Bogor, Jurnal Bogor
Di Jl. Ledeng Gunung Batu, bersebelahan dengan Pasar Purbasari Jl. Mayjen Ishak Djuarsa, terdapat satu kios sederhana yang menjajakan penganan jajanan. Penjual penganan itu lebih dikenal para pelanggannya dengan nama Mak Nyai. Perempuan lanjut usia yang masih energik menyediakan jajanan bagi para pelanggan setianya itu telah lama dikenal menjual penganan yang citarasanya istimewa.
Mak Nyai sendiri mengakui tidak tahu secara pasti berapa umurnya saat ini. “Umur saya lebih dari enampuluh tahun, tepatnya sudah lupa,” ujarnya. Dia menuturkan sudah berjualan sejak masih gadis. “Sejak dulu, saya menjual gado-gado, nasi uduk, gorengan seperti bala-bala, tempe goreng, oncom goreng, combro, dan perkedel oncom,” terangnya seraya menambahkan, tempatnya juga menjual buras dan mi galogor.
Satu porsi gado-gado bercitarasa istimewa hasil racikan Mak Nyai, dijual dengan harga Rp 3.000. Porsi gado-gadonya sebanding dengan porsi gado-gado yang banyak dihargai Rp 5.000 di tempat lain. Meski harganya relatif lebih murah, soal citarasanya jangan ditanya. Citarasa gado-gado yang disuguhkan Mak Nyai ternyata mampu mengungguli citarasa gado-gado tempat lain.
Sedangkan nasi uduk, dijual Mak Nyai dengan harga Rp 1.500. “Gorengan dan buras saya jual dengan harga Rp 500 per biji. Kalau mi galogor, saya jual berdasarkan pesanan pembeli ingin membeli berapa banyak. Biasanya pelanggan membeli mi galogor dengan harga Rp 1.000,” paparnya.
Setiap harinya, kios Mak Nyai dibuka sejak pukul 6.00, kecuali Jumat, kios itu tutup. Dikatakan Mak Nyai, kiosnya tutup pada Jumat untuk beristirahat dan beribadah. “Meski banyak pelanggan yang mencari penganan saya di hari itu, saya tidak berjualan. Maklum karena sudah tua, fisik butuh istirahat,” lanjutnya.
Di pagi hari, kios Mak Nyai ramai dikerumuni para penjaja sayuran yang berkeliling menggunakan nyiru bambu. Mereka sibuk memesan gorengan dan penganan yang dibuat Mak Nyai untuk dibawa berkeliling bersama barang dagangan mereka yang lain. “Kalau tidak cepat-cepat, biasanya pelanggan sudah kehabisan oleh mereka,” jelas Mak Nyai.
Dengan dibantu seorang anaknya bernama Opah, Mak Nyai hanya berjualan mulai pukul 6.00 hingga pukul 9.00. Selanjutnya, Opah melanjutkan menjajakan gorengan sampai barang jualan mereka habis dibeli para pelanggan. “Sehari, kami membutuhkan sedikitnya 10 kilogram singkong untuk membuat combro. Sedangkan oncom untuk membuat berbagai penganan, sedikitnya kami mengeluarkan Rp 50.000 untuk membeli bahan baku oncom itu,” terang Opah.
Satu jenis penganan yang citarasanya sangat istimewa yang dijual di kios Mak Nyai adalah perkedel oncom. Jenis kuliner satu yang bentuknya mirip seperti gemlong itu mampu menjadi teman makan nasi yang lezatnya tiada tara. “Perkedel oncom kami memang disuka, karena rasanya mampu menyaingi perkedel daging,” tandas Opah.
Rudi D. Sukmana
Senin, 07 Juli 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar