yakni Jumat 2 Mei 2008, sebagian besar pengunjung berasal dari kalangan eksekutif muda. Namun di sudut ruangan, terlihat juga kerumunan remaja yang menunggu giliran menonton di Cinema 21 BTM.
Setelah berkeliling, kami putuskan menikmati makanan yang telah kami pesan di balkon. Suasana di sini ternyata cukup berbeda, selain angin sepoi-sepoi, pengunjung juga bisa menikmati pemandangan Gunung Salak. Posisi di balkon ternyata cukup digandrungi pengunjung, terutama para perokok.
Aldino, alhamdulillah dia nongol, yakni pelayan yang mengantarkan pesanan kami. Terhidanglah tiga macam pempek yang bentuknya tidak terlalu besar, dilengkapi kuah cuka dan potongan timun kecil-kecil. Penampilannya sih biasa saja, sehingga tak banyak yang bisa kami ceritakan.
Oke, saatnya melahap. Pertama kami cipipi pempek tahunya, empuknya bukan main. Tahu putih yang ada di dalamnya cukup besar, dan balutan pempeknya terasa sangat garing. Terlihat sang empu cukup concern dalam hal yang satu ini.
Selanjutnya pempek kulit, bentuknya ternyata lebih kecil dibandingkan pempek kulit lainnya. Ketika digigit, tidak terlalu empuk dan rasa ikannya kurang mendominasi. Namun patut diacungi jempol karena tak terasa amis.
Pempek telur sudah siap menanti, kebetulan kami penggemar telur, jadi akan kami kupas tuntas pempek yang satu ini. Meski bentuknya tidak besar, namun rasanya nendang banget di lidah. Rasa ikannya ngeblend sama telurnya. Kami sangat menikmati pempek yang digoreng garing itu. Akan tetapi, disarankan untuk memperbesar bentuknya dan diperbanyak telurnya.
Citarasa kuah Pempek Family secara keseluruhan tidak mengecewakan. Rasanya tidak terlalu asam, tapi cukup membuat mata ini melek. Bagi yang sedang bosan dengan makanan bersantan dan berbumbu, makanan asli Palembang ini bisa jadi alternatif yang memiliki citarasa atraktif. Harganya juga tidak membuat kantong dirogoh dalam, karena menu-menu itu dibandrol dengan harga Rp 3.000.
Puas melahap pempek, sekarang giliran Es Cendol de Keraton. Menurut selera lidah ini, air cendolnya disajikan tidak terlalu manis. Bila menyukai citarasa manis, disarankan untuk meminta tambahan gula jika membeli es cendol yang satu ini.
Meski demikian, citarasa cendolnya patut diacungi jempol. Kekenyalan cendolnya pas dan enggak hambar, karena santannya yang kental itu mampu merasuki tiap butir cendol. Harganya pun cukup terjangkau, yakni Rp 5.000 saja.
Sayangnya, kami tidak mendapat kesempatan untuk bertanya lebih jauh kepada para penyaji menu-menu yang kami pesan, karena para pemiliknya tidak ada di tempat dan para penjaga tenant tampak sangat sibuk melayani para pengunjung Food Court BTM yang memiliki kapasitas 600 tempat duduk itu.
Namun secara keseluruhan, suasana Food Court BTM memang sangat asyik untuk menjadi tempat kongkow bersama keluarga, teman, atau kolega. Apalagi di akhir pekan, pengunjung Food Court dapat menikmati sajian hidangan yang disediakan sambil mendengarkan alunan musik-musik live yang dibawakan band-band Kota Bogor.
Julvahmi/Nasia
Warung Tenda My Ten’
Bakso Kotak yang Menyentak
Bogor, Jurnal Bogor
Deadline, itulah kata yang memenuhi otak kami setelah pulang dari Cibinong. Perut lapar dan tubuh yang cukup lelah, membuat kepala ini rasanya tak bisa lagi berpikir dengan jernih. Sambil menuju jalan pulang, kepala kami tak henti-hentinya mencari salah satu resto atau kafe yang dapat kami singgahi. Namun sayang hasilnya nihil.
Ketika melewati Jl. Pemuda, kami teringat ada satu warung tenda yang selalu membuat kami penasaran. Namanya My Ten’ yang menyediakan berbagai menu bakso unik dan sedikit asing di Bogor. Biasanya bakso itu berbentuk bulat, namun di sini bentuknya kotak dan isinya lebih beragam.
Tanpa pikir panjang, kami memesan seporsi bakso. Kami memilih menu bakso campur yang terdiri dari dua bakso kotak urat dan bakso kotak keju dengan diiringi mie serta sayur.
Saat memasukan berbagai bahan ke dalam mangkuk, kami melihat para pelayan memakai sarung tangan. Sepertinya sang empu mengerti betul akan kebersihan makanan untuk disajikan kepada pelanggan.
Tidak lama kemudian pelayan datang membawa seporsi bakso, karena perut kami sudah meronta-ronta untuk diisi. Tanpa basa-basi kami langsung melahapnya. Baru kali ini kami makan bakso tanpa meraciknya terlebih dahulu. Meski menurut salah seorang rekan kami kuah kaldunya kurang asin, bagi saya sudah terasa pas banget di lidah. Biarpun begitu, lidah kami tetap bergoyang.
Sekarang giliran baksonya, hmm.. ternyata ketika digigit, si bakso itu memiliki kekenyalan dan keempukan yang pas. Bakso ini beneran bakso daging, bukan cuma tepung kanji ataupun terigu. Bumbu kuahnya pun sudah menyerap ke dalam bakso sehingga bikin rasanya tambah mantap.
Sensasi rasa yang muncul dari sajian bakso kotak benar-benar membuat kami tersedak. Di dalam bakso bervolume satu sentimeter kubik tersebut, ternyata terdapat sepotong keju yang pada saat berada di dalam mulut pun lumer. Lumerannya langsung merebak ke seluruh relung rasa, menghadirkan sensasi citarasa yang menyentak.
Sambil menikmati bakso kotak, kami kembali melirik kepada menu yang tersedia di atas meja. Gambar-gambar yang menggoda lidah ini, membuat kami sempat bingung memilih dan akhirnya sop buahlah yang muncul sebagai pemenangnya.
Dengan porsi sop buah yang tumpah ruah itu, selain dinikmati sendiri, dapat juga dinikmati berdua. Kami pun mengobrak-abrik isinya, ternyata buah-buahan yang diberikan cukup eksklusif. Dari melon, apel, strawberry, pir, jeruk, semangka, markisa bahkan anggur ikut serta meramaikan suasana sop buah. Kami pun sempat berprasangka bahwa sop buah ini mahal, nyatanya hanya Rp 7.000 saja.
Karena penasaran, kami menanyakan kepada seorang pelayan siapa pemilik resep unik dan menarik itu. Kebetulan sang pemilik hadir untuk mengontrol warung tendanya. Dengan sedikit bercuap-cuap, akhirnya Warsito selaku pemilik My Ten’ bersedia memberikan informasi mengenai menu baksonya itu.
“Jaman sekarang harus bisa memanfaatkan kesempatan yang ada serta harus mampu memberikan warna baru terutama di dunia kuliner ini. Apalagi saya melihat daerah Air Mancur itu selalu ramai,” ungkapnya kepada Jurnal Bogor, kemarin.
Dikatakan Warsito, biarpun usaha warung tendanya itu sudah dua tahun berjalan, tetap saja memiliki kendala. “Biasanya pada saat musim hujan tiba, karena banyak pelanggan yang malas untuk mampir, sebab mereka lebih ingin cepat sampai rumah,” ujar pria kelahiran Madiun, 29 Januari 1968 itu.
Diakui suami dari Yuniwati itu, harga yang ditawarkan My Ten’ cukup terjangkau, berkisar antara Rp 5.000 hingga Rp 8.000. “Sebab di daerah Air Mancur merupakan tempat nongkrong anak muda, kalau terlalu mahal mana mau mereka mampir. Saya cukup tahu kantong anak muda,” jelasnya.
Pria yang hobi memasak itu mengatakan, ia berencana akan menambah jenis bakso dan menu makanan lainnya. “Saya ingin membuat bakso kotak isi udang, bakso buah, bihun goreng, mie goreng dan nasi goreng bakso sosis. Semua serba spesial deh, jadi tunggu saja tanggal mainnya,” pungkasnya.
Nasia Freemeta/Julvahmi
Bogor, Jurnal Bogor
Deadline, itulah kata yang memenuhi otak kami setelah pulang dari Cibinong. Perut lapar dan tubuh yang cukup lelah, membuat kepala ini rasanya tak bisa lagi berpikir dengan jernih. Sambil menuju jalan pulang, kepala kami tak henti-hentinya mencari salah satu resto atau kafe yang dapat kami singgahi. Namun sayang hasilnya nihil.
Ketika melewati Jl. Pemuda, kami teringat ada satu warung tenda yang selalu membuat kami penasaran. Namanya My Ten’ yang menyediakan berbagai menu bakso unik dan sedikit asing di Bogor. Biasanya bakso itu berbentuk bulat, namun di sini bentuknya kotak dan isinya lebih beragam.
Tanpa pikir panjang, kami memesan seporsi bakso. Kami memilih menu bakso campur yang terdiri dari dua bakso kotak urat dan bakso kotak keju dengan diiringi mie serta sayur.
Saat memasukan berbagai bahan ke dalam mangkuk, kami melihat para pelayan memakai sarung tangan. Sepertinya sang empu mengerti betul akan kebersihan makanan untuk disajikan kepada pelanggan.
Tidak lama kemudian pelayan datang membawa seporsi bakso, karena perut kami sudah meronta-ronta untuk diisi. Tanpa basa-basi kami langsung melahapnya. Baru kali ini kami makan bakso tanpa meraciknya terlebih dahulu. Meski menurut salah seorang rekan kami kuah kaldunya kurang asin, bagi saya sudah terasa pas banget di lidah. Biarpun begitu, lidah kami tetap bergoyang.
Sekarang giliran baksonya, hmm.. ternyata ketika digigit, si bakso itu memiliki kekenyalan dan keempukan yang pas. Bakso ini beneran bakso daging, bukan cuma tepung kanji ataupun terigu. Bumbu kuahnya pun sudah menyerap ke dalam bakso sehingga bikin rasanya tambah mantap.
Sensasi rasa yang muncul dari sajian bakso kotak benar-benar membuat kami tersedak. Di dalam bakso bervolume satu sentimeter kubik tersebut, ternyata terdapat sepotong keju yang pada saat berada di dalam mulut pun lumer. Lumerannya langsung merebak ke seluruh relung rasa, menghadirkan sensasi citarasa yang menyentak.
Sambil menikmati bakso kotak, kami kembali melirik kepada menu yang tersedia di atas meja. Gambar-gambar yang menggoda lidah ini, membuat kami sempat bingung memilih dan akhirnya sop buahlah yang muncul sebagai pemenangnya.
Dengan porsi sop buah yang tumpah ruah itu, selain dinikmati sendiri, dapat juga dinikmati berdua. Kami pun mengobrak-abrik isinya, ternyata buah-buahan yang diberikan cukup eksklusif. Dari melon, apel, strawberry, pir, jeruk, semangka, markisa bahkan anggur ikut serta meramaikan suasana sop buah. Kami pun sempat berprasangka bahwa sop buah ini mahal, nyatanya hanya Rp 7.000 saja.
Karena penasaran, kami menanyakan kepada seorang pelayan siapa pemilik resep unik dan menarik itu. Kebetulan sang pemilik hadir untuk mengontrol warung tendanya. Dengan sedikit bercuap-cuap, akhirnya Warsito selaku pemilik My Ten’ bersedia memberikan informasi mengenai menu baksonya itu.
“Jaman sekarang harus bisa memanfaatkan kesempatan yang ada serta harus mampu memberikan warna baru terutama di dunia kuliner ini. Apalagi saya melihat daerah Air Mancur itu selalu ramai,” ungkapnya kepada Jurnal Bogor, kemarin.
Dikatakan Warsito, biarpun usaha warung tendanya itu sudah dua tahun berjalan, tetap saja memiliki kendala. “Biasanya pada saat musim hujan tiba, karena banyak pelanggan yang malas untuk mampir, sebab mereka lebih ingin cepat sampai rumah,” ujar pria kelahiran Madiun, 29 Januari 1968 itu.
Diakui suami dari Yuniwati itu, harga yang ditawarkan My Ten’ cukup terjangkau, berkisar antara Rp 5.000 hingga Rp 8.000. “Sebab di daerah Air Mancur merupakan tempat nongkrong anak muda, kalau terlalu mahal mana mau mereka mampir. Saya cukup tahu kantong anak muda,” jelasnya.
Pria yang hobi memasak itu mengatakan, ia berencana akan menambah jenis bakso dan menu makanan lainnya. “Saya ingin membuat bakso kotak isi udang, bakso buah, bihun goreng, mie goreng dan nasi goreng bakso sosis. Semua serba spesial deh, jadi tunggu saja tanggal mainnya,” pungkasnya.
Nasia Freemeta/Julvahmi
Nikmatnya Mencelup Roti ke Dalam Kopi
Bogor, Jurnal Bogor
Hampir satu minggu terakhir, saya selalu terserang kantuk di siang hari. Rasa kantuk yang sangat berat, yang mampu membuat saya menguap berkali-kali. Demikian juga halnya pada hari ini, menjelang pukul 12.00, rasa kantuk pun kembali menyerang.
Sambil melangkahkan kaki yang semakin terasa berat, tanpa disadari saya melewati satu tempat makan yang sederhana di Jl. Raya Tajur, tepat di depan bengkel Mobil Mas yang terletak di Jl. Raya Tajur No.81, Bogor.
Aroma roti bakar menyerang indra penciuman ini, membuat saya menoleh mencari sumber aroma itu. Satu tempat bernama Warkop Sari Rasa pun mampu membuat saya singgah ke tempat itu, dan segera memesan satu gelas kopi hitam ditambah dua iris roti tawar tanpa diolah atau dipanggang.
Dengan sigap, Herman, penjaga Warkop Sari Rasa segera meracik kopi hitam dan menyediakan di hadapan lengkap dengan dua iris roti tawar yang diletakkan di atas piring kecil. Harum aroma kopi yang merebak bersama kepulan uapnya sangat menggoda selera, dan mampu membuat rasa kantuk ini tiba-tiba menghilang.
Sambil mengaduk kopi yang masih panas itu, saya pun mengajak Herman berbincang. Dikatakan Herman, Warkop Sari Rasa sudah dibuka sejak enam tahun lalu. “Warkop ini dimiliki Bapak Amid, asli Sumedang,” ujar Herman.
Herman juga mengatakan, Warkop Sari Rasa dibuka setiap hari mulai pukul 16.00 sampai pukul 4.00. “Kecuali hari libur, kami buka 24 jam nonstop,” ujarnya seraya menambahkan, siang di hari biasa tempatnya digunakan sebagai warung nasi.
Menu-menu yang disediakan Warkop Sari Rasa sedehana saja. Menu makanannya terdiri dari roti dan pisang bakar, serta indomie yang disajikan dengan beragam rasa, seperti roti dan pisang bakar coklat keju dan indomie telur kornet. Sedangkan menu minumannya, antara lain lemon tea, STMJ, bansus, capuccino, kopi susu, dan kopi hitam.
“Harga termurah yang kami tawarkan Rp 1.000 yakni es tawar dan termahal mencapai Rp 8.000 yakni menu Internet Spesial atau indomie telur kornet dengan parutan keju di atasnya,” papar Herman.
Setelah kopi hitam pesanan mulai hangat, seiris roti tawar pun saya comot dan lipat menjadi dua. Dengan perlahan, roti tawar itu saya celupkan ke dalam kopi sambil berusaha mengenang saat-saat santai di pagi hari.
Satu kunyahan roti tawar yang bercampur dengan air kopi pun masuk ke dalam mulut. Nikmatnya roti tawar yang tengah dikunyah pun terasa lebih nikmat ketika kopi pun diseruput. Dan kantuk pun sirna entah kemana.
Rudi D. Sukmana
Hampir satu minggu terakhir, saya selalu terserang kantuk di siang hari. Rasa kantuk yang sangat berat, yang mampu membuat saya menguap berkali-kali. Demikian juga halnya pada hari ini, menjelang pukul 12.00, rasa kantuk pun kembali menyerang.
Sambil melangkahkan kaki yang semakin terasa berat, tanpa disadari saya melewati satu tempat makan yang sederhana di Jl. Raya Tajur, tepat di depan bengkel Mobil Mas yang terletak di Jl. Raya Tajur No.81, Bogor.
Aroma roti bakar menyerang indra penciuman ini, membuat saya menoleh mencari sumber aroma itu. Satu tempat bernama Warkop Sari Rasa pun mampu membuat saya singgah ke tempat itu, dan segera memesan satu gelas kopi hitam ditambah dua iris roti tawar tanpa diolah atau dipanggang.
Dengan sigap, Herman, penjaga Warkop Sari Rasa segera meracik kopi hitam dan menyediakan di hadapan lengkap dengan dua iris roti tawar yang diletakkan di atas piring kecil. Harum aroma kopi yang merebak bersama kepulan uapnya sangat menggoda selera, dan mampu membuat rasa kantuk ini tiba-tiba menghilang.
Sambil mengaduk kopi yang masih panas itu, saya pun mengajak Herman berbincang. Dikatakan Herman, Warkop Sari Rasa sudah dibuka sejak enam tahun lalu. “Warkop ini dimiliki Bapak Amid, asli Sumedang,” ujar Herman.
Herman juga mengatakan, Warkop Sari Rasa dibuka setiap hari mulai pukul 16.00 sampai pukul 4.00. “Kecuali hari libur, kami buka 24 jam nonstop,” ujarnya seraya menambahkan, siang di hari biasa tempatnya digunakan sebagai warung nasi.
Menu-menu yang disediakan Warkop Sari Rasa sedehana saja. Menu makanannya terdiri dari roti dan pisang bakar, serta indomie yang disajikan dengan beragam rasa, seperti roti dan pisang bakar coklat keju dan indomie telur kornet. Sedangkan menu minumannya, antara lain lemon tea, STMJ, bansus, capuccino, kopi susu, dan kopi hitam.
“Harga termurah yang kami tawarkan Rp 1.000 yakni es tawar dan termahal mencapai Rp 8.000 yakni menu Internet Spesial atau indomie telur kornet dengan parutan keju di atasnya,” papar Herman.
Setelah kopi hitam pesanan mulai hangat, seiris roti tawar pun saya comot dan lipat menjadi dua. Dengan perlahan, roti tawar itu saya celupkan ke dalam kopi sambil berusaha mengenang saat-saat santai di pagi hari.
Satu kunyahan roti tawar yang bercampur dengan air kopi pun masuk ke dalam mulut. Nikmatnya roti tawar yang tengah dikunyah pun terasa lebih nikmat ketika kopi pun diseruput. Dan kantuk pun sirna entah kemana.
Rudi D. Sukmana
Kue Lupis, Potensi Kue Tradisional ‘Go International’
Bogor, Jurnal Bogor
Kue lupis, sebagian orang menyebut penganan ini dengan nama kue lopis, merupakan makanan tradisional khas Indonesia yang telah bias berasal dari daerah mana jenis kuliner satu ini. Banyak yang mengatakan kue lupis merupakan makanan khas Betawi, namun banyak pula yang mengatakan kue ini asli dari Jawa Barat. Bahkan, masyarakat Jawa Tengah dan Jawa Timur setiap tahunnya mengadakan syukuran dengan menampilkan kue lupis sebagai simbol kerukunan umat.
Dari mana pun kue lupis berasal, yang jelas keberadaan kue lupis di Kota Bogor sudah jarang saya temukan. Sebagai kue yang kini mewakili jelata, kue lupis biasanya dapat dijumpai di pasar-pasar tradisional, meski hanya satu atau dua pedagang saja yang menyediakan kue itu, dan biasanya termasuk dalam katagori kue basah yang dijual bersama canil.
Kue lupis dibuat dari bahan beras ketan yang dibungkus daun pisang dan digulung mirip seperti lemper atau lontong. Setelah proses pengukusan yang memakan waktu lebih dari empat jam, kue itu pun dapat dinikmati keunikan citarasanya.
Penyajian kue lupis biasa disuguhkan dengan menaburkan parutan kelapa dan menuangkan air gula merah kental sebagai pemanisnya. Citarasa yang tampil, mm.. sangat akrab di lidah ini. Namun, bisa jadi generasi muda sekarang banyak yang tidak mengetahui seperti apa citarasa kue lupis itu, karena sejak bocah yang dikenal hanya citarasa donat dan tiramisu.
Kue lupis sebenarnya dapat menjadi jenis kuliner modern, bila saja ada para enterprenuer yang mau dan berani menyajikan kue ini dengan kreasi inovasi yang disesuaikan dengan selera modernisasi pribumi dewasa ini. Dengan kreativitas para penyaji kuliner, kue lupis sebagai kue tradisional dijamin berpotensi go international.
Tanpa sahabat sejati kue lupis, yakni parutan kelapa dan air gula merah, rasa yang tampil pada kue lupis cukup plain atau tawar, meski menyisakan citarasa manis yang lumayan jauh. Dengan citarasa dasar yang mampu bersahabat dengan citarasa apa saja, kue lupis berpotensi menjadi kue modern yang digandrungi para penyuka jajanan.
Seandainya, kue lupis disajikan dengan taburan mises atau keju atau dituang cairan coklat atau strawberry, mungkin sensasi rasa yang ditampilkan kue lupis dapat dilirik para pencari rasa yang berkiblat pada citarasa bule. Meski jiwa tradisionalnya menjadi kabur, hal itu tak mengapa, karena kue lupis pun sebenarnya kue yang mampu bersaing rasa dengan beraneka ragam jenis kue lain yang hadir di sekitar kita.
Bisa saja kue lupis disajikan berteman dengan citarasa pedas seperti halnya sambal oncom atau saus barbeque. Ide lain yang timbul, adalah menyajikan kue lupis dengan citarasa gurih, seperti dipadu dengan ayam, ikan, atau daging. Saya sendiri pernah menyantap kue lupis yang diguyur dengan kuah sardencis. Rasa yang muncul sungguh luar biasa. Tidak percaya, silakan mencoba.
Rudi D. Sukmana
Kue lupis, sebagian orang menyebut penganan ini dengan nama kue lopis, merupakan makanan tradisional khas Indonesia yang telah bias berasal dari daerah mana jenis kuliner satu ini. Banyak yang mengatakan kue lupis merupakan makanan khas Betawi, namun banyak pula yang mengatakan kue ini asli dari Jawa Barat. Bahkan, masyarakat Jawa Tengah dan Jawa Timur setiap tahunnya mengadakan syukuran dengan menampilkan kue lupis sebagai simbol kerukunan umat.
Dari mana pun kue lupis berasal, yang jelas keberadaan kue lupis di Kota Bogor sudah jarang saya temukan. Sebagai kue yang kini mewakili jelata, kue lupis biasanya dapat dijumpai di pasar-pasar tradisional, meski hanya satu atau dua pedagang saja yang menyediakan kue itu, dan biasanya termasuk dalam katagori kue basah yang dijual bersama canil.
Kue lupis dibuat dari bahan beras ketan yang dibungkus daun pisang dan digulung mirip seperti lemper atau lontong. Setelah proses pengukusan yang memakan waktu lebih dari empat jam, kue itu pun dapat dinikmati keunikan citarasanya.
Penyajian kue lupis biasa disuguhkan dengan menaburkan parutan kelapa dan menuangkan air gula merah kental sebagai pemanisnya. Citarasa yang tampil, mm.. sangat akrab di lidah ini. Namun, bisa jadi generasi muda sekarang banyak yang tidak mengetahui seperti apa citarasa kue lupis itu, karena sejak bocah yang dikenal hanya citarasa donat dan tiramisu.
Kue lupis sebenarnya dapat menjadi jenis kuliner modern, bila saja ada para enterprenuer yang mau dan berani menyajikan kue ini dengan kreasi inovasi yang disesuaikan dengan selera modernisasi pribumi dewasa ini. Dengan kreativitas para penyaji kuliner, kue lupis sebagai kue tradisional dijamin berpotensi go international.
Tanpa sahabat sejati kue lupis, yakni parutan kelapa dan air gula merah, rasa yang tampil pada kue lupis cukup plain atau tawar, meski menyisakan citarasa manis yang lumayan jauh. Dengan citarasa dasar yang mampu bersahabat dengan citarasa apa saja, kue lupis berpotensi menjadi kue modern yang digandrungi para penyuka jajanan.
Seandainya, kue lupis disajikan dengan taburan mises atau keju atau dituang cairan coklat atau strawberry, mungkin sensasi rasa yang ditampilkan kue lupis dapat dilirik para pencari rasa yang berkiblat pada citarasa bule. Meski jiwa tradisionalnya menjadi kabur, hal itu tak mengapa, karena kue lupis pun sebenarnya kue yang mampu bersaing rasa dengan beraneka ragam jenis kue lain yang hadir di sekitar kita.
Bisa saja kue lupis disajikan berteman dengan citarasa pedas seperti halnya sambal oncom atau saus barbeque. Ide lain yang timbul, adalah menyajikan kue lupis dengan citarasa gurih, seperti dipadu dengan ayam, ikan, atau daging. Saya sendiri pernah menyantap kue lupis yang diguyur dengan kuah sardencis. Rasa yang muncul sungguh luar biasa. Tidak percaya, silakan mencoba.
Rudi D. Sukmana
Spaghetti dan Milkshake Mossy Cafe
Pernak-pernik Rasa Enak dan Unik
Bogor, Jurnal Bogor
Dengan berbekal perut yang keroncongan, Tim Petualang Kuliner masih semangat untuk menelusuri Jl. Pajajaran yang tak pernah habis-habis menyediakan keunikan citarasa. Betapa tidak, sepanjang Jl. Pajajaran yang terbentang dari titik perempatan Plaza Jambu Dua hingga titik pertigaan Ekalokasari Plaza, begitu banyak warung tenda yang berdiri.
Dalam kebingungan untuk memilih akan singgah di tempat makan yang mana, kami terpaksa ’menghitung kancing’. Setelah di tang-ting-tung dan ini-minni-myni-moe, akhirnya kami memutuskan untuk memberikan perut kami menu-menu masakan istimewa di sebuah warung tenda berbilik.
Mossy Cafe, itulah tempat makan yang kami pilih. Dengan ramah, sang pelayan memberikan menu yang berjumlah sekitar duaratus jenis makanan dan minuman itu. Aduukh, rasanya seperti mengikuti ujian saja, benar-benar bingung ingin makan apa. Untungnya, Iqbal Zulkarnaen, owner Mossy Cafe datang menghampiri dan ia tampak mengerti kebingungan kami.
”Kalau boleh, saya menyarankan untuk memesan Spagheti ala Mossy Cafe. Rasanya tak kalah dengan buatan hotel berbintang, loh. Kebetulan spaghetti merupakan menu baru yang ditawarkan tempat kami dengan harga Rp 10.000,” kata Iqbal kepada Jurnal Bogor, kemarin.
Sambil menunggu pesanan datang, kami berbincang sebentar dengan Iqbal mengenai cara pengolahan spaghetti khas Mossy Cafe. ”Pengolahan mie spaghetti dan sausnya biasa saja, namun yang berbeda adalah pengolahan dagingnya. Kami menggoreng dagingnya terlebih dahulu agar lebih kriuk,” ungkap Iqbal.
Selang beberapa waktu, akhirnya pesanan kami pun hadir dengan aromanya yang mampu membuat terbit air liur ini. Orkes di dalam perut pun berbunyi nyaring bagai ingin segera meminta jatah. Iqbal mempersilahkan spaghetti yang telah terhidang untuk dicicipi. Melihat tampilan porsi spaghetti di hadapan, kami sempat diam membeku karena porsinya benar-benar disediakan khusus bagi orang yang kelaparan.
Aroma keju yang terpanggang yang dipadu dengan wangi sausnya tercium sangat kentara. Mencium wanginya saja, sudah terasa nikmat apalagi bila sudah sampai di mulut. Aroma itu mampu mencairkan kebekuan sesaat, yang kemudian dengan serentak kami pun menyerbu spaghetti itu.
Sebelum keju dan sausnya dicampur dengan spaghetti, kami menyempatkan diri untuk uji citarasa spaghetti itu terlebih dahulu. Rasa pedas saus sambal dan gurih asin keju parut yang bertebaran di atas spaghetti, membuat kami hanya bisa menganggukkan kepala saja, mencoba mengerti rasa yang disuguhkan.
Seusai uji citarasa, kami pun segera melanjutkan dengan mengaduk rata semua pernak-pernik rasa yang tersaji hingga menyatu. Untaian spaghetti yang mirip seperti mie pun berputar dan melilit di kepala garpu. Gulungan spaghetti pertama itu dengan cepat masuk ke mulut, citarasa yang padu makanan khas ala Itali itu pun menyebar ke seluruh relung rasa, membangkitkan kenikmatan unik nan menggelitik.
Gumpalan-gumpalan daging goreng yang sempat dikatakan kriuk itu, ternyata cukup empuk dan kenyal. Kekenyalan dagingnya seakan berlomba dengan kekenyalan spaghetti, dan terus menggoda kami untuk secepatnya menghabiskan hidangan itu hingga suapan terakhir. Meski mulut ini megap-megap kepedasan, spaghetti khas Mossy Cafe mampu mengepung perut ini hingga menggembung.
Untungnya, gelas-gelas kesejukan telah tersedia untuk menghilangkan rasa pedas yang membuat mulut terasa jontor dan perut terasa panas ini. Milkshake ala Mossy Cafe bagaikan petugas pemadam panas yang lihai mendinginkan suhu mulut dan perut yang meninggi.
Gelas-gelas Milkshake yang terdiri dari tiga rasa, yakni vanilla, orange, dan strawberry itu seakan khusus diramu untuk menuang kesegaran bagi peminumnya. ”Milkshake khas Mossy Cafe dibuat dari bahan campuran ice cream, sehingga rasa yang muncul sangat digemari pengunjung tempat kami,” ungkap Iqbal.
Iqbal pun menambahkan, dalam waktu dekat Mossy Cafe akan menambah jam operasionalnya, yang biasanya mulai membuka tempat mulai pukul 17.00. ”Untuk meningkatkan servis dan memuaskan pelanggan, kami akan buka mulai dari siang. Akan tetapi belum ditetapkan kapan, tunggu saja tanggal mainnya,” pungkasnya.
Vahmi/Nasia/Andri
Bogor, Jurnal Bogor
Dengan berbekal perut yang keroncongan, Tim Petualang Kuliner masih semangat untuk menelusuri Jl. Pajajaran yang tak pernah habis-habis menyediakan keunikan citarasa. Betapa tidak, sepanjang Jl. Pajajaran yang terbentang dari titik perempatan Plaza Jambu Dua hingga titik pertigaan Ekalokasari Plaza, begitu banyak warung tenda yang berdiri.
Dalam kebingungan untuk memilih akan singgah di tempat makan yang mana, kami terpaksa ’menghitung kancing’. Setelah di tang-ting-tung dan ini-minni-myni-moe, akhirnya kami memutuskan untuk memberikan perut kami menu-menu masakan istimewa di sebuah warung tenda berbilik.
Mossy Cafe, itulah tempat makan yang kami pilih. Dengan ramah, sang pelayan memberikan menu yang berjumlah sekitar duaratus jenis makanan dan minuman itu. Aduukh, rasanya seperti mengikuti ujian saja, benar-benar bingung ingin makan apa. Untungnya, Iqbal Zulkarnaen, owner Mossy Cafe datang menghampiri dan ia tampak mengerti kebingungan kami.
”Kalau boleh, saya menyarankan untuk memesan Spagheti ala Mossy Cafe. Rasanya tak kalah dengan buatan hotel berbintang, loh. Kebetulan spaghetti merupakan menu baru yang ditawarkan tempat kami dengan harga Rp 10.000,” kata Iqbal kepada Jurnal Bogor, kemarin.
Sambil menunggu pesanan datang, kami berbincang sebentar dengan Iqbal mengenai cara pengolahan spaghetti khas Mossy Cafe. ”Pengolahan mie spaghetti dan sausnya biasa saja, namun yang berbeda adalah pengolahan dagingnya. Kami menggoreng dagingnya terlebih dahulu agar lebih kriuk,” ungkap Iqbal.
Selang beberapa waktu, akhirnya pesanan kami pun hadir dengan aromanya yang mampu membuat terbit air liur ini. Orkes di dalam perut pun berbunyi nyaring bagai ingin segera meminta jatah. Iqbal mempersilahkan spaghetti yang telah terhidang untuk dicicipi. Melihat tampilan porsi spaghetti di hadapan, kami sempat diam membeku karena porsinya benar-benar disediakan khusus bagi orang yang kelaparan.
Aroma keju yang terpanggang yang dipadu dengan wangi sausnya tercium sangat kentara. Mencium wanginya saja, sudah terasa nikmat apalagi bila sudah sampai di mulut. Aroma itu mampu mencairkan kebekuan sesaat, yang kemudian dengan serentak kami pun menyerbu spaghetti itu.
Sebelum keju dan sausnya dicampur dengan spaghetti, kami menyempatkan diri untuk uji citarasa spaghetti itu terlebih dahulu. Rasa pedas saus sambal dan gurih asin keju parut yang bertebaran di atas spaghetti, membuat kami hanya bisa menganggukkan kepala saja, mencoba mengerti rasa yang disuguhkan.
Seusai uji citarasa, kami pun segera melanjutkan dengan mengaduk rata semua pernak-pernik rasa yang tersaji hingga menyatu. Untaian spaghetti yang mirip seperti mie pun berputar dan melilit di kepala garpu. Gulungan spaghetti pertama itu dengan cepat masuk ke mulut, citarasa yang padu makanan khas ala Itali itu pun menyebar ke seluruh relung rasa, membangkitkan kenikmatan unik nan menggelitik.
Gumpalan-gumpalan daging goreng yang sempat dikatakan kriuk itu, ternyata cukup empuk dan kenyal. Kekenyalan dagingnya seakan berlomba dengan kekenyalan spaghetti, dan terus menggoda kami untuk secepatnya menghabiskan hidangan itu hingga suapan terakhir. Meski mulut ini megap-megap kepedasan, spaghetti khas Mossy Cafe mampu mengepung perut ini hingga menggembung.
Untungnya, gelas-gelas kesejukan telah tersedia untuk menghilangkan rasa pedas yang membuat mulut terasa jontor dan perut terasa panas ini. Milkshake ala Mossy Cafe bagaikan petugas pemadam panas yang lihai mendinginkan suhu mulut dan perut yang meninggi.
Gelas-gelas Milkshake yang terdiri dari tiga rasa, yakni vanilla, orange, dan strawberry itu seakan khusus diramu untuk menuang kesegaran bagi peminumnya. ”Milkshake khas Mossy Cafe dibuat dari bahan campuran ice cream, sehingga rasa yang muncul sangat digemari pengunjung tempat kami,” ungkap Iqbal.
Iqbal pun menambahkan, dalam waktu dekat Mossy Cafe akan menambah jam operasionalnya, yang biasanya mulai membuka tempat mulai pukul 17.00. ”Untuk meningkatkan servis dan memuaskan pelanggan, kami akan buka mulai dari siang. Akan tetapi belum ditetapkan kapan, tunggu saja tanggal mainnya,” pungkasnya.
Vahmi/Nasia/Andri
Senin, 07 Juli 2008
Somay Abah Bujal
Somse, Rasa Siomai Sejati
Bogor, Jurnal Bogor
Jika bicara tentang siomai, yang terbersit pertama kali ialah bentuknya yang besar dan perlu dipotong-potong untuk dinikmati. Akan tetapi berbeda dengan siomai yang satu ini, selain bentuknya yang kecil, cara penyajiannya pun sangat berbeda, yakni dengan di tusuk. Siomai yang dimaksud adalah Somse alias Somay Setik Rasa Jati.
Namun siomai yang difavoritkan masyarakat Gunung Batu itu, sejak akhir 2007 hilang dari peredaran. Berdasarkan informasi yang dihimpun Tim Petualang Kuliner, Abah Bujal, sang empu siomai sudah berhenti membuat siomay dan beralih profesi di bidang lain.
Tim Petualang Kuliner tak puas sampai disitu, setelah pencarian yang cukup panjang, akhirnya Abah Bujal pun ditemukan. Kemarin (29/4), ia sedang merayakan ulang tahunnya yang ke-38 bersama rekan kerjanya. Saat itu Abah Bujal terlihat cukup sibuk, sehingga kurang memungkinkan untuk diajak berbincang.
Sambil menunggu, kami mencicipi hidangan yang sudah tersedia. Tiga porsi Somse sudah tersaji di meja, tiap porsi berisi tiga tusuk. Satu tusuk terdiri dari enam bagian, yakni telur puyuh, siomai, kentang, kol, tahu putih, dan yang terakhir siomai lagi. Sedangkan bumbu kacang, kecap dan saus disajikan terpisah.
Saatnya mencoba, pertama saya lahap satu tusuk sekaligus tanpa bumbu kacang, kecap ataupun saus. Siomai ini memang bukan siomai sembarangan, walaupun disantap polos namun sudah patut diacungi jempol. Porsinya juga cukup nendang padahal baru satu tusuk.
Berikutnya saya nikmati dengan bumbu kacang, kecap dan saus. Bagian pertama bahas dulu telur puyuhnya. Ternyata bentuknya yang imut, pas banget untuk dilahap bulat-bulat. Apalagi saat putih dan kuning telurnya lumer dilidah, dijamin bakal ketagihan. Tapi sayang, Abah Bujal hanya menyajikan satu butir telur puyuh. Sehingga patut dipertimbangkan untuk menambah satu butir lagi dalam setiap tusuk.
Masuk ke bagian kedua, sudah menanti siomay berbentuk kotak dengan volume sekitar 27 centimeter kubik. Ternyata bintik-bintik orange dalam tekstur berasal dari udang yang dicampur dengan daging ayam. Meski rasa udangnya kental, tapi tidak membuat siomainya terasa amis. Pokoknya ajib dan mantap.
Setelah siomai, ada juga kentang rebus. Tekstur dan kematangannya pas banget, enggak terlalu lembek, tapi juga enggak keras. Sebab kalau terlalu keras berarti masih mentah atau kurang matang. Terlihat sekali Abah Bujal ukup concern dalam hal yang satu ini.
Habis kentang, terbitlah kol gulung. Kebetulan kami bukan penyuka sayuran, jadi tidak bisa bicara banyak. Selanjutnya tahu putih, lembutnya bukan main. Tanpa permisi langsung masuk tenggorokan, padahal belum dikunyah. Aldino, alhamdullilah dia nongol lagi. Sang siomai hadir dibenteng terakhir sebagai penutup.
Seperti siomai pada umumnya, bumbu yang dipakai adalah bumbu kacang. Namun, bumbu ini sangat berbeda. Walaupun warnanya terlihat pucat, tapi rasanya nampol banget di lidah. Apalagi ketika dikunyah dengan siomai, benar-benar pengalaman rasa yang unik. Ketika dikunyah terus-menerus, kami menyadari ada rasa misterius dalam bumbu kacang ini.
Setelah menunggu cukup lama, Abah Bujal bersedia meluangkan waktu. “Maaf menunggu lama, ada yang bisa saya bantu?” tanyanya dengan polos, padahal ia tahu maksud kedatangan kami. Kemudian kami berbincang mengenai Somse Rasa Jati yang telah dibuatnya.
Dikatakan Abah, sapaan akrab Abah Bujal Kalami, Somse merupakan salah satu menu andalan saat ia berprofesi menjadi pedagang siomai di daerah Gunung Batu. “Waktu itu, Somse cukup diminati, mungkin karena bentuk dan rasanya yang unik,” ungkap Abah kepada Jurnal Bogor, kemarin.
Menurut Abah, keunikan Somse terletak pada siomai dan bumbunya. “Untuk siomai, saya menggunakan campuran udang dan ayam, tidak menggunakan ikan tenggiri pada umumnya,” ucapnya.
Sedangkan bumbunya, diakui Abah, sengaja tidak mencampur gula jawa dan bawang terlalu banyak. “Campurannya pun tidak sembarangan, saya menggunakan resep rahasia untuk mendapatkan rasa yang unik ini. Tak jarang pelanggan yang kepincut bumbu kacang buatan saya,” bebernya.
Selain itu, kata Abah, harganya pun relatif murah, yakni Rp 1.000. “Para pelanggan bisa menikmati enam makanan yang berbeda dalam satu tusuk,” katanya seraya menambahkan saat berdagang dalam sehari hanya disediakan 20 tusuk.
Diakui Abah, saat ini ia sudah tidak berjualan siomai dan beralih profesi di bidang lain, namun masih bersinggungan dengan dunia kuliner. “Walaupun saya sudah tidak berjualan siomai, tapi suatu saat saya akan kembali bergelut di usaha kuliner. Semoga saja harapan itu terwujud dan tidak menemukan kendala,” tuturnya.
Di akhir pembicaraan, kami sempat mengucapkan Selamat Ulang Tahun kepada Abah Bujal Kalami. Semoga panjang umur, sehat selalu, dan murah rezeki. Amin.
Tim Petualang Kuliner Jurnal Bogor
Bogor, Jurnal Bogor
Jika bicara tentang siomai, yang terbersit pertama kali ialah bentuknya yang besar dan perlu dipotong-potong untuk dinikmati. Akan tetapi berbeda dengan siomai yang satu ini, selain bentuknya yang kecil, cara penyajiannya pun sangat berbeda, yakni dengan di tusuk. Siomai yang dimaksud adalah Somse alias Somay Setik Rasa Jati.
Namun siomai yang difavoritkan masyarakat Gunung Batu itu, sejak akhir 2007 hilang dari peredaran. Berdasarkan informasi yang dihimpun Tim Petualang Kuliner, Abah Bujal, sang empu siomai sudah berhenti membuat siomay dan beralih profesi di bidang lain.
Tim Petualang Kuliner tak puas sampai disitu, setelah pencarian yang cukup panjang, akhirnya Abah Bujal pun ditemukan. Kemarin (29/4), ia sedang merayakan ulang tahunnya yang ke-38 bersama rekan kerjanya. Saat itu Abah Bujal terlihat cukup sibuk, sehingga kurang memungkinkan untuk diajak berbincang.
Sambil menunggu, kami mencicipi hidangan yang sudah tersedia. Tiga porsi Somse sudah tersaji di meja, tiap porsi berisi tiga tusuk. Satu tusuk terdiri dari enam bagian, yakni telur puyuh, siomai, kentang, kol, tahu putih, dan yang terakhir siomai lagi. Sedangkan bumbu kacang, kecap dan saus disajikan terpisah.
Saatnya mencoba, pertama saya lahap satu tusuk sekaligus tanpa bumbu kacang, kecap ataupun saus. Siomai ini memang bukan siomai sembarangan, walaupun disantap polos namun sudah patut diacungi jempol. Porsinya juga cukup nendang padahal baru satu tusuk.
Berikutnya saya nikmati dengan bumbu kacang, kecap dan saus. Bagian pertama bahas dulu telur puyuhnya. Ternyata bentuknya yang imut, pas banget untuk dilahap bulat-bulat. Apalagi saat putih dan kuning telurnya lumer dilidah, dijamin bakal ketagihan. Tapi sayang, Abah Bujal hanya menyajikan satu butir telur puyuh. Sehingga patut dipertimbangkan untuk menambah satu butir lagi dalam setiap tusuk.
Masuk ke bagian kedua, sudah menanti siomay berbentuk kotak dengan volume sekitar 27 centimeter kubik. Ternyata bintik-bintik orange dalam tekstur berasal dari udang yang dicampur dengan daging ayam. Meski rasa udangnya kental, tapi tidak membuat siomainya terasa amis. Pokoknya ajib dan mantap.
Setelah siomai, ada juga kentang rebus. Tekstur dan kematangannya pas banget, enggak terlalu lembek, tapi juga enggak keras. Sebab kalau terlalu keras berarti masih mentah atau kurang matang. Terlihat sekali Abah Bujal ukup concern dalam hal yang satu ini.
Habis kentang, terbitlah kol gulung. Kebetulan kami bukan penyuka sayuran, jadi tidak bisa bicara banyak. Selanjutnya tahu putih, lembutnya bukan main. Tanpa permisi langsung masuk tenggorokan, padahal belum dikunyah. Aldino, alhamdullilah dia nongol lagi. Sang siomai hadir dibenteng terakhir sebagai penutup.
Seperti siomai pada umumnya, bumbu yang dipakai adalah bumbu kacang. Namun, bumbu ini sangat berbeda. Walaupun warnanya terlihat pucat, tapi rasanya nampol banget di lidah. Apalagi ketika dikunyah dengan siomai, benar-benar pengalaman rasa yang unik. Ketika dikunyah terus-menerus, kami menyadari ada rasa misterius dalam bumbu kacang ini.
Setelah menunggu cukup lama, Abah Bujal bersedia meluangkan waktu. “Maaf menunggu lama, ada yang bisa saya bantu?” tanyanya dengan polos, padahal ia tahu maksud kedatangan kami. Kemudian kami berbincang mengenai Somse Rasa Jati yang telah dibuatnya.
Dikatakan Abah, sapaan akrab Abah Bujal Kalami, Somse merupakan salah satu menu andalan saat ia berprofesi menjadi pedagang siomai di daerah Gunung Batu. “Waktu itu, Somse cukup diminati, mungkin karena bentuk dan rasanya yang unik,” ungkap Abah kepada Jurnal Bogor, kemarin.
Menurut Abah, keunikan Somse terletak pada siomai dan bumbunya. “Untuk siomai, saya menggunakan campuran udang dan ayam, tidak menggunakan ikan tenggiri pada umumnya,” ucapnya.
Sedangkan bumbunya, diakui Abah, sengaja tidak mencampur gula jawa dan bawang terlalu banyak. “Campurannya pun tidak sembarangan, saya menggunakan resep rahasia untuk mendapatkan rasa yang unik ini. Tak jarang pelanggan yang kepincut bumbu kacang buatan saya,” bebernya.
Selain itu, kata Abah, harganya pun relatif murah, yakni Rp 1.000. “Para pelanggan bisa menikmati enam makanan yang berbeda dalam satu tusuk,” katanya seraya menambahkan saat berdagang dalam sehari hanya disediakan 20 tusuk.
Diakui Abah, saat ini ia sudah tidak berjualan siomai dan beralih profesi di bidang lain, namun masih bersinggungan dengan dunia kuliner. “Walaupun saya sudah tidak berjualan siomai, tapi suatu saat saya akan kembali bergelut di usaha kuliner. Semoga saja harapan itu terwujud dan tidak menemukan kendala,” tuturnya.
Di akhir pembicaraan, kami sempat mengucapkan Selamat Ulang Tahun kepada Abah Bujal Kalami. Semoga panjang umur, sehat selalu, dan murah rezeki. Amin.
Tim Petualang Kuliner Jurnal Bogor
Ayam Rica-rica, Pedasnya Bikin Ketagihan
Bogor, Jurnal Bogor
Menikmati geliat malam di Jl. Pajajaran tak lengkap rasanya bila tak mencicipi Ayam Rica-Rica ala Mossy Café. Menu super pedas ini memang paling mantap di nikmati pada malam hari. “Biasanya orang yang habis dugem itu suka menyempatkan diri untuk makan di sini, sehingga kadang kami tutup jam tiga pagi,” ungkap Iqbal Zulkarnen, owner Mossy Café kepada Jurnal Bogor, kemarin.
Ada banyak menu andalan yang tersedia di Mossy Cafe, seperti nasi goreng, omelete, roti bakar, spaghetti, coffe, dan ginseng. Selain harganya terjangkau, Mossy Café pun menyediakan lebih dari dua ratus menu yang terdiri dari menu seafood, menu warkop, makanan ringan hingga aneka minuman.
Dalam rangka mengobati rasa penasaran bagaimana citarasa Ayam Rica-Rica ala Mossy Café itu, beberapa waktu yang lalu tim petualang kuliner mencoba mengungkapkan sensasi rasa yang pas dengan suasana malam saat itu. “Biasanya kalau cuaca lagi dingin begini, lebih nikmat kalau menyantap makanan yang membuat badan hangat,” ujarnya.
Akhirnya saya pun setuju dengan usulan Iqbal. Kemudian ia menyuruh pegawainya untuk menyiapkan satu porsi ayam rica-rica. Ketika bumbu-bumbu dimasukan ke dalam wajan, aromanya yang menyengat membangkitkan selera makan saya yang sudah mencapai taraf kelaparan.
Setelah menunggu beberapa menit, ayam rica-rica hadir di atas meja. Kepulan asap yang terlihat itu dengan liarnya menuju indra penciuman saya. Tampilannya yang cukup menggiurkan membuat mulut ini tak henti-hentinya ingin segera melahap habis dan mengoyak dagingnya tanpa ampun.
Dan tak disangka-sangka, ketika mengoyak daging ayamnya, rasa pedas langsung hadir dan sempat membuat air mata saya keluar. Anehnya, biarpun mulut ini kepedasan, saya selalu ingin melahapnya terus-menerus. Benar-benar mantap. Dagingnya juga empuk sehingga dengan mudah terlepas dari tulangnya.
Seperti yang dikatakan Iqbal, setelah menyantap habis ayam rica-rica, cuaca yang tadinya dingin menusuk berubah menjadi panas, sehingga badan ini rasanya penuh dengan keringat.
M. Andriandy
Menikmati geliat malam di Jl. Pajajaran tak lengkap rasanya bila tak mencicipi Ayam Rica-Rica ala Mossy Café. Menu super pedas ini memang paling mantap di nikmati pada malam hari. “Biasanya orang yang habis dugem itu suka menyempatkan diri untuk makan di sini, sehingga kadang kami tutup jam tiga pagi,” ungkap Iqbal Zulkarnen, owner Mossy Café kepada Jurnal Bogor, kemarin.
Ada banyak menu andalan yang tersedia di Mossy Cafe, seperti nasi goreng, omelete, roti bakar, spaghetti, coffe, dan ginseng. Selain harganya terjangkau, Mossy Café pun menyediakan lebih dari dua ratus menu yang terdiri dari menu seafood, menu warkop, makanan ringan hingga aneka minuman.
Dalam rangka mengobati rasa penasaran bagaimana citarasa Ayam Rica-Rica ala Mossy Café itu, beberapa waktu yang lalu tim petualang kuliner mencoba mengungkapkan sensasi rasa yang pas dengan suasana malam saat itu. “Biasanya kalau cuaca lagi dingin begini, lebih nikmat kalau menyantap makanan yang membuat badan hangat,” ujarnya.
Akhirnya saya pun setuju dengan usulan Iqbal. Kemudian ia menyuruh pegawainya untuk menyiapkan satu porsi ayam rica-rica. Ketika bumbu-bumbu dimasukan ke dalam wajan, aromanya yang menyengat membangkitkan selera makan saya yang sudah mencapai taraf kelaparan.
Setelah menunggu beberapa menit, ayam rica-rica hadir di atas meja. Kepulan asap yang terlihat itu dengan liarnya menuju indra penciuman saya. Tampilannya yang cukup menggiurkan membuat mulut ini tak henti-hentinya ingin segera melahap habis dan mengoyak dagingnya tanpa ampun.
Dan tak disangka-sangka, ketika mengoyak daging ayamnya, rasa pedas langsung hadir dan sempat membuat air mata saya keluar. Anehnya, biarpun mulut ini kepedasan, saya selalu ingin melahapnya terus-menerus. Benar-benar mantap. Dagingnya juga empuk sehingga dengan mudah terlepas dari tulangnya.
Seperti yang dikatakan Iqbal, setelah menyantap habis ayam rica-rica, cuaca yang tadinya dingin menusuk berubah menjadi panas, sehingga badan ini rasanya penuh dengan keringat.
M. Andriandy
Sop Buah Pak Ewok
Citarasa Sop Buahnya, Siip..lah
Bogor, Jurnal Bogor
Saat mendengar kata Sop, dibenak tiap orang pasti tergambar makanan berkuah panas yang berisi sayuran. Namun Sop yang satu ini sangat berbeda, sebab disajikan dengan kuah yang dingin dan berisi buah-buahan. Ternyata yang dimaksud ialah Sop Buah Pak Ewok.
Konon, Pak Ewok adalah penjual es di kantin Gedung Sate, Bandung yang pertama kali menggunakan istilah sop buah. Untuk membuktikan kebenarannya, Tim Petualang Kuliner mengunjungi Sop Buah Pak Ewok Cabang Bogor yang terletak di Jl. Bukit Tunggul No. 5, Bogor.
Hari pertama investigasi dinyatakan gatot alias gagal total, sebab saat itu terlihat sangat ramai, bahkan ada pelanggan yang harus menunggu di luar. Di hari kedua terlihat lebih memungkinkan, kami langsung menemui Teguh Budi, Owner Sop Buah Ewok Cabang bogor yang didampingi Ruslan, Supervisornya.
Dikatakan Teguh, sop buah memang berasal dari Bandung dan ditemukan pertama kalinya oleh H. Dana Dianto yang akrab disapa Pak Ewok karena wajahnya brewokan. “Pak Ewok berdagang es sejak dekade delapanpuluhan di Bandung,” ungkapnya kepada Jurnal Bogor, kemarin.
Menurutnya, Pak Ewok menggunakan istilah sop buah sejak 2000. “Istilah itu didapat Pak Ewok dari para pelanggannya, terutama komunitas Skaters yang sering latihan di belakang Gedung Sate, Bandung,” kata pria kelahiran Jakarta, 1 Maret 1980 yang hobi berkendara off road itu.
Dituturkan Teguh, Sop Buah Ewok Cabang Bogor awalnya menggunakan gerobak di Taman Kencana. “Sejak 2005, kami memulai usaha hanya dengan gerobak, saat itu menjual lima porsi saja sulitnya minta ampun,” ucapnya seraya menambahkan, saat ini ia membawahi 15 karyawan.
Teguh melanjutkan, setelah enam bulan pertama beroperasional, tempat makan yang menawarkan 35 menu pilihan dengan kisaran harga Rp 500 hingga Rp 11.500 itu, mulai berkembang dengan menyulap terasnya menjadi tempat makan. “Seiring berjalannya waktu, kami terus berkembang, namun kami enggan menggunakan sebutan kafe karena tidak sesuai dengan konsep awal,” jelasnya.
Usai bicara sejarah, rasanya kurang afdol kalau belum dibuktikan secara jantan, sebab lidah ini sudah tak sabar menguji ketangguhan Sop Buah Pak Ewok. Peluh yang membasahi kening pun tak terelakkan. Akhirnya dengan semangat empatlima, saya melahap sop buah yang tersaji dengan liar. Suapan pertama membuat dahaga saya terlepaskan dan begitu bebas gerilya ke setiap senti lekuk perut.
Suapan kedua belum begitu jelas, namun suapan berikutnya cukup membuat saya terkesan. Ternyata ruh dari Sop Buah Pak Ewok terletak pada gulanya. Kepekatan rasa manisnya menyatu dengan citarasa buah yang disajikan.
Campuran buah yang terdiri dari alpukat, markisa, jeruk, kelapa muda, melon, apel, strawberry, sawo, dan jambu biji itu kian memetik simpatik. Anehnya, tiap buah yang dicampur tidak saling mendominasi. Tak heran banyak pelanggan yang rela mengantri untuk memesan Sop Buah Pak Ewok ini.
Ruslan, supervisor Sop Buah Pak Ewok mengakui, gula yang digunakan memang bukan gula sembarangan. “Kami dikirim langsung dari Pak Ewok di Bandung, sebab jika menggunakan gula lain, tidak akan mendapatkan rasa yang diinginkan,” papar Pria kelahiran Bogor, 2 Januari 1982 itu.
Selain sop buah, tempat makan yang berkapasitas sekitar 50 pelanggan itu juga menyediakan menu-menu lain yang mampu membuat pelanggan untuk datang kambali. “Berbagai menu makanan yang kami sajikan pun cukup diminati pelanggan. Diantaranya, Ayam Bakar, Baso Ajib, Batagor, Pempek dan Mie Ayam,” terang Ruslan.
Selain itu, lanjut Ruslan, suasana pun sengaja didisain senyaman mungkin agar pelanggan serasa di rumah sendiri. “Sebenarnya konsep interior dan kapasitas sudah tidak bisa mengakomodir pelanggan, sehingga ke depan nanti kami akan memperluas lahan ini,” pungkasnya.
Julvahmi
Bogor, Jurnal Bogor
Saat mendengar kata Sop, dibenak tiap orang pasti tergambar makanan berkuah panas yang berisi sayuran. Namun Sop yang satu ini sangat berbeda, sebab disajikan dengan kuah yang dingin dan berisi buah-buahan. Ternyata yang dimaksud ialah Sop Buah Pak Ewok.
Konon, Pak Ewok adalah penjual es di kantin Gedung Sate, Bandung yang pertama kali menggunakan istilah sop buah. Untuk membuktikan kebenarannya, Tim Petualang Kuliner mengunjungi Sop Buah Pak Ewok Cabang Bogor yang terletak di Jl. Bukit Tunggul No. 5, Bogor.
Hari pertama investigasi dinyatakan gatot alias gagal total, sebab saat itu terlihat sangat ramai, bahkan ada pelanggan yang harus menunggu di luar. Di hari kedua terlihat lebih memungkinkan, kami langsung menemui Teguh Budi, Owner Sop Buah Ewok Cabang bogor yang didampingi Ruslan, Supervisornya.
Dikatakan Teguh, sop buah memang berasal dari Bandung dan ditemukan pertama kalinya oleh H. Dana Dianto yang akrab disapa Pak Ewok karena wajahnya brewokan. “Pak Ewok berdagang es sejak dekade delapanpuluhan di Bandung,” ungkapnya kepada Jurnal Bogor, kemarin.
Menurutnya, Pak Ewok menggunakan istilah sop buah sejak 2000. “Istilah itu didapat Pak Ewok dari para pelanggannya, terutama komunitas Skaters yang sering latihan di belakang Gedung Sate, Bandung,” kata pria kelahiran Jakarta, 1 Maret 1980 yang hobi berkendara off road itu.
Dituturkan Teguh, Sop Buah Ewok Cabang Bogor awalnya menggunakan gerobak di Taman Kencana. “Sejak 2005, kami memulai usaha hanya dengan gerobak, saat itu menjual lima porsi saja sulitnya minta ampun,” ucapnya seraya menambahkan, saat ini ia membawahi 15 karyawan.
Teguh melanjutkan, setelah enam bulan pertama beroperasional, tempat makan yang menawarkan 35 menu pilihan dengan kisaran harga Rp 500 hingga Rp 11.500 itu, mulai berkembang dengan menyulap terasnya menjadi tempat makan. “Seiring berjalannya waktu, kami terus berkembang, namun kami enggan menggunakan sebutan kafe karena tidak sesuai dengan konsep awal,” jelasnya.
Usai bicara sejarah, rasanya kurang afdol kalau belum dibuktikan secara jantan, sebab lidah ini sudah tak sabar menguji ketangguhan Sop Buah Pak Ewok. Peluh yang membasahi kening pun tak terelakkan. Akhirnya dengan semangat empatlima, saya melahap sop buah yang tersaji dengan liar. Suapan pertama membuat dahaga saya terlepaskan dan begitu bebas gerilya ke setiap senti lekuk perut.
Suapan kedua belum begitu jelas, namun suapan berikutnya cukup membuat saya terkesan. Ternyata ruh dari Sop Buah Pak Ewok terletak pada gulanya. Kepekatan rasa manisnya menyatu dengan citarasa buah yang disajikan.
Campuran buah yang terdiri dari alpukat, markisa, jeruk, kelapa muda, melon, apel, strawberry, sawo, dan jambu biji itu kian memetik simpatik. Anehnya, tiap buah yang dicampur tidak saling mendominasi. Tak heran banyak pelanggan yang rela mengantri untuk memesan Sop Buah Pak Ewok ini.
Ruslan, supervisor Sop Buah Pak Ewok mengakui, gula yang digunakan memang bukan gula sembarangan. “Kami dikirim langsung dari Pak Ewok di Bandung, sebab jika menggunakan gula lain, tidak akan mendapatkan rasa yang diinginkan,” papar Pria kelahiran Bogor, 2 Januari 1982 itu.
Selain sop buah, tempat makan yang berkapasitas sekitar 50 pelanggan itu juga menyediakan menu-menu lain yang mampu membuat pelanggan untuk datang kambali. “Berbagai menu makanan yang kami sajikan pun cukup diminati pelanggan. Diantaranya, Ayam Bakar, Baso Ajib, Batagor, Pempek dan Mie Ayam,” terang Ruslan.
Selain itu, lanjut Ruslan, suasana pun sengaja didisain senyaman mungkin agar pelanggan serasa di rumah sendiri. “Sebenarnya konsep interior dan kapasitas sudah tidak bisa mengakomodir pelanggan, sehingga ke depan nanti kami akan memperluas lahan ini,” pungkasnya.
Julvahmi
Es Selasih, Segelas Kasih dari Saung Kuring
Bogor, Jurnal Bogor
Cuaca siang itu terasa sangat panas, padahal kami sedang berada di kawasan Puncak yang terkenal dengan udara sejuknya. Akhirnya kami, si tim petualang kuliner menghentikan perjalanannya di Rumah Makan Saung Kuring yang berlokasi Jl. Raya Puncak, Km. 75, Cipayung, Bogor.
Kami pun langsung menemui Sesiliawati sebagai pengelola rumah makan tersebut. Dengan tampilannya yang modis dan bersemangat, ia pun menyambut dengan ramah dan mempersilahkan kami duduk. “Kebetulan kalian datang, baru beberapa hari lalu saya meracik minuman baru,” kata Wati, panggilan akrab Sesiliawati itu.
Diakui Wati, minuman hasil racikannya itu diberi nama Es Selasih Saung Kuring karena hanya ada di Rumah Makan Saung Kuring. “Selain menyegarkan, selasih juga bermanfaat bagi kesehatan, yakni dapat melancarkan pencernaan,” jelasnya.
Es Selasih Saung Kuring, lanjutnya, meski baru beberapa hari dipromosikan, namun sudah mendapatkan tempat di hati para pelanggan. “Apalagi kalau cuaca cukup panas, pesanan Es Selasih Saung Kuring semakin meningkat,” papar istri Mulyadi itu.
Melihat kami yang terlihat kepanasan dan kehausan, Wati menawarkan tiga gelas Es Selasihnya untuk dicicipi. Duuh.. membayangkannya saja sudah menyegarkan tenggorokan saya, apalagi bila direguk. Air liur ini rasanya sudah tak mampu menahan godaan es yang satu itu.
Untungnya, pelayanan RM Saung Kuring cukup cepat dalam menyajikan pesanan, sehingga tidak perlu menunggu terlalu lama. Ketika pelayan membawakan pesanan Wati, melihat hijau sirupnya saja mampu menenangkan tenggorokan yang sedari tadi berteriak kehausan.
Saatnya mencoba. Hmm.. saya benar-benar bersyukur masih dapat menikmati segarnya Es Selasih Saung Kuring. Rasanya yang manis dipadu dengan selasih dan kelapa muda memang yummy banget. Pencampurannya yang pas membuat semua bahan-bahan di dalamnya menyemarakkan kehebohan saya dalam mereguknya. Dan tanpa disadari, semua ludes tak bersisa.
Selain menu top Es Selasih, Wati mengatakan, Rumah Makan Saung Kuring juga menyajikan menu minuman lain, seperti Es Pala, Es Mangga Muda, dan aneka juice, yang semuanya merupakan hasil racikan juicer handal resto itu demi memanjakan pelanggannya. “Kami juga menyediakan menu lain dengan kisaran harga Rp 2.000 hingga Rp 63.000, yang kami tawarkan lebih dari 100 jenis menu,” pungkasnya.
Nasia Freemeta I
Cuaca siang itu terasa sangat panas, padahal kami sedang berada di kawasan Puncak yang terkenal dengan udara sejuknya. Akhirnya kami, si tim petualang kuliner menghentikan perjalanannya di Rumah Makan Saung Kuring yang berlokasi Jl. Raya Puncak, Km. 75, Cipayung, Bogor.
Kami pun langsung menemui Sesiliawati sebagai pengelola rumah makan tersebut. Dengan tampilannya yang modis dan bersemangat, ia pun menyambut dengan ramah dan mempersilahkan kami duduk. “Kebetulan kalian datang, baru beberapa hari lalu saya meracik minuman baru,” kata Wati, panggilan akrab Sesiliawati itu.
Diakui Wati, minuman hasil racikannya itu diberi nama Es Selasih Saung Kuring karena hanya ada di Rumah Makan Saung Kuring. “Selain menyegarkan, selasih juga bermanfaat bagi kesehatan, yakni dapat melancarkan pencernaan,” jelasnya.
Es Selasih Saung Kuring, lanjutnya, meski baru beberapa hari dipromosikan, namun sudah mendapatkan tempat di hati para pelanggan. “Apalagi kalau cuaca cukup panas, pesanan Es Selasih Saung Kuring semakin meningkat,” papar istri Mulyadi itu.
Melihat kami yang terlihat kepanasan dan kehausan, Wati menawarkan tiga gelas Es Selasihnya untuk dicicipi. Duuh.. membayangkannya saja sudah menyegarkan tenggorokan saya, apalagi bila direguk. Air liur ini rasanya sudah tak mampu menahan godaan es yang satu itu.
Untungnya, pelayanan RM Saung Kuring cukup cepat dalam menyajikan pesanan, sehingga tidak perlu menunggu terlalu lama. Ketika pelayan membawakan pesanan Wati, melihat hijau sirupnya saja mampu menenangkan tenggorokan yang sedari tadi berteriak kehausan.
Saatnya mencoba. Hmm.. saya benar-benar bersyukur masih dapat menikmati segarnya Es Selasih Saung Kuring. Rasanya yang manis dipadu dengan selasih dan kelapa muda memang yummy banget. Pencampurannya yang pas membuat semua bahan-bahan di dalamnya menyemarakkan kehebohan saya dalam mereguknya. Dan tanpa disadari, semua ludes tak bersisa.
Selain menu top Es Selasih, Wati mengatakan, Rumah Makan Saung Kuring juga menyajikan menu minuman lain, seperti Es Pala, Es Mangga Muda, dan aneka juice, yang semuanya merupakan hasil racikan juicer handal resto itu demi memanjakan pelanggannya. “Kami juga menyediakan menu lain dengan kisaran harga Rp 2.000 hingga Rp 63.000, yang kami tawarkan lebih dari 100 jenis menu,” pungkasnya.
Nasia Freemeta I
Surabi Arab
Menu Segala Rasa, Semua Usia
Bogor, Jurnal Bogor
Aset kuliner Kota Bogor kian beragam dengan kehadiran Surabi Arab di Jl. Pajajaran, Bogor. Tapi jangan terkecoh dengan namanya, karena tempat makan yang satu ini tidak menyajikan Arabian Food. Kata Arab yang digunakan adalah akronim dari Asli Resep Ala Bandung.
“Selain singkatan, kata Arab juga menggambarkan sesuatu yang berukuran jumbo, sebab kebanyakan orang arab berbadan besar. Jangan ngeres lho,” ungkap Imam Widjayanto, owner Surabi Arab kepada Jurnal Bogor, kemarin.
Dikatakan Imam, Surabi Arab merupakan cabang dari Bandung. “Saya mengelola Surabi Arab bersama sahabat, yakni yang juga dekat dengan owner Surabi Arab di Bandung,” katanya seraya menambahkan, Surabi Arab saat ini bisa menampung sekitar 40 pelanggan.
Tempat makan yang baru dibuka sejak 11 April 2008 itu, kata Imam, menyajikan berbagai modifikasi Surabi yang bisa mengakomodir selera pelanggan, dari anak kecil sampai lansia. “Di sini kami menyajikan surabi dengan berbagai rasa. Mulai dari, campuran oncom yang sangat tradisional, hingga sosis dan mayones yang identik dengan western food,” ucapnya.
Menurut Imam, penataan ruang tempat Surabi Arab berkonsep sesederhana mungkin, supaya tidak terkesan mahal dan mewah. “Dengan konsep minimalis seperti ini, bisa menikmati semilir angin dan udara Bogor yang sejuk. Selain itu, pengunjung yang datang akan merasa seperti di rumah sendiri,” paparnya.
Ariel Priadi, rekanan Imam dalam mengelola usaha Surabi Arab mengatakan, yang membedakan Surabi Arab di Bogor dengan di Bandung adalah kehadiran Surabi Ice Cream. “Saya memodifikasi surabi dengan Ice Cream karena tekstur dan rasa surabi tidak terlalu sulit beradaptasi dengan bahan makanan apapun,” bebernya.
Tempat makan yang menawarkan sekitar 60 menu dengan kisaran harga Rp 2.500 hingga Rp 7.500 itu, lanjut Ariel, dengan waktu singkat bisa mendapatkan tempat di hati pelanggan. “Bahkan saat malam minggu, pelanggan tak henti-henti berdatangan hingga jam satu malam. Akan tetapi, di hari biasa hanya buka sampai jam sepuluh malam,” ucapnya.
Menurut Pria kelahiran Bogor, 6 Maret 1973 itu, pelanggan Surabi Arab terdiri dari berbagai kalangan. Diantaranya pelajar, mahasiswa, karyawan dan keluarga. “Selain pilihan rasanya yang dapat mengakomodir semua kalangan, harga yang ditawarkan juga dapat dijangkau semua kalangan,” terangnya.
Perbincangan di bawah teriknya matahari, membuat tenggorokan kekurangan cairan, namun terobati dengan sejuknya Marqisa Squash. Sengatan soda yang ada di dalamnya memang tak tertandingi jika diminum saat udara panas. Selain itu, kepekatan limun marqisa pun kian memanjakan lidah dan tenggorokan ini.
Diakui Ariel, Marqisa Squash merupakan minuman yang cukup digemari pelanggan. “Tapi tak jarang pelanggan yang juga memesan minuman hangat, seperti Coffemix, Milo atau Nescafe. Apalagi saat cuaca sedang hujan,” jelas Pria yang memiliki hobi mendengarkan musik itu.
Mendekati akhir perbincangan, tersaji Surabi Ice Cream dan Surabi Sosis Mayones. Tampilan Surabi Ice Cream mengingatkan pada satu jenis makanan Eropa, yaitu Wafel. Tekstur surabi yang lembut memang ngeblend banget di lidah.
Sedangkan untuk Surabi Sosis Mayonesnya memang patut diacungi jempol untuk dijadikan menu makan siang. Sebab porsinya yang jumbo cukup memenuhi tempat di perut. Bagi penggemar telur, saya ucapkan selamat, sebab selain mayonaise, rasa telur ceploknya pun cukup mendominasi.
Suami dari Dian Karina Arden itu mengakui, beberapa menu mayones cukup ampuh untuk menggaet pelanggan. “Sebagian besar yang memesannya kawula muda yang datang bersama teman, maupun pasangan,” pungkasnya.
Julvahmi/Nasia Fremeta
Bogor, Jurnal Bogor
Aset kuliner Kota Bogor kian beragam dengan kehadiran Surabi Arab di Jl. Pajajaran, Bogor. Tapi jangan terkecoh dengan namanya, karena tempat makan yang satu ini tidak menyajikan Arabian Food. Kata Arab yang digunakan adalah akronim dari Asli Resep Ala Bandung.
“Selain singkatan, kata Arab juga menggambarkan sesuatu yang berukuran jumbo, sebab kebanyakan orang arab berbadan besar. Jangan ngeres lho,” ungkap Imam Widjayanto, owner Surabi Arab kepada Jurnal Bogor, kemarin.
Dikatakan Imam, Surabi Arab merupakan cabang dari Bandung. “Saya mengelola Surabi Arab bersama sahabat, yakni yang juga dekat dengan owner Surabi Arab di Bandung,” katanya seraya menambahkan, Surabi Arab saat ini bisa menampung sekitar 40 pelanggan.
Tempat makan yang baru dibuka sejak 11 April 2008 itu, kata Imam, menyajikan berbagai modifikasi Surabi yang bisa mengakomodir selera pelanggan, dari anak kecil sampai lansia. “Di sini kami menyajikan surabi dengan berbagai rasa. Mulai dari, campuran oncom yang sangat tradisional, hingga sosis dan mayones yang identik dengan western food,” ucapnya.
Menurut Imam, penataan ruang tempat Surabi Arab berkonsep sesederhana mungkin, supaya tidak terkesan mahal dan mewah. “Dengan konsep minimalis seperti ini, bisa menikmati semilir angin dan udara Bogor yang sejuk. Selain itu, pengunjung yang datang akan merasa seperti di rumah sendiri,” paparnya.
Ariel Priadi, rekanan Imam dalam mengelola usaha Surabi Arab mengatakan, yang membedakan Surabi Arab di Bogor dengan di Bandung adalah kehadiran Surabi Ice Cream. “Saya memodifikasi surabi dengan Ice Cream karena tekstur dan rasa surabi tidak terlalu sulit beradaptasi dengan bahan makanan apapun,” bebernya.
Tempat makan yang menawarkan sekitar 60 menu dengan kisaran harga Rp 2.500 hingga Rp 7.500 itu, lanjut Ariel, dengan waktu singkat bisa mendapatkan tempat di hati pelanggan. “Bahkan saat malam minggu, pelanggan tak henti-henti berdatangan hingga jam satu malam. Akan tetapi, di hari biasa hanya buka sampai jam sepuluh malam,” ucapnya.
Menurut Pria kelahiran Bogor, 6 Maret 1973 itu, pelanggan Surabi Arab terdiri dari berbagai kalangan. Diantaranya pelajar, mahasiswa, karyawan dan keluarga. “Selain pilihan rasanya yang dapat mengakomodir semua kalangan, harga yang ditawarkan juga dapat dijangkau semua kalangan,” terangnya.
Perbincangan di bawah teriknya matahari, membuat tenggorokan kekurangan cairan, namun terobati dengan sejuknya Marqisa Squash. Sengatan soda yang ada di dalamnya memang tak tertandingi jika diminum saat udara panas. Selain itu, kepekatan limun marqisa pun kian memanjakan lidah dan tenggorokan ini.
Diakui Ariel, Marqisa Squash merupakan minuman yang cukup digemari pelanggan. “Tapi tak jarang pelanggan yang juga memesan minuman hangat, seperti Coffemix, Milo atau Nescafe. Apalagi saat cuaca sedang hujan,” jelas Pria yang memiliki hobi mendengarkan musik itu.
Mendekati akhir perbincangan, tersaji Surabi Ice Cream dan Surabi Sosis Mayones. Tampilan Surabi Ice Cream mengingatkan pada satu jenis makanan Eropa, yaitu Wafel. Tekstur surabi yang lembut memang ngeblend banget di lidah.
Sedangkan untuk Surabi Sosis Mayonesnya memang patut diacungi jempol untuk dijadikan menu makan siang. Sebab porsinya yang jumbo cukup memenuhi tempat di perut. Bagi penggemar telur, saya ucapkan selamat, sebab selain mayonaise, rasa telur ceploknya pun cukup mendominasi.
Suami dari Dian Karina Arden itu mengakui, beberapa menu mayones cukup ampuh untuk menggaet pelanggan. “Sebagian besar yang memesannya kawula muda yang datang bersama teman, maupun pasangan,” pungkasnya.
Julvahmi/Nasia Fremeta
Es Pocong Sudadi, Es Dorong yang Menggetarkan Nyali
Bogor, Jurnal Bogor
Siapa sih yang gak takut bila melihat setan di depan mata kita? Apalagi salah satunya Mr. P alias Pocong yang konon katanya suka berloncatan bila sedang menakuti orang-orang. Hii.. mendengar namanya saja sudah membuat badan kita bergidik, bahkan mungkin kita sudah ngibrit ketakutan.
Tapi gimana ya rasanya bila si Mr. P ini kita nikmati? Gak bisa ngebayanginnya kan?
Nah, justru dengan olahan tangan Sudadi, Pocong ini bisa kita nikmati kapan saja, terutama pada siang hari yang cukup terik. Walaupun namanya yang menyeramkan, namun es yang satu ini cukup laris manis di kalangan pelajar dan pegawai kantoran.
”Waktu itu saya sedang jalan-jalan, kemudian mencicipi Es Pocong di daerah Margonda Depok dan langsung terinspirasi untuk membuatnya. Tapi yang saya jual sekarang sudah dimodifikasi sehingga tidak menyerupai aslinya,” ungkap Sudadi, penjual Es Pocong kepada Jurnal Bogor, kemarin.
Pria yang sudah memasung gerobaknya di Jl. Pemuda sejak tiga tahun lalu itu mengatakan, Es Pocong buatannya dibandrol Rp 4.000, sedangkan untuk Es Cendol dan Sop Buah masing-masing dihargai Rp 3.000 dan Rp 7.000. ”Awalnya saya juga menjual es duren namun sekarang hanya untuk menerima pesanan saja, seperti acara ulangtahun, pesta perkawinan atau acara-acara lainnya,” kata ayah dua anak itu.
Penasaran dengan Es Pocong, rekan saya, Julvahmi meneriakkan pesanannya dan saya cekikikan sendiri mendengarnya. Biasanya setan yang satu ini dihindari orang-orang, eh sekarang malah dicari-cari. ”Hari gini mah neng, kalau nama dagangan gak aneh-aneh mana menarik perhatian pelanggan,” ucap pria berusia 38 tahun itu.
Satu persatu bahan-bahan Es Pocong pun dimasukkan ke dalam gelas. Saya baru ngeh kenapa dinamakan Es Pocong, karena bubur sum-sum yang berwarna putih itu diletakkan di dasar gelas. Setelah itu menyusul pisang tanduk, rumput laut, kacang hijau yang dicampur dengan sekoteng, alpukat dan sentuhan akhir es batu yang dipercantik dengan sirup ceri serta air santan. ”Bedanya dengan yang di Depok terletak pada campuran isi, sirup dan air santan yang semuanya buatan saya sendiri, loh,” jelasnya.
Tak perlu menunggu lama, dua gelas Es Pocong tersaji manis di depan meja. Penampilannya yang berwarna-warni itu menggoda air liur saya yang sudah ketakutan mendengar namanya. Tanpa basa-basi, saya langsung menyendokkan Es Pocong itu.
Begitu menyuap bagian atas, rasanya dingin menyegarkan tapi pas bagian bawah, hangatnya bubur sum-sum menggelosor ke dalam kerongkongan. Puas mencicipi bagian demi bagian, saya megaduk semua olahan menjadi satu. Hmm..ajaibnya, sirup ceri buatan Sudadi, rasanya seperti salah satu minuman bersoda, sehingga membuat keceriaan tersendiri di perut saya. Menurut saya Es Pocong ini mirip dengan Es Palu Butung khas Makasar.
Nasia Freemeta Iskandar
Siapa sih yang gak takut bila melihat setan di depan mata kita? Apalagi salah satunya Mr. P alias Pocong yang konon katanya suka berloncatan bila sedang menakuti orang-orang. Hii.. mendengar namanya saja sudah membuat badan kita bergidik, bahkan mungkin kita sudah ngibrit ketakutan.
Tapi gimana ya rasanya bila si Mr. P ini kita nikmati? Gak bisa ngebayanginnya kan?
Nah, justru dengan olahan tangan Sudadi, Pocong ini bisa kita nikmati kapan saja, terutama pada siang hari yang cukup terik. Walaupun namanya yang menyeramkan, namun es yang satu ini cukup laris manis di kalangan pelajar dan pegawai kantoran.
”Waktu itu saya sedang jalan-jalan, kemudian mencicipi Es Pocong di daerah Margonda Depok dan langsung terinspirasi untuk membuatnya. Tapi yang saya jual sekarang sudah dimodifikasi sehingga tidak menyerupai aslinya,” ungkap Sudadi, penjual Es Pocong kepada Jurnal Bogor, kemarin.
Pria yang sudah memasung gerobaknya di Jl. Pemuda sejak tiga tahun lalu itu mengatakan, Es Pocong buatannya dibandrol Rp 4.000, sedangkan untuk Es Cendol dan Sop Buah masing-masing dihargai Rp 3.000 dan Rp 7.000. ”Awalnya saya juga menjual es duren namun sekarang hanya untuk menerima pesanan saja, seperti acara ulangtahun, pesta perkawinan atau acara-acara lainnya,” kata ayah dua anak itu.
Penasaran dengan Es Pocong, rekan saya, Julvahmi meneriakkan pesanannya dan saya cekikikan sendiri mendengarnya. Biasanya setan yang satu ini dihindari orang-orang, eh sekarang malah dicari-cari. ”Hari gini mah neng, kalau nama dagangan gak aneh-aneh mana menarik perhatian pelanggan,” ucap pria berusia 38 tahun itu.
Satu persatu bahan-bahan Es Pocong pun dimasukkan ke dalam gelas. Saya baru ngeh kenapa dinamakan Es Pocong, karena bubur sum-sum yang berwarna putih itu diletakkan di dasar gelas. Setelah itu menyusul pisang tanduk, rumput laut, kacang hijau yang dicampur dengan sekoteng, alpukat dan sentuhan akhir es batu yang dipercantik dengan sirup ceri serta air santan. ”Bedanya dengan yang di Depok terletak pada campuran isi, sirup dan air santan yang semuanya buatan saya sendiri, loh,” jelasnya.
Tak perlu menunggu lama, dua gelas Es Pocong tersaji manis di depan meja. Penampilannya yang berwarna-warni itu menggoda air liur saya yang sudah ketakutan mendengar namanya. Tanpa basa-basi, saya langsung menyendokkan Es Pocong itu.
Begitu menyuap bagian atas, rasanya dingin menyegarkan tapi pas bagian bawah, hangatnya bubur sum-sum menggelosor ke dalam kerongkongan. Puas mencicipi bagian demi bagian, saya megaduk semua olahan menjadi satu. Hmm..ajaibnya, sirup ceri buatan Sudadi, rasanya seperti salah satu minuman bersoda, sehingga membuat keceriaan tersendiri di perut saya. Menurut saya Es Pocong ini mirip dengan Es Palu Butung khas Makasar.
Nasia Freemeta Iskandar
Langganan:
Postingan (Atom)