Jumat, 11 April 2008
Soto Pak Uci
Bogor, Jurnal Bogor
Bagi warga Kota Bogor, warung makan yang berada di Jl. Pengadilan No.33 Bogor itu tentu sudah tidak asing lagi, namanya Soto Pak Uci. Tempatnya sendiri tampilannya cukup sederhana berukuran 27 meter persegi. Meski tanpa meja dan kursi layaknya restoran, namun tidak pernah terlihat sepi pengunjung.
Menurut Endang, pengelola Soto Pak Uci, menu soto racikan ayahandanya sudah dikenal sejak 1976. Usia usaha yang cukup panjang, dikatakan Endang, membuat tempat makan itu memiliki jumlah pelanggan yang banyak. “Nama ayah saya Sanusi, saat ini beliau masih sehat dan berumur 61 tahun. Pelanggan biasa memanggil dengan sapaan Pak Uci,” ujar Endang kepada Jurnal Bogor, kemarin.
Menangani empat orang yang turut membantunya, Endang mengatakan, sedikitnya 30 kilogram daging dan jerohan dihabiskan warung makannya setiap hari. “Bahan sejumlah itu kami gunakan untuk menyediakan sedikitnya 200 porsi soto kepada para pembeli,” ungkapnya.
Soto Pak Uci yang dibuka setiap hari mulai pukul 7.30 sampai pukul 15.00, dikatakan Endang, selalu sibuk melayani pengunjung yang datang. “Tempat kami tidak pernah sepi. Hari biasa, ramai dikunjungi para karyawan di sekitar Jl. Pengadilan. Setiap Minggu, ramai dikunjungi umat Kristiani yang selesai beribadat di gereja dekat sini,” ujarnya.
Endang juga mengatakan, saat ini Soto Pak Uci sudah memiliki tiga cabang, yaitu di Plaza Jambu Dua yang sudah dibuka sejak 2003, di Warung Borong Ciampea yang dibuka sejak 2006, dan di daerah Cibatok yang baru dibuka tiga bulan lalu. “Semua cabang itu dikelola oleh anak-anak Pak Uci, karena ayah saya memiliki delapan anak,” tuturnya.
Menu yang disajikan Soto Pak Uci hanya menyediakan dua jenis masakan saja, yaitu soto santan dan soto bening. Selain itu, tersedia perkedel kentang dan beragam kerupuk yang dapat dipilih para pengunjung. “Untuk semangkuk soto dan sepiring nasi putih, harganya hanya Rp 10.000, sedangkan perkedel kentang dan macam-macam kerupuk harganya Rp 1.000 saja,” papar Endang.
Menu minuman yang ditawarkan, lanjut Endang, tersedia teh botol dan es teh manis seharga Rp 2.000, dan es jeruk yang ditawarkan dengan harga Rp 4.000. “Untuk segelas teh tawar kami hidangkan secara gratis kepada pengunjung yang tidak memesan minuman,” sahutnya.
Penasaran dengan citarasa Soto Pak Uci yang legendaris itu, saya pun memesan satu porsi soto santan campur yang dikatakan Endang merupakan menu yang paling banyak dipesan pembeli. Tanpa menunggu terlalu lama, hidangan itu pun tersaji di hadapan lengkap dengan segelas teh tawar panas.
Tampilan soto santan khas Pak Uci ternyata cukup unik. Sebagai menu soto yang dikatakan Endang merupakan soto khas Bogor, kuah soto santan itu tidak berwarna kuning seperti umumnya soto khas Bogor yang dijual di banyak tempat. Warna kuah soto lebih kemerah-merahan karena menggunakan racikan cabai merah.
Potongan daging, babat, dan kikil bercampur menjadi satu dengan potongan kentang goreng. Soto santan campur rupanya tidak memasukkan potongan paru goreng dan iso yang juga turut disediakan. Menurut Endang, iso dan paru goreng sedang diproses, karena stok pertama sudah habis.
Sebelum menyantap seporsi soto yang terhidang itu, sesendok kuah santannya terlebih dahulu dicicipi untuk mengenal rasa. Mmm.. kuah soto santan racikan Soto Pak Uci terasa seperti kuah soto tangkar. Meski berwarna merah yang berasal dari cabai, kuahnya tidak terasa pedas. Kuahnya sendiri memiliki rasa asin yang cukup berani dipadu dengan rasa asam yang berasal dari cuka.
Namun ketika kuah soto santan beserta potongan daging, jerohan, dan kentang diaduk dengan nasi putih, rasa khas Soto Pak Uci langsung hadir. Rupanya, soto racikan tempat itu memang lawan yang seimbang dengan nasi putih. Sangat padu, dan bahu membahu membangun citarasa istimewa.
Rasanya hanya sekejap, satu porsi sajian itu ludes tandas. Menyantap seporsi soto santan campur ala Pak Uci, sebenarnya kurang nyaman untuk kenikmatan perut, karena masih ingin merasakan lagi satu porsi tambahan. Namun, teringat pesan untuk menjaga kadar kolesterol membuat diri mencukupkan satu porsi saja.
Rudi D. Sukmana
Bakso Bulat Tak Lagi Seperti Bola Pingpong
Hujan lagi, hujan lagi. Itulah Kota Bogor yang karena kondisi alam yang selalu hujan membuat Kota Bogor dikenal dengan julukan Kota Hujan. Kondisi musim penghujan di Kota Bogor memang cukup merepotkan, ada hal positif dan ada hal negatifnya. Bagi para ibu rumah tangga, kondisi hujan lagi, hujan lagi itu, mampu membuat bersungut-sungut karena cucian pakaian jadi lama keringnya.
Untuk membuat wajah para ibu kembali cantik nan ayu, cukup mudah, salah satunya memanggul tukang bakso keliling untuk mampir dan menyajikan porsi jajanan bakso yang sangat pas disantap ketika hujan turun. Selain itu, kuah bakso panas yang mengepul dengan rasa kaldunya yang khas, sangat mampu mengusir hawa dingin yang mengusik tulang.
Wagito, seorang penjaja bakso keliling yang kebetulan lewat pun dengan sigap menyajikan beberapa porsi bakso. Ada bakso kuah saja, bakso dengan mihun, bakso dengan mie kuning, dan bakso campur, dengan harga Rp 5.000 semangkuk.
Dikatakan Wagito yang berasal dari Jawa Timur itu, dalam sehari ia membutuhkan dua kilogram daging sapi dan satu ons tepung sagu. “Bahan-bahan itu bisa menyajikan 70 porsi bakso perharinya,” ujar Wagito seraya menambahkan, tepung sagu hanya dibutuhkan satu ons untuk membuat gilingan daging sapi lengket dan mudah dicetak.
Setiap hari, Wagito berangkat berkeliling menjajakan baksonya mulai pukul 14.30 sampai dengan pukul 22.00. “Usaha ini sudah saya jalani sejak 18 tahun lalu,” ungkap ayah dari tiga orang anak yang tinggal di daerah Tegal Peteui itu.
Dari istiqamahnya itu, Wagito mampu membiayai kehidupan rumahtangganya. “Alhamdulillah, sampai saat ini saya mampu memberi makan keluarga dan menyekolahkan anak-anak. Anak saya yang paling sulung sudah kelas tiga SMK, sedang yang terkecil masih berumur satu tahun,” ujarnya.
Ketika ditanyakan, kenapa ukuran bakso yang dijualnya kecil-kecil sebesar kelereng. Wagito tersenyum kecil lalu menjawab, “Jaman sekarang susah cari untung. Semua harga bahan baku naik. Ini pun saya tidak berani menaikkan harga jualan, takut kehilangan pembeli,” tukasnya seraya menambahkan, sebenarnya harga bahan baku yang semakin mahal tidak akan berpengaruh apabila dagangannya laris manis.
Untuk menyiasati kondisi itu, Wagito pun memperkecil ukuran bakso yang dijajakannya. Padahal rasa bakso yang dijual Wagito cukup istimewa. Mendadak saya teringat sebuah lagu anak-anak beberapa dekade lalu. Mm.. bakso bulat kini tak lagi seperti bola pingpong.
Rudi D. Sukmana
Warung Taman
Bogor, Jurnal Bogor
Bagi kawula muda, rasanya tidak mungkin tidak mengenal warung yang satu ini. Warung yang berlokasi di Taman Kencana itu sudah begitu terkenal, bahkan hingga luar Kota Bogor. Nama warung tempat makan kawula muda itu adalah Warung Taman yang lebih dikenal dengan nama Wartam.
Menurut Muktiatri Gunandiani, pengelola Warung Taman, pihaknya menggunakan nama Warung Taman karena lokasinya yang berada di Taman Kencana. “Kami juga sekaligus ingin mengesankan Warung Taman sebagai tempat makan yang sederhana untuk berkumpul dengan pengunjung yang dibidik dari segmentasi keluarga,” ujar Bule, sapaan akrab Muktiatri Gunandiani kepada Jurnal Bogor, kemarin.
Dikatakan Bule, pada awalnya, warung yang sudah berdiri sejak tahun 2001 itu, mengusung konsep sebagai pusat jajan serba ada atau pujasera. “Namun karena banyak outlet yang mengisi tempat tidak komitmen dan gulung tikar tanpa konfirmasi terlebih dahulu, kami akhirnya menjadikan tempat ini berupa kafe,” katanya.
Usia usaha yang cukup panjang itu, membuat Wartam memiliki pelanggan setia yang selalu datang berkunjung. “Hampir 65 persen pelanggan yang datang ke tempat kami dari kalangan pelajar dan mahasiswa. Namun ketika malam tiba, lebih banyak rombongan keluarga,” paparnya.
Dengan kapasitas 42 tempat duduk yang dimilikinya, Wartam dapat menampung maksimal 200 pengunjung. “Tempat kami sering digunakan sebagai tempat arisan, meeting, dan pesta ulangtahun. Untuk menggelar pesta, tempat kami mampu menampung hingga 250 orang,” jelas Bule.
Jumlah menu yang disediakan Wartam, lanjut Bule, lebih dari 100 menu makanan dan minuman. Kebanyakan merupakan menu Indonesian dan Chinesse Food, seperti aneka nasi goreng dan ayam bakar. “Hingga saat ini, pelanggan sangat meminati menu masakan Chinese Food, meski banyak juga yang menyukai masakan Indonesia,” ucap Bule.
Bule juga mengatakan, menu-menu yang disediakan Wartam ditawarkan dengan harga-harga yang relatif terjangkau. Menu minuman di tempat itu, dipatok dengan harga mulai Rp 2.500 sampai Rp 10.000. “Menu makanan pun kami tawarkan dengan harga mulai dari Rp 7.500 hingga Rp 80.000. Yang temahal adalah menu ikan gurame,” katanya.
Karyawan yang bekerja di tempat itu, dikatakan Bule, berjumlah 20 orang yang terbagi dalam tujuh departemen. Masing-masing karyawan, lanjutnya, ditempatkan sesuai dengan keahlian memasaknya. “Makanya kalau ada pelanggan yang datang belakangan malah mendapat makanannya duluan, disebabkan karena setiap departemen mempunyai jumlah penggemar masing-masing,” ujar ibu dua anak itu.
Bule juga mengatakan, hingga saat ini Wartam masih tetap digandrungi karena selalu memperhatikan kualitas setiap bahan-bahan makanan yang disajikan kepada para pengunjung. “Selain itu, kami tidak pernah menaikkan harga selama hampir tiga tahun terakhir. Supaya pelanggan tidak kabur, kami juga tidak mengurangi porsi yang disajikan,” tukas wanita kelahiran Jakarta, 25 Juli 1965 itu.
Untuk menambah kenikmatan pelanggan dalam menyantap makanannya, Wartam menyediakan live music yang diadakan pada hari Jumat dan Sabtu. Lagu-lagu yang dinyanyikan tidak hanya tembang lawas, yang terbaru pun ikut ditampilkan. “Kami juga menyediakan tempat untuk para pengamen, sehingga mereka tidak perlu menyanyi dari meja ke meja,” kata anak ketiga dari empat bersaudara.
Salah satu menu unggulan Wartam, adalah paket ayam bakar yang terdiri nasi, ayam, tahu, tempe, sayur asam, sambal, dan lalapan. Harga yang ditawarkan untuk menu itu tidak mahal, yaitu Rp 17.000.
Tertarik dengan menu itu, seporsi paket ayam bakar pun tersaji di hadapan. Tempat yang digunakan bukan dari piring kaca, namun piring rotan yang dialasi daun pisang, khas masakan Sunda. Nasi hangat yang tercium serta aroma ayam bakar membuat perut meronta-ronta untuk segera diisi. “Paket menu itu tidak menggunakan ayam broiler karena mudah hancur. Jadi kami memilih ayam jantan,” ujar Alumunus IPB jurusan Perikanan itu.
Untuk membuat ayam bakar menjadi empuk, Bule menerangka, ayam harus melalui proses pengungkepan sebelum dilumuri bumbu-bumbu racikan khas Wartam. “Setelah itu, ayam kami ungkep sekali lagi,” jelas istri dari Andito Wiradi itu.
Ketika mulut ini tengah asyik menyantap daging ayam bakar yang empuk, segelas Capucino Ice Cream datang tersaji. Harumnya capucino begitu menyerang hidung. Menggugah lidah ini untuk menyeruput minuman yang terpampang di depan mata. Mmm.. kelembutan kopi yang bercampur susu itu, memang terasa sangat mantap. Rasa manis yang berasal dari lelehan ice cream sangat padu dengan rasa susu. Begitu melengkapi kesegaran dalam melepas dahaga.
Satu hal yang unik dan menarik dari Warung Taman, adalah maskot yang ditampilkan berupa seekor kucing. “Nama kucing itu Osan. Kucing itu sudah lama tinggal di sini,” ujar Bule seraya menambahkan, Osan pernah dijadikan hewan percobaan para mahasiswa IPB jurusan Kedokteran Hewan untuk dikebiri.
Nasia Freemeta I
RDS Café, Kafe Minimalis Pelepas Lelah
Rimo Department Store (RDS) Botani Square benar-benar memanjakan customernya. Buktinya, pusat perbelanjaan yang sudah menggelar soft opening sejak 27 Februari 2008 lalu itu tidak hanya memberikan kepuasan dalam bentuk interior menarik dan beragam pilihan barang, namun RDS juga menyediakan lokasi khusus bagi para customer yang ingin melepas lelah usai belanja.
Menurut Store Manager RDS Bung Suraya Muhammad Alamsyah, RDS Café hadir untuk para pemegang Rimo Smart Card (RSC). “Member RSC dapat menikmati sajian menu yang kami sediakan secara gratis. “Tinggal menunjukkan struk belanja dengan minimal sesuai ketentuan yang berlaku, pelanggan dapat menikmati menu-menu di kafe kami,” ujar Raya kepada Jurnal Bogor, kemarin.
Dikatakan Raya, RDS Café merupakan salah satu fasilitas yang disediakan pihaknya untuk menciptakan suasana berbelanja yang nyaman. “Customer yang mengunjungi Rimo akan kami servis, sehingga merasa bagai di rumah sendiri,” tukasnya.
RDS Café ditampilkan dengan konsep minimalis, tanpa terlalu banyak ornamen dan aksesoris. Menempati ruang seluas 30 meter persegi, kafe itu memuat empat meja yang masing-masing terdiri dari empat kursi. Di sudut belakang, sebuah sofa L panjang pun tersedia.
“Sampai saat ini, kafe kami masih menyediakan soft drink, kopi dan teh. Kami masih terus berbenah, supaya dalam waktu yang tidak terlalu lama, customer dapat menikmati kue-kue yang kami sediakan di RDS Café,” tukas Raya.
Raya juga menambahkan, RDS yang awalnya mengusung konsep shopping shop, saat ini sudah mengusung konsep family. Untuk itu, lanjutnya, RDS membidik segmentasi kelas menengah dengan lebih meningkatkan segi kenyamanan dalam berbelanja. “Biasanya para ayah lebih menyukai duduk bersantai, sementara anak dan ibu sibuk berbelanja di tempat kami. RDS Café sangat cocok sebagai tempat itu,” sahutnya.
Dapat dikatakan, kehadiran RDS Café semakin melengkapi daftar tempat kuliner di Botani Square yang saat ini dikenal sebagai tempat hangout kawula muda Kota Bogor. “Dengan adanya RDS Café, pelanggan setia Rimo benar-benar kami manjakan,” pungkas Raya lalu tersenyum.
Rudi D. Sukmana
Kue Khas Betawi, “Ini Kue Ape, Bang?”
Kue Ape, dari namanya sangat jelas merupakan kue khas Betawi. Konon nama kue ini berasal dari pertanyaan seorang yang sedang bereksperimen membuat kue. Pada saat kue hasil eksperimennya ditanya, “Ini kue ape, bang?” tentunya dalam logat Betawi, jawaban enteng khas Betawi pun muncul. “Ya, kue ape, pake nanye segale!”
Kue yang tampaknya sederhana itu, sebenarnya dapat dibuat berbagai variasi sehingga lebih enak dilihat dan lebih lezat di lidah, misalnya dengan memberikan taburan mises, keju, atau kismis. Dari tampilannya, kue ape mirip sekali dengan kue serabi atau kue cucur, yaitu menyerupai pancake atau panekuuk.
Karena bentuknya, banyak juga orang yang menyebutnya sebagai ‘kue tetek’. Dengan bentuk bundar yang tipis dan garing di bagian lingkar pinggir dan menggembung di bagian tengah, kue ape biasanya berwarna hijau sebagai hasil campuran tepung beras atau tepung terigu dengan air daun suji.
Epey, seorang penjual kue ape mengatakan, kue ape yang dijajakannya dibuat dari bahan tepung beras. “Kue ape dari tepung beras, rasanya lebih legit dibandingkan yang berbahan tepung terigu. Selain itu, biaya pembuatannya pun lebih ringan,” ujar Epey kepada Jurnal Bogor, kemarin.
Dikatakan Epey, dalam sehari dibutuhkan sedikitnya dua kilogram tepung beras untuk membuat ratusan kue ape yang rasanya digandrungi berbagai kalangan. “Setiap hari, saya mulai jualan sejak pukul 6.00 sampai menjelang Maghrib. Biasanya, sore pukul 15.00 atau 16.00, jualan saya sudah habis,” ungkapnya.
Lempengan-lempengan kue ape yang dijual Epey, dipatok dengan harga Rp 5.000 untuk sepuluh lempeng. Kue ape memang sebuah kuliner yang rasanya tak puas bila hanya menyantap satu atau dua lempeng saja. “Satu pembeli biasa membeli sepuluh hingga duapuluh kue ape,” jelas Epey.
Menikmati kue ape sendiri, begitu banyak gaya yang dapat dipilih. Para penggemar kue ape, bahkan dapat mengkatagorikan sifat seseorang dilihat dari cara orang itu memakan kue ape. Ada yang memakan kue ape dari bagian tengahnya terlebih dahulu, ada yang memakan kue itu dari bagian pinggirnya yang tipis dan kering lebih dulu.
Ada juga orang yang lebih suka melipat-lipat kue ape menjadi bentuk segitiga, atau orang yang menggulung kue ape seperti lumpia. Kalau saya, lebih suka memakan tiga sampai lima lempeng kue ape sekaligus, karena buat saya lebih nendang dan lebih terasa kelezatannya, sambil berkomentar dalam logat Betawi, “Kue ape, ape aje terserah, dah!”
Rudi D. Sukmana
Chick ‘n Cheeze
Bogor, Jurnal Bogor
Berawal dari usaha keluarga, pasangan suami istri Rosi Darianti dan Toteng Hidayat, kembali membuka usaha di bidang kuliner yang lebih menonjolkan Western Food sebagai menu andalan. “Kafe ini sempat dirintis oleh keponakan saya, namun ketika ia menikah, kafe ini sempat vakum selama dua bulan,” ujar Ida, panggilan akrab Rosi.
Dikatakan Ida, karena kegemarannya dalam memasak, ia berani untuk memulai kembali usaha sang keponakan dari nol. ”Sampai saat ini, jumlah pelanggan Chick ’n Cheeze cukup banyak, terutama di kalangan pelajar dan mahasiswa setelah jam bubaran sekolah,” ungkapnya.
Dengan mengusung konsep usaha sebagai kafe rumahan dengan harga yang cukup terjangkau, kafe yang berlokasi di Jl. Raya Bangbarung No.55 Bogor itu dapat menampung sebanyak 50 pelanggan. ”Namun bisa juga ditambah sarananya, jika ada yang berulangtahun atau pesta kecil-kecilan di sini, kami cukup fleksibel, kok,” terangnya.
Tampilan kafe yang mengusung tema green cafe itu, diakuinya, karena banyak tanaman-tanaman hias yang ia berikan. Hal itu dilakukannya, agar para pengunjung merasa betah. ”Maklum, letaknya berada di pinggir jalan, sehingga kami memberikan suasana yang sejuk dan adem supaya pengunjung tidak merasa kepanasan,” kata Ida yang pada saat diwawancara didampingi sang suami.
Jumlah menu yang disediakan oleh Chick ’n Cheeze memang terbilang sedikit, yaitu sekitar 20 menu makanan dan minuman. ”Awalnya untuk menu makanan hanya terfokus pada Chicken Cordon Bleu dan Chicken Katsu saja, tapi karena saya hobi memasak, akhirnya terjadilah pengembangan hingga lima menu. Semuanya telah melalui tahap inovasi sesuai resep saya,” papar wanita kelahiran Bogor, 27 Maret 1960 itu.
Untuk range harga makanan dan minuman yang ditawarkan, lanjut Ida, memang dibandrol tidak terlalu mahal, yaitu antara Rp 2.000 hingga Rp 12.000. ”Semua harga yang tertera di menu, saya sesuaikan dengan kantong para pelajar, sehingga ketika mereka masuk ke dalam, tidak perlu pikir dua kali untuk memesan,” tuturnya.
Dalam membuat makanan yang dipesan pelanggan, Ida selalu turun tangan langsung. Hal ini ia lakukan, agar makanan yang disantap pelanggannya memiliki rasa sesuai dengan yang ia inginkan. ”Walaupun begitu, tidak menutup kemungkinan bagi para karyawan saya untuk bisa dan mampu memasak sesuai dengan resep yang saya miliki,” kata ibu lima anak itu.
Tertarik dengan beberapa menu yang ditawarkan, Chicken Cordon Bleu dan Chocoholic pun dipesan. Harga total dari menu-menu itu hanya Rp 18.500 saja, cukup murah untuk kantong pelajar. Tanpa perlu menunggu terlalu lama, pesanan menu-menu tadi sudah tersaji di atas meja, ”Inilah pelayanan kami, cepat dan mantap, namun tidak mengurangi kualitas yang diberikan,” jelas Ida.
Aroma khas daging ayam dan keju yang meleleh, menggoda hidung ini untuk segera menyantap sajian yang tepat di depan mata. Daging ayam yang empuk, dilengkapi daging asap serta asinnya keju, mampu membangkitkan gairah perut agar mengganyang habis makanan itu. ”Sebelum digoreng, dada ayam tersebut dipipihkan terlebih dahulu, kemudian baru dilumuri bumbu racikan rahasia Chick ’n Cheeze,” tukasnya seraya menambahkan, sebelum dibaluri tepung roti, dada ayam direndam dalam air susu.
Hmm, pantas saja daging ayam tersebut terasa manis. Dengan bercampur asinnya lelehan keju, menu itu semakin memantapkan perut untuk melahap habis Cordon Bleu. Berteman sayuran dan kentang goreng sebagai pelengkap, rasanya perut ini sudah tak mampu menampung semua makanan yang tersaji.
Ketika tengah asyik menikmati hidangan itu, segelas Chocoholic hadir menanti. Minuman yang terdiri dari campuran coklat cream dan milo coklat itu, tampak terasa kekentalannya. Sereal coklat di atasnya yang mempercantik tampilan, semakin menambah dahaga yang sedari tadi semakin beringas. Chocoholic sungguh paduan menu yang menghipnotis lidah untuk segera menikmati manisnya coklat.
Tak terasa, sepiring Chicken Cordon Bleu dan segelas Chocoholic ludes tanpa sisa. Sambil menenangkan perut yang sebelumnya sempat berkonser, Ida menceritakan harapan untuk kafenya. ”Saya ingin usaha yang sempat vakum ini dapat kembali berdiri dan tetap jaya. Bila semuanya sudah stabil, dalam waktu dekat saya akan membuka cabang, namun belum tahu di mana, karena belum ada yang cocok,” pungkasnya lalu tersenyum manis.
Nasia Freemeta Iskandar
ASI: ‘The One and Only’
Sahabat saya Ki Batin tersenyum kecil, ketika saya meminta pendapatnya tentang kehebohan berita susu formula yang tercemar bakteri. Dia hanya mengangguk-anggukkan kepala tanda mahfum. Beberapa saat saya menantikan apa yang akan diucapkannya, tetapi tak tampak Ki Batin mau untuk mengomentari hal itu.
“Jadi bagaimana, Abah? Susu termasuk dalam katagori kuliner, apa yang dapat Abah komentari tentang susu formula yang terkontaminasi itu?” tanya saya penasaran. Ki Batin membelalakkan matanya dengan jenaka. “Komentar apa? Susu formula itu memang buat apa dan untuk siapa?” tanyanya lalu kembali tersenyum kecil.
Saya pun menjelaskan, berdasarkan berita yang ditulis di koran-koran, seorang peneliti IPB pada 2006 telah menemukan enterobacter sakazakii dalam 22 produk makanan bayi dan 15 susu formula terkemuka yang ada di pasar, dengan hasil akhir terdapat 40 persen bakteri dalam MPASI dan 22,7 persen bakteri dalam susu formula.
“Lantas, kenapa mesti dibikin heboh tahun ini?” tanya Ki Batin lagi. Saya hanya menjawab dengan mengangkat bahu. “Sekali lagi Abah bertanya, susu formula itu memangnya buat apa dan untuk siapa?” sahutnya kembali, yang langsung saya jawab, susu formula diproduksi untuk para bayi berusia 0 sampai 1 tahun sebagai pengganti air susu ibu.
“Atuh.., kunaon kudu ngaganti ASI? Kenapa bayi yang baru ‘ceprot’ teh, diparaban ku sapi? Susu formula mah buatan jalma, laen buatan Gusti,” tukas Ki Batin dengan pertanyaan yang menggugah rasa.
Tak puas dengan jawaban berupa pertanyaan itu, saya berusaha mendebat Ki Batin bahwa tidak semua ibu dapat menyusui bayinya. Kadang para ibu yang bekerja pun harus menahan nyeri di seputar dadanya, akibat tidak dapat memberikan ASI kepada bayinya yang ditinggal bekerja. “Banyak juga kasus, para ibu yang memang ASInya tidak keluar, meskipun sudah melahirkan,” ujar saya.
Ki Batin tersenyum lucu melihat polah saya yang sewot dengan jawaban terakhirnya. “Lereus pisan, anaking. Eta oge sae,” sahutnya dalam Basa Sunda sambil menenangkan saya dengan senyumnya yang khas. “Abah mah ingat riwayat hidup kanjeng Nabi nu gaduh ibu susu. Bukan karena pada jaman baheula belum ada pabrik susu, ngan kanjeng Nabi teh sudah secara tersirat mengajarkan, walau bagaimana pun ASI tetap yang terbaik bagi bayi hingga berumur 2 tahun. Masalahnya, jaman sekarang mana ada ibu yang mau mencari ibu susu untuk bayinya. Atau sebaliknya, susah ada ibu yang bersedia menjadi ibu susu bagi bayi orang lain,” pungkasnya lalu kembali tersenyum.
Rudi D. Sukmana
Café Burganni
Bogor, Jurnal Bogor
Mungil dan asri, suasana yang di tawarkan oleh Café Burganni milik Eti Fatmawati itu. Café yang terletak di Jl. Bangbarung Raya No.20, Bantarjati itu sudah berdiri selama tiga tahun terakhir ini. “Awalnya saya tidak terpikir untuk membuka kafe ini, namun pada waktu anak saya baru pulang dari Australia dan menceritakan bagaimana burger begitu diminati, akhirnya saya terinspirasi juga,” ungkap ibu tiga anak itu.
Hobi yang kemudian tersalurkan itu, membuahkan hasil yang cukup dikenal oleh masyarakat luas saat ini. Burger yang diciptakannya sendiri, mampu menghipnotis setiap pengunjung yang datang, “Semua bahan-bahan yang digunakan merupakan asli home made, tidak ada yang menggunakan pengawet,” ujarnya.
Burganni sendiri dikatakan Eti, merupakan akronim dari burger gede dan nikmat, sesuai semboyan yang diusungnya, yakni giant burger with fresh vegetables and 100 persen pure beef. “Dengan ukuran yang relatif lebih besar dan bahan-bahan kualitas terbaik, saya berharap dapat memuaskan pelanggan sehingga mereka dapat menikmati citarasa yang di suguhkan,” tuturnya.
Pengunjung kafe itu, lanjut Eti, kebanyakan dari kalangan pelajar. ”Sebenarnya kami menginginkan kafe kami membidik semua kalangan untuk dapat menikmati sajian menu-menu yang ditawarkan,” ungkapnya.
Diakuinya, selain menu-menu reguler yang ditawarkan, ada juga menu paket di sini, seperti Paket Burganni 1 yang terdiri dari burger, kentang goreng dan coke dengan harga yang relatif terjangkau, yaitu Rp 22.000. “Ada juga paket Burganni 2, cuma yang berbeda dari minumannya saja dengan harga lebih murah, yaitu Rp 20.000,” paparnya.
Lebih lanjut dikatakan Eti, setiap harinya ia mampu menjual 80 burger, namun bisa lebih banyak ketika weekend menjelang. “Terkadang suka kerepotan juga seh, ketika banyak pengunjung yang datang. Tapi saya tidak pernah mengeluh atau merasa kecapekan, malah merasa senang,” kata wanita kelahiran Bogor, 6 Juli 1963 itu.
Jumlah karyawan yang bekerja di tempat itu, diungkapkan Eti ada 5 orang yang dibagi sesuai bidangnya masing-masing, “Saya selalu turun tangan, seperti membuat daging burgernya. Bukan tidak percaya, tapi yang tahu takarannya dengan pasa hanyalah saya,” ujar istri dari Boy Ambadar, seraya menambahkan ia mempunyai 2 cabang, yaitu di parkiran Indomaret Warung Jambu dan Jl. Raya Puncak, Gadog.
Eti menambahkan, menu yang paling diandalkan adalah Double Beef dan Double Cheese. Selain bentuknya yang big, tatanan yang disuguhkan mampu membuat mata yang melihat terbelalak. “Memang porsi yang ditawarkan cukup besar dan mengenyangkan, tapi begitu mencoba pada gigitan pertama pasti ketagihan,” katanya seraya tersenyum.
Akhirnya sepiring burger pun tersaji hangat di atas meja. Melihat bentuknya yang big dan lelehan keju serta mayonaise yang melumer di setiap pinggiran rotinya, sungguh mampu menggiurkan lidah ini yang dari tadi tak sabar untuk segera menyantapnya. Benar saja, roti burgernya, ternyata begitu lembut dan begitu mudah untuk dilumat. Belum lagi daging buatan Eti yang kaya akan rasa, sangat menambah nafsu makan menjadi gila. Sayuran fresh yang turut disajikan pun seakan melengkapi kenikmatan yang tiada tara.
Setelah puas merasakan kenikmatan Burganni, segelas strawberry smoothie yang segar telah menanti. Campuran asli dari buah yang merah nan asam itu, terlihat semakin cantik ketika ice cream strawberry yang tersaji di atasnya menari-nari untuk sesegera mungkin meleleh dan membasahi leher ke dalam perut.
Eti menambahkan, dalam waktu dekat Burganni akan mengembangkan usaha dengan membuka outlet terbaru di Botani Square. ”Dalam pengembangan usaha, saya tidak tergiur dengan tawaran franchise karena dikhawatirkan akan mengurangi citarasa yang selama ini menjadi andalan utama,” tambahnya.
Wanita yang berzodiak Cancer itu, sangat concern terhadap citra yang selama ini susah payah dibangunnya. ”Sebab pada tahun pertama, saya mengalami banyak kendala dalam memasarkan produk. Bahkan, pada bulan pertama hanya terjual satu sampai dua burger, sehingga banyak karyawan yang tidak tahan dan berhenti secara mendadak,” ungkapnya.
Cafe Burganni sendiri, dikatakan Eti, saat ini sudah mendapat nama sampai ke luar Kota Bogor. ”Pendatang dari Jakarta banyak yang singgah ke tempat kami pada hari Minggu. Saya cukup bangga jerih payah dalam merintis usaha ini sudah membuahkan hasil,” pungkasnya.
Nasia Freemeta Iskandar
D’namii Cafe, Resto, & Lounge
Bogor, Jurnal Bogor
D’namii merupakan satu tempat makan yang menawarkan kenyamana suasana resto, café dan lounge sekelas hotel dengan makanan dan minuman seharga kaki lima. Dengan interior dan eksterior yang serba minimalis, hal itu justru menambah kenyamanan pelanggan untuk menikmati waktu bersantai-ria bersama teman, kolega maupun keluarga.
Menurut Jannus Tambunan, pemilik D’namii Resto, Cafe, & Lounge, tampilan D’namii yang unik ditambah nuansa yang cozy, membuat banyak pelanggan mengira harga-harga yang di tawarkan resto ini mahal. ”Padahal harga yang kami berikan relatif terjangkau,” ungkap Jannus kepada Jurnal Bogor, kemarin.
Dikatakan Jannus, D’namii yang terletak di Jl. Dadali No.10 Bogor itu, baru dirintisnya selama 6 bulan bersama sang istri, Ros Tambunan. ”Awalnya saya mempunyai hobi hang out saja, namun akhirnya tertarik juga untuk mendirikan tempat ini,” ujarnya kepada Jurnal Bogor, kemarin.
Jannus juga mengatakan, D’namii merupakan nama yang pas untuk sebutan resto, cafe dan lounge yang dalam bahasa Batak mempunyai arti milik kita. ”Kami menginginkan sebuah resto yang bernuansa seperti di rumah sendiri bagi semua pengunjung yang datang ke tempat kami,” jelasnya.
Pengunjung resto kafe itu, lanjut Jannus, kebanyakan dari kalangan eksekutif muda. ”Sebenarnya kami membidik semua kalangan untuk datang ke tempat kami dan menikmati sajian menu-menu yang ditawarkan, khususnya para pelajar dan mahasiswa. Namun, tempat kami lebih dikenal bagi kalangan eksekutif muda,” ungkapnya.
Diakuinya, untuk memikat pelajar dan mahasiswa, Jannus menyediakan paket pelajar seharga Rp 5.000 untuk segala minuman. Harga menu-menu reguler di restokafe itu sendiri mulai Rp 5.000 hingga Rp 32.000. ”Meskipun harga yang ditawarkan cukup murah, kualitas yang kami berikan tetap yang terbaik,” tutur Jannus.
Untuk kenyamanan para pengunjungnya, Jannus menyediakan kapasitas tempat duduk yang mampu menampung 60 orang di bagian dalam resto dan 40 orang di bagian teras atau luar resto, ”Pada malam hari, banyak pasangan yang memilih untuk duduk di luar, karena suasananya yang cukup romantis,” paparnya.
Jumlah karyawan yang bekerja di tempat itu, dikatakannya ada 11 orang, yang terbagi menjadi 3 bagian, yaitu 1 orang bartender, 1 orang Chef Cook dan sisanya sebagai waiters, ”Semua karyawan di sini merupakan lulusan terbaik di NHI Bandung, jurusan perhotelan, jadi kemampuan mereka tidak diragukan lagi,” tukasnya.
Hingga saat ini, menu-menu yang disediakan D’namii, lebih dominan pada Indonesian Food seperti sop buntut, nasi goreng, hingga pisang goreng, yang juga ditawarkan di resto itu, ”Rata-rata menu yang kami buat merupakan hasil kreasi istri saya, sehingga citarasa yang kami berikan tetap terjaga dan tidak mengurangi keaslian rasa bahan itu sendiri,” terangnya.
Jannus menambahkan, menu yang paling difavoritkan pengunjung tempatnya, adalah sop buntut. Rasa sop buntut yang gurih dari bumbu-bumbu rahasia racikan sang istri, imbuhnya, mampu membius lidah pengunjung, ”Selain daging yang empuk melalui proses perebusan yang cukup lama, dagingnya pun tidak berbau amis seperti sop buntut buatan resto lain. Hal itu membuat pelanggan ketagihan,” tuturnya.
Penasaran dengan kesegaran sop buntut ala D’namii, semangkuk sop buntut pun tersaji. Tampilannya cukup memikat perut untuk segera menyantapnya, dan hmm.. memang benar, kuah yang kental dan kaya akan bumbu-bumbu khas Indonesia terasa sekali di lidah. Belum lagi dengan keempukan daging buntut yang mudah terlepas dari tulangnya. Mulut ini tak henti-hentinya menyeruput kuah yang penuh cita rasa itu dan tak terasa semangkuk sop buntut ludes tanpa sisa.
Puas merasakan kenikmatan sop buntut tadi, telah menanti segelas juice markisa untuk masuk ke dalam perut. Kesegaran yang diberikan dari sari buah markisa, menambah sensasi markisa itu. Rasa yang manis dan sedikit asamnya mampu melepaskan dahaga dan sangat padu dengan sajian sop buntut.
Nasia Freemeta Iskandar/*
Food Court Botani Square
Bogor, Jurnal Bogor
Menurut Food Court Coordinator Eko Windra H, Food Court Botani Square dirancang dengan konsep menawarkan aneka jenis menu masakan. “Keunggulan Food Court Botani Square, salah satunya dekat dengan atrium sehingga pengunjung yang bersantap dan melepas lelah di tempat ini dapat melihat berbagai event yang digelar Botani Square,” ujar Eko kepada Jurnal Bogor, kemarin.
Selain itu, lokasi food court yang dekat dengan pelataran parkir belakang Botani Square, dikatakan Eko, memiliki keuntungan tersendiri. “Dengan lokasi yang berdekatan dengan parkir mobil, memudahkan pengunjung yang datang untuk memilih, bersantap terlebih dahulu lalu berjalan-jalan dan berbelanja, atau belanja dulu dan sebelum pulang dapat bersantap di tempat ini,” paparnya.
Food Court Botani Square memiliki area seluas lebih dari 500 meter persegi. Tempat bersantapnya dibagi menjadi dua, yaitu non smoking dan smoking room. Smoking room yang berlokasi di belakang dengan penyekat kaca lebar, memiliki kapasitas 28 tempat duduk. “Total tempat duduk yang tersedia di tempat ini mencapai 266 kursi dengan 183 meja,” terang Eko.
Segmentasi pasar yang dibidik Food Court Botani Square, imbuh Eko, memprioritaskan keluarga sebagai pengunjung plaza itu. “Semua pengunjung Botani Square merupakan pangsa pasar potensial yang dibidik food court ini, baik dari kalangan pelajar, karyawan, maupun seluruh anggota keluarga,” jelasnya.
Jumlah kios permanen yang disediakan food court itu, lanjut Eko, tersedia sebanyak 10 tempat. “Saat ini, delapan tenant mengisi kios-kios permanen yang tersedia. Kios yang kosong sudah dipesan oleh beberapa tenant yang sebentar lagi mengisi tempat yang kosong itu,” jelasnya.
Para tenant yang mengisi Food Court Botani, di antaranya Ayam Bakar Brumbu, Ayam Goreng Fatmawati, Joy, Putri Nyale, Gaya Tunggal, dan D’mangan, merupakan tenant-tenant yang menyediakan menu-menu dengan citarasa beragam. “Di sini, semua menu ada, dari Indonesian Food, Oriental dan Chinese Food, Western Food, dan Fast Food, seperti California Fried Chicken,” papar Eko.
Dengan mekanisme pembayaran makanan yang dipesan langsung diberikan kepada masing-masing tenant, lanjut Eko, harga-harga menu yang ditawarkan food court itu tidak lebih dari Rp 25.000 per porsi. “Menu termahal di Food Court Botani Square, di antaranya Steak dari Chef 69 Steak dan Sop Konro yang dapat dipesan di Joy,” terangnya.
“Jadi pengunjung yang ingin mencari steak dengan harga ekonomi namun memiliki rasa hotel bintang lima, silakan memesannya di Chef 69 Steak,” tambah Eko. Ikon Food Court Botani Square sendiri, diakui Eko, adalah Gaya Tunggal yang menyediakan menu-menu mie bakso ayam jamur dengan harga termahal Rp 17.000 per porsi. “Gaya Tunggal hanya buka di Botani Square. Sabtu dan Minggu, tak jarang pengunjung yang ingin menikmati mie bakso ayam jamur khas Gaya Tunggal sampai rela antri,” tukasnya.
Pengunjung yang datang dan bersantap di food court itu, menurut Eko, tidak saja hanya untuk menikmati sajian menu kuliner. “Banyak juga yang datang untuk urusan bisnis, menjamu klien sambil melakukan lobi-lobi tentu lebih asyik di sini dengan suasana plaza,” jelasnya.
Eko pun menawari untuk mencicipi salah satu dari seratus lebih menu yang disediakan di food court itu. Karena penasaran, akhirnya satu porsi bebek bakar dari Brumbu pun terhidang di atas meja. Tampilan menu pesanan itu cukup umum. Satu potong dada dan sayap bebek bakar menemani nasi putih yang sudah ditakar dan berbentuk mangkuk, tiga jenis lalapan, yaitu garnis, wortel, dan buncis, serta satu piring kecil sambal goreng dan kecap.
Rasanya sendiri, mm.. cukup lumayan, meski memang susah mencari sajian menu daging bebek yang memiliki tekstur kelembutan seperti halnya menu daging ayam. Bebek bakar yang tersaji, ternyata cukup alot dan liat. Namun, bumbu-bumbunya sangat meresap hingga ke dalam daging dan memiliki rasa yang lezat.
Menu bebek memang lebih menantang daripada menu daging lain, karena kealotannya itu. Bahkan, banyak penggemar makanan itu yang mengatakan, letak kelezatan daging bebek justru pada kealotannya itu. Penasaran juga menemukan sebuah restoran yang menyediakan menu bebek goreng atau bebek bakar yang dapat dinikmati layaknya menikmati ayam gepuk yang lunak hingga ke dalam tulang.
Secara keseluruhan, menyantap makanan di food court memang akan terasa menyenangkan bila tidak sendirian. Suasana plaza yang gemerlap memang sangat pas bila dinikmati bersama seluruh anggota keluarga, teman, atau pasangan.
Rudi D. Sukmana
Es Durian, Nikmatnya Sensasi Rasa Musiman
Sebagai tumbuhan tropik yang memang berasal dari Asia Tenggara, durian, atau kadu dalam Basa Sunda, merupakan buah musiman yang dipanen setahun sekali. Biasanya, musim durian dimulai sejak November sampai Februari. Pada bulan-bulan itu yang masuk dalam musim hujan, banyak penjual buah durian yang menggelar dagangannya di pinggir jalan.
Sebagai buah yang rasanya dinilai orang enak, raja buah-buahan itu dapat diolah menjadi berbagai sajian menu. Durian juga dianggap sebagai makanan panas, karena sehabis memakannya, biasanya tubuh kita akan berkeringat. Salah satu cara untuk mengatasinya, banyak orang yang mengolah buah itu dengan penyajian dingin, misalnya disajikan berupa es durian.
Pada musimnya, banyak pedagang es durian kita temukan. Dalam awal Maret ini, beruntung masih ada satu penjaja es durian yang berhasil ditemukan Jurnal Bogor. Nur Mahdi, salah seorang penjaja es durian mengatakan, di luar musimnya, ia berjualan es dawet. “Bila musim buah durian tiba, saya berdagang es durian karena lebih banyak dicari pembeli,” ujar Nur kepada Jurnal Bogor, beberapa waktu lalu.
Dalam satu hari, dikatakan Nur, ia mampu menjual lebih dari 50 gelas es durian. Es durian jualannya, didapatnya dari seorang pengepul es durian di daerah Sukasari. “Seharinya, saya biasa mengambil satu termos. Kalau ramai, saya ambil satu termos lagi,” ungkapnya seraya menambahkan, ia berjualan mulai pukul 9.00 sampai pukul 16.00 setiap harinya.
Dengan mematok harga Rp 5.000 untuk satu gelas plastik es durian yang dijualnya, Nur mengaku, sedikitnya Rp 25.000 dibawanya pulang sebagai upahnya menjual es durian itu. “Jual es durian, jarang tidak lakunya. Selama musim durian, es durian dagangan saya selalu habis,” tukas Nur.
Meski hujan turun dengan derasnya, satu porsi es durian yang dingin tetap masih dapat dinikmati dengan enak. Dinginnya es dan rasa buah durian yang sudah diolah, mampu membuat belakang kepala ini merinding. Mmm.. durian memang memiliki rasa yang berbeda. Tidak ada satu pun buah yang citarasanya semacam durian.
Beruntung, saya masih dapat merasakan es durian terakhir sebelum penjaja minuman itu menghilang dan akan muncul lagi tahun depan.
Rudi D. Sukmana
Rumah Makan Sundanese
Bogor, Jurnal Bogor
Berawal dari kegemaran berwisata kuliner, Jayadi Budiman dan Bobby Christian Asalo, dua sahabat kental sejak masih duduk di bangku SMA berkongsi untuk membuka satu tempat makan yang menyediakan menu-menu masakan khas Sunda. “Rumah Makan Sundanese ini, sudah beroperasi sejak dua tahun lalu,” ujar Jayadi kepada Jurnal Bogor, kemarin.
Dikatakan Jayadi, tempat usahanya yang terletak di Jl. Siliwangi No.74 Bogor, tepat di pertigaan Batutulis itu, merupakan obsesi dirinya dengan Bobby untuk dapat tampil sebagai tempat makan yang menjadi ikon kuliner Kota Bogor. “Hingga saat ini, jumlah pelanggan Rumah Makan Sundanese sudah cukup banyak, terutama dari pelanggan instansi yang sering memesan makanan untuk santap siang,” ungkapnya.
Pesanan makan siang itu, lanjut Jayadi, dilayani dengan mengantar sampai tempat. “Kami tidak membatasi limit pesanan maupun jarak ke lokasi pemesan,” terangnya seraya menambahkan, hal itu merupakan salah satu bentuk layanan Rumah Makan Sundanese kepada para pelanggannya.
Dengan mengusung konsep usaha sebagai rumah makan dengan harga yang terjangkau, resto berukuran luas 250 meter persegi itu, dapat menampung sebanyak-banyaknya 50 orang. Tersedia dua pilihan bagi para pengunjung, yaitu lesehan yang memiliki dua tempat dengan kapasitas maksimal 8 orang untuk masing-masing tempat dan ruang makan yang menyajikan meja dan kursi. “Yang namanya rumah makan Sunda, memang harus memiliki tempat lesehan bagi para pengunjungnya,” jelas Jayadi.
Jumlah menu total yang disediakan resto itu, dikatakan Jayadi, sekitar 50 menu makanan dan minuman. “Kami lebih sering menyediakan paket per porsi dengan harga mulai Rp 10.000 sampai Rp 20.000 per paket,” terangnya. Harga menu-menu yang ditawarkan di resto itu sendiri, dimulai dari harga Rp 1.000 untuk satu gelas es teh tawar sampai Rp 25.000 untuk seporsi Gurame Bakar berukuran 5 ons.
Karyawan Rumah Makan Sundanese yang berjumlah enam orang termasuk juru masak, imbuh Jayadi, selalu siap untuk melayani para tamu yang datang berkunjung ke tempat makannya. “Usaha kami membidik semua segmen, dari kalangan pelajar, karyawan, sampai keluarga, karena kami menawarkan menu-menu khas dengan harga tidak lebih dari Rp 25.000,” jelas Jayadi.
Alumnus Fakultas Ekonomi Universitas Tri Sakti angkatan 2001 itu juga mengatakan, pada Sabtu dan Minggu, tempat makannya selalu dipenuhi pengunjung yang datang berwisata dari Jakarta. “Pengunjung sangat menyukai menu ayam bakar, gurame bakar, dan sop iga ala rumah makan kami,” tukas Jayadi.
Tertarik dengan beberapa menu yang ditawarkan, nasi putih, pepes peda, bakwan oncom, dan kangkung cah pun dipesan. Harga total dari menu-menu itu hanya Rp 12.000, termasuk segelas teh tawar panas. “Untuk teh tawar, lalapan, dan sambal kami sediakan gretong alias gratis,” seloroh Jayadi.
Tanpa menunggu terlalu lama, pesanan menu-menu itu pun tersaji di hadapan. Aroma pepes peda dan kangkung cahnya yang masih mengepul sangat tajam menyerbu indra penciuman ini, melesak masuk hingga otak bagian belakang yang tersentak. Sontak selera pun bangkit untuk segera menyantap habis sajian khas Sunda itu.
Ketika tengah asyik menikmati hidangan istimewa itu, tanpa sengaja mata melihat tulisan cukup besar yang dipajang pada dinding di belakang etalase sajian masakan. Tulisan itu sangat mengganggu selera makan yang tengah nikmat-nikmatnya merasakan pepes peda. Betapa tidak, sangat jelas terpampang pete goreng, pete bakar dan semur jengkol. Menu-menu yang sangat menjadi ‘musuh yang harus diganyang’.
Seketika itu juga, keberadaan menu-menu yang masing-masing harganya Rp 3.000 per porsi itu ditanyakan kepada salah seorang karyawan, yang dengan ramah segera menyiapkan ketiga jenis menu tersebut. Aromanya, wuih.. sangat memantapkan diri ini untuk segera ‘membantai’ menu-menu yang merupakan ‘musuh’ utama itu.
Dengan tambahan satu piring kecil sambal terasi yang gretong alias gratis itu, keping demi keping, ‘kancing’ demi ‘kancing’ menu kuliner yang satu itu pun dilahap, sambil sebelumnya mencocol sahabat kental ‘musuh-musuh’ itu. Pada saat gigi ini menggigit ‘kancing’ berwarna hijau, kletek, wow.. nikmat luar biasa.
Tak berapa lama, sajian hidangan yang dipesan itu pun ludes tandas tak bersisa. Sambil mereguk teh tawar panas untuk menawar rasa panas dari sambal terasi yang rasanya belum cukup seuhah itu, sebuah catatan tertulis, Rumah Makan Sundanese cukup layak menjadi tempat makan yang direkomendasikan bagi para petualang rasa jati.
Rudi D. Sukmana
Yuyun Gunawan, Sering Melayani Orang Penting
Menurut Yuyun Gunawan, salah satu karyawati dengan masa kerja tertua di Restoran Bogor Permai, resto di mana ia mengabdi sering kedatangan tamu orang-orang penting dan terkenal, seperti para pejabat maupun kalangan selebritis. “Saya bekerja di Bogor Permai sejak 28 tahun lalu,” ujar Yuyun kepada Jurnal Bogor, kemarin.
Dikatakan Yuyun, sebagai seorang yang mendapat tugas Kepala Kasir, dirinya juga bertanggungjawab menangani operasional Bogor Permai, terutama yang berhubungan dengan stok dan hubungan antar karyawan. “Mungkin karena kerja keras dan pengabdian saya, perusahaan tetap memakai tenaga saya,” ujar perempuan kelahiran Bogor, 24 April 1953 itu.
Yuyun mengakui, sampai saat ini ia memilih untuk tidak menikah. “Biarlah, mungkin sudah jalan hidup saya. Yang penting, semua adik-adik saya sudah berkeluarga, saya ikut merasa bahagia,” ujar sulung dari empat bersaudara itu.
Para orang penting yang sering datang ke Bogor Permai, dikatakan Yuyun, antara lain Megawati Soekarno Putri dan Manggara Siahaan yang pernah makan satu meja di meja lima. Selain itu, Hartini Soekarno, Rahmi Hatta, dan Sultan Hamangkubuwono IX semasa hidupnya juga sering mampir ke Bogor Permai, bila sedang singgah di Kota Bogor.
“Ibu Hartini sangat menyukai menu soto ayam khas Bogor Permai, sedangkan Ibu Rahmi Hatta menggemari Steak Sapi Special kami,” ungkap Yuyun seraya menambahkan Bambang Tri, putra mendiang mantan Presiden RI ke 2 Soeharto, selalu mampir di Bogor Permai. “Pak Bambang doyan sekali dengan Roti Keset Bogor Permai. Kalau beli, beliau tidak tanggung-tanggung, bisa lebih dari sepuluh dus,” sahutnya.
Masih banyak lagi orang penting yang pernah dan sering mampir di Bogor Permai. Bila para tamu VIP berkunjung, pihak manajemennya, selalu menugaskan Yuyun untuk melayani. “Saya pernah melayani Rusmin Nuryadin, Soedomo, Emil Salim, Rachmawati Soekarno Putri, dan Dewi Soekarno waktu beliau-beliau datang ke sini,” paparnya seraya menambahkan, dirinyalah yang selalu menyiapkan bakcang pilihan, bila ajudan mendiang Presiden RI kedua datang dan membeli bakcang kesukaannya.
“Kalau kalangan artis, sudah tak terhitung banyaknya yang pernah singgah dan menyantap makanan di sini,” sahut Yuyun seraya menyebutkan nama-nama, Christine Hakim, Pasha Ungu, Ferdi, Asrul Gunawan, Katon Bagaskara, Nurul Arifin, Titik Puspa, Rima Melati, dan Vina Panduwinata.
“Bahkan sebelum terkenal, mendiang Alda merintis karirnya di Bogor Permai dengan sering tampil bernyanyi menghibur para tamu di sini,” tandas Yuyun.
Rudi D. Sukmana
Café Api-api
Bogor, Jurnal Bogor
Café Api-api yang berlokasi di Jl. Jendral Sudirman hampir berdekatan dengan Prodia, menurut pemiliknya Tatang Suherman, sudah beroperasi sejak 1,5 tahun lalu. “Sebelumnya saya sempat membuka tempat makan dengan menu-menu masakan khas Sunda di dekat Air Mancur,” ungkap Tuteng, sapaan akrab Tatang Suherman kepada Jurnal Bogor, kemarin.
Dikatakan Tuteng, usahanya pindah lokasi karena masa kontrak tempat yang habis. Di tempat yang baru, yang didapatnya dari hasil kerjasama dengan salah seorang kerabat, Tuteng merubah konsep usahanya menjadi kafe dengan menu-menu lebih beragam. “Kafe ini menyediakan menu-menu, seperti burger, salad, steak, ikan baker, sampai menu tradisional,” ujarnya.
Dengan kapasitas 70 tempat duduk, imbuh jebolan Eugene Club New York itu, Kafe Api-api melayani reservasi untuk acara-acara ulangtahun, arisan, maupun meeting. “Kami sering menjamu kelompok orang yang membooking tempat di sini. Bahkan, para pejabat dan politikus pun sering melakukan lobi-lobi di tempat kami,” ungkapnya.
Salah satu keunggulan yang disuguhkan kafe itu, adalah pemandangan Gunung Pangrango, lembah Sempur, dan Sungai Ciliwung. “Malam hari, pemandangan dari tempat kami, bagaikan pemandangan dengan suasana Puncak dengan lampu-lampu yang bertaburan. Sangat asyik,” sahut suami dari Yuli Husein yang memiliki pengalaman lebih dari enam tahun di bidang kuliner Negeri Paman Sam itu.
Dengan penampilan tata ruang yang lebih diarahkan seperti saung dan tanpa jendela, pengunjung tempat itu dapat lebih leluasa menikmati panorama senja dan malam hari. “Sambil menikmati panorama alam, pengunjung disuguhkan menu-menu istimewa khas Kafe Api-api,” ucap Tuteng.
Jam operasional Kafe Api-api, lanjut Tuteng, dibuka setiap hari, mulai pukul 12.00 sampai pukul 24.00. Menu-menu yang disediakan, terdiri dari 70 jenis makanan dan minuman. “Menu-menu yang sekarang disediakan merupakan hasil seleksi dari favorit para pengunjung,” paparnya.
Menu-menu itu, lanjut Tuteng, ditawarkan mulai dari harga Rp 1.500 untuk es batu sampai Rp 10.000 untuk juice buah-buahan, dan mulai Rp 4.000 untuk nasi putih sampai Rp 53.000 untuk satu porsi menu ikan baker berukuran 1.000 gram.
Dikatakannya, pengunjung yang kebanyakan kalangan keluarga dan karyawan itu, sangat menggandrungi menu Steak Api-api yang ditawarkan dengan harga Rp 24.000. “Selain itu, menu ikan bakar kami juga sering dipesan para pengunjung,” ujar Tuteng seraya menambahkan, menu ikan laut bakar, seperti ikan bawal, baronang, dan kwe termasuk ikan laut yang banyak dipesan pengunjung tempatnya.
Untuk menghibur para tamu, Tuteng mengatakan, setiap malam kecuali Kamis malam dan Minggu malam, di tempatnya menyuguhkan live music. “Malam hari merupakan waktu yang sibuk di tempat kami. Kapasitas tempat parkir yang hanya mampu memuat 10 mobil, seringkali jumlah mobil pengunjung lebih dari 60, sehingga berjejer di pinggir jalan,” paparnya.
Salah satu menu minuman yang menjadi favorit Kafe Api-api, dikatakan Tuteng, adalah Juice Strawberry Pinang. “Juice ini banyak dipesan, karena memiliki khasiat bagi yang meminumnya,” ungkapnya. Salah satu khasiatnya, adalah bisa menambah vitalitas bagi pria maupun wanita.
Tertarik dengan Juice Strawberry Pinang, akhirnya menu seharga Rp 10.000 itu pun dipesan. Tuteng menyarankan, memesan dengan rasa standar, karena bila memesan dengan rasa double, rasa pinangnya sangat kental. “Bila tidak suka dengan rasa pinang yang biasa dipakai untuk menyirih itu, akan terasa kesat di lidah dan tenggorokan,” ujarnya.
Sajian Juice Strawberry Pinang ditampilkan dengan sederhana, tidak menggunakan pernak-pernik untuk menambah mewah penampilannya. Namun untuk rasanya, cukup segar dan memang lebih terasa buah strawberrynya. “Bila pesan yang double, lebih berasa pinangnya. Oleh karena itu, saya selalu menanyakan ulang kepada pemesan, suka yang rasanya standar atau double untuk Juice Strawberry Pinang yang dipesannya,” ungkap Tuteng.
Sambil menikmati segelas Juice Strawberry Pinang, Tuteng menuturkan, kiat yang dijalaninya dalam menjalankan usaha kuliner itu adalah selalu konsisten dan menjaga servis, kualitas rasa, dan kebersihan. “Ketiga hal itu merupakan faktor utama bila kita ingin sukses berusaha di bidang kuliner,” tandasnya.
Rudi D. Sukmana
Sensasi Rasa Segar Es Puding Rusmana
Dari orang dewasa hingga anak kecil begitu menyukai jajanan yang bernama es, baik es yang murah meriah seperti es lilin hingga es dengan harganya selangit yang dijual di swalayan atau mal. Kebanyakan es yang dijual tidak memiliki rasa dominan. Biasanya karena bahan-bahan yang dicampur terlalu banyak, sehingga jadi terasa setengah-setengah.
Salah satu es yang rasanya tidak setengah-setengah mampu disajikan oleh Rusmana. Lelaki yang sudah tiga tahun menjajakan es puding itu, selalu dinantikan oleh para pelanggannya. “Awalnya saya hanya menerima pesanan untuk acara-acara tertentu, seperti acara pernikahan, karena bekerjasama dengan jasa katering di daerah Indraprasta serta Bogor Baru. Saat ini, saya mencoba juga untuk berdagang keliling,” kata Rusmana yang baru setahun ini membawa gerobaknya berdagang.
Menurut Rusmana, sehari-harinya ia biasa mangkal di depan TK Pertiwi, dan mengakhiri rutenya di daerah Masjid Amaliyah atau di sekitar Universitas Djuanda. Rusmana sendiri mulai berjualan pukul 09.00 sampai pukul 16.00, “Kalau lagi ramai apalagi kalau cuaca sedang panas, saya bisa menjual hingga 200 gelas. Tapi kalau lagi sepi kayak musim hujan ini paling banyak hanya 100 gelas,” ungkapnya seraya menambahkan, satu gelas es puding dijualnya dengan harga Rp 1.500.
Rusmana juga mengatakan, es puding yang dibuatnya merupakan hasil bikinannya sendiri. Bahan-bahan pembuat es puding itu, dikatakannya, tak ada yang istimewa. Santan, tepung hun kwe, tepung maizena, dan susu yang diolah menjadi satu lalu adonan es yang sudah tercampur rata tadi dibekukan. Yang menjadikan es buatan Rusmana digemari terletak pada pelengkap sajian yang digunakannya.
Ada lima pelengkap yang diberikan, yaitu puding (agar-agar), kelapa muda, kacang hijau rebus, pacar cina dan susu. “Untuk membuat puding, biasanya dibutuhkan empat gelas air. Tapi karena puding ini nantinya akan di parut, saya buat sedikit keras dengan memberikan dua gelas air saja dengan dua pilihan warna, merah dan hijau,” jelas Rusmana.
Terkadang, ada juga pelanggan yang tidak ingin memasukkan salah satu pelengkap yang disediakan ke dalam es yang dipesan. “Namanya juga selera, setiap orang berbeda-beda. Saya selalu sabar melayani setiap pesanan yang diinginkan pembeli,” ujar ayah tiga orang anak itu seraya menambahkan, ia memiliki satu anak buah yang biasa mangkal di depan SMU YZA.
Mencicipi es puding racikan Rusmana, mulut ini pun seakan meleleh. Kelembutan puding yang berteman empuknya kacang hijau, lembutnya pacar cina, cakialnya kelapa muda, dan manisnya susu, mampu menghipnotis lidah yang tak henti-hentinya merasakan sensasi kesegaran.
Nasia Freemeta Iskandar/*
Restoran Bogor Permai
Bogor, Jurnal Bogor
Rasanya tidak ada satupun warga Kota Bogor yang tidak mengenal Restoran Bogor Permai, atau setidaknya mengenal produk Roti Bogor Permai. Resto yang satu itu memang merupakan salah satu tempat makan tertua yang masih eksis di Kota Bogor.
Menurut Enrico Purbojo, pemilik Restoran Bogor Permai, embrio Bogor Permai sudah dirintis oleh kakek dan neneknya, Budianto Purbojo – Haryati Purbojo sejak 1959. “Awalnya, kakek dan nenek saya berjualan kue-kue basah, seperti risoles dan kroket yang dijajakan berkeliling perumahan,” ungkap Rico, sapaan akrab Enrico Purbojo kepada Jurnal Bogor, kemarin.
Dikatakan Rico, setelah berjualan kue kelilingan yang dimulai dari tempat kediaman kakek dan neneknya di Sempur, pada 1963 usaha itu pindah ke Jl. Jendral Sudirman No.23A Bogor sampai sekarang.
“Pertama kali pindah, kakek dan nenek saya mendirikan warung makan yang sangat sederhana yang sekarang menjadi tempat parkir Restoran Bogor Permai. Saat itu, masih berjualan kue-kue basah, kopi, dan nasi,” tuturnya.
Karena warung makan itu pernah ditabrak truk tronton yang biasa digunakan untuk mengangkut tentara pada 1963, akhirnya dibangun rumah makan yang lokasinya di belakang warung makan, masih berupa toko satu lantai. “Pada 1963 juga, kami mulai usaha pembuatan roti dan menyediakan masakan khas oriental sebagai menu utama restoran Bogor Permai,” ucap Rico.
Sajian menu-menu masakan oriental berlanjut sampai 1986, pada saat Trisna Purbojo, ayah Rico menggantikan kakeknya mengelola jalannya usaha itu. “Saya sendiri mulai menangani operasional Restoran Bogor Permai sejak 2003,” ungkap Rico.
Usia usaha yang cukup panjang itu, membuat Restoran Bogor Permai memiliki pelanggan setia yang dikatakan Rico, selalu datang lagi untuk bersantap bersama keluarga maupun relasi. “Saat ini, dapat dikatakan para pengunjung tempat kami kalangan yang berumur di atas 30 tahun, karena mereka memang mengetahui Restoran Bogor Permai sejak mereka kecil,” ujarnya.
Usaha rumah makan yang satu angkatan dengan Restoran Bogor Permai, dikatakan Rico, sudah banyak yang tutup atau berganti usaha. “Diantaranya Lautan yang pernah dimiliki oleh Tan Ek Tjoan, saat ini sudah tidak ada lagi. Hanya Restoran Sahabat yang dulu bernama Yun Yin yang saya tahu masih berusaha hingga kini,” tutur Rico.
Saat ini, menu-menu yang disediakan Restoran Bogor Permai, lebih dominan pada masakan-masakan Indonesia, seperti soto ayam, sate ayam ponorogo, gado-gado, dan bubur ayam. “Lebih dari 75 persen menu yang kami sediakan merupakan Indonesian Food, namun kami juga masih menyediakan menu-menu khas oriental yang rasa dan tampilannya tetap kami pertahankan,” ujar Rico.
Kapasitas tempat duduk yang dimiliki resto itu saat ini, dikatakannya, mampu menampung 70 pengunjung di lantai bawah dan 80 pengunjung di lantai atas. Untuk lantai atas lebih difokuskan sebagai tempat reservasi yang sering dipesan perusahaan-perusahaan untuk mengadakan lounching, rapat, atau gathering. “Lantai atas kami sediakan untuk reservasi karena lebih berkesan private,” terangnya.
Jumlah karyawan yang bekerja di tempat itu, dikatakan Rico, lebih dari seratus orang, yang terbagi dalam beberapa unit usaha, yaitu restoran, mini market, dan bakery. Saat ini pun kami menambah satu lagi unit usaha, yaitu Coffee Shop,” jelasnya.
Rico menjelaskan, Restoran Bogor Permai dapat terus beroperasi karena selalu memperhatikan dan mempertahankan kualitasnya. “Kami juga fokus membidik konsumen kalangan middle up, sehingga harga-harga menu di tempat kami memang dinilai relatif tinggi oleh konsumen kalangan tertentu,” paparnya.
Namun, Rico menambahkan, tempat makan yang dimilikinya itu juga menyediakan menu-menu paket hemat. “Pengunjung dapat menikmati set menu special berupa paket hemat seharga Rp 15.000 per porsi dengan bonus teh botol dan buah segar. Menu-menu itu selalu kami rubah setiap tiga bulan sekali,” paparnya.
Tertarik dengan paket hemat yang saat ini terdiri dari menu nasi ikan dori saus pedas, nasi capcay, nasi sapi lada hitam, dan nasi cumi saus pedas, seporsi nasi ikan dori saus pedas pun tersaji di atas meja.
Tampilan menu itu sendiri cukup mewah, seperti tampilan menu di hotel berbintang. Rasa yang ditawarkan pun cukup istimewa. Saus pedasnya tidak terlalu seuhah, juga tidak terlalu manis, sehingga cocok untuk semua lidah yang menyantapnya.
Ikan dorinya pun dimasak melalui proses khusus, dengan berbalur tepung. Rasa ikan dori yang mirip seperti ikan kakap itu sangat kriuk di bagian luar, namun sangat lembut di dalam. Tektur ikan dori yang memang lebih lembut dibandingkan ikan kakap semakin menambah kelembutan yang disajikan.
Nasi putihnya pun sangat pulen dan memiliki aroma yang harum, sehingga mampu menambah selera bersantap. Soal rasa, Restoran Bogor Permai memang tidak berubah. Sajian citarasa menu yang tidak lekang oleh waktu. Tak heran, karena menurut Rico, lebih dari 65 persen karyawan yang bekerja di tempatnya memiliki masa kerja lebih dari 30 tahun.
Rudi D. Sukmana
Cimol, Aci Nu Digemol
Minggu siang yang gelap tanda sebentar lagi turun hujan, angin Kota Bogor bertiup cukup kencang membawa udara yang dingin. Setelah kesana kemari mencari liputan, saya pun menghampiri satu gerobak yang biasa mangkal di Jl. Malabar samping Pangrango Plaza. Gerobak yang menawarkan sajian khas dari Kota Bandung, yaitu Cimol.
Menurut Dadang, penjual Cimol itu, Cimol memang asli jajanan Bandung yang dikatakannya memiliki arti aci digemol atau tepung kanji yang diemut. Meski termasuk makanan bersahaja, Cimol sendiri memiliki penggemar yang cukup banyak. Bentuknya yang bulat seperti bola dengan diameter kira-kira dua centimeter, dimakan dengan bumbu-bumbu yang diracik khusus.
Dadang menyajikan Cimol dengan lima rasa bumbu pilihan, yaitu keju, balado, abon, kaldu, dan cabai. Cimol dikatakan Dadang, berbahan dasar tepung kanji. Dalam sehari, sedikitnya 20 kilogram tepung kanji dihabiskan Dadang untuk membuat jajanan itu.
Proses pembuatan Cimol, dikatakan Dadang, tidak terlalu sulit. Tepung kanji yang diberi air yang sudah ditakar, diadon sehingga mudah dibentuk. Setelah itu, bola-bola kecil Cimol dikukus terlebih dahulu. Penyajian untuk pembeli, Cimol digoreng sampai bagian luarnya mengeras. “Untuk lebih memperkuat rasa, Cimol diberi bumbu-bumbu yang rasanya secara umum sudah digemari,” ujarnya.
Satu bungkus Cimol yang dijual Dadang, dihargai Rp 2.000. Dengan uang sejumlah itu, pembeli dapat menikmati delapan sampai sembilan butir Cimol goring hasil racikan Dadang. Diperlukan satu batang lidi untuk menyuap satu demi satu bola-bola Cimol yang disajikan panas-panas itu.
Aci digemol, yang disingkat Cimol memang cukup unik sebagai jajanan. Rasa Cimol sendiri, menurut saya, mirip-mirip adonan pelapis luar untuk Pempek atau Batagor. Bila dimasukkan ke dalam mulut pada saat Cimol masih panas, dijamin mulut ini akan menyan-menyon antara rasa panas dan kekenyalan yang ditawarkan jenis kuliner satu ini.
Sebagai jajanan yang bersahaja, Cimol memang asyik untuk kemilan ringan. Tanpa perlu piring dan sendok, konsumen yang membeli dapat langsung memakannya sambil berlalu. Namun saya tidak menemui gemolan atau emutan yang ditawarkan jajanan itu, karena bagi saya Cimol lebih enak dinikmati kekenyalannya dengan dikunyah.
Akhirnya, hujan pun turun dengan deras. Cimol yang ada dalam bungkus plastik tinggal dua butir lagi. Sambil menunggu hujan mereda, tanpa sadar Cimol yang ditusuk batang lidi pun digemol, alias diemut.
Rudi D. Sukmana
Obonk Steak & Ribs
Bogor, Jurnal Bogor
Memasuki Obonk Steak & Ribs yang terletak di Jl. Malabar 2 Bogor, sebenarnya sekedar untuk bernostalgia rasa dengan citarasa sajian menu ala western itu. Obonk yang pernah saya tahu, adalah Obonk Steak Kaki Lima yang pada 1997 hanya berlokasi di Jl. Tentara Pelajar, Kota Yogyakarta. Pada tahun itu, pertama kalinya Obonk resmi dibuka untuk menawarkan citarasa kuliner unik di Kota Gudeg.
Saat kaki melangkah ke dalam rumah makan yang penuh dengan ornamen Yogyakarta itu, ingatan kembali melintas ruang waktu menuju ke sebelas tahun lalu. Romantisme suasana yang ditawarkan Obonk Steak Kaki Lima yang berupa kafe tenda, menempati salah satu ruang trotoar pinggir Jl. Tentara Pelajar. Cahaya lampu yang bersinar temaram di setiap meja, ditambah semilir angin kering khas Kota Gudeg itu, sangat menambah eksotisme yang merambah diri.
Kurang lebihnya, Obonk Steak & Ribs yang satu itu menawarkan eksotisme yang sama. Ruangan yang cenderung gelap dengan cahaya lampu yang bersinar temaram, mampu menawarkan suasana berbeda bagi pengunjung. “Tempat kami resmi dibuka pada 19 Agustus 2005,” ujar Erlin NH, salah seorang pengelola Obonk Steak & Ribs kepada Jurnal Bogor, kemarin.
Dikatakan Erlin, rumah makan yang dimiliki Andri Nugroho itu merupakan waralaba dari Obonk yang berasal dari Jl. Dr. Supomo No.11 Solo. “Disana pusatnya Obonk, karena Obonk sendiri berasal dari Kota Solo,” ujarnya pasti.
Erlin menjelaskan, semenjak Obonk berkonsep waralaba, Steak Kaki Lima sebagai slogan usaha telah berganti menjadi Steak and Ribs. “Namun kami tetap menawarkan rasa bintang lima dengan harga kaki lima,” tukasnya.
Obonk Steak & Ribs Kota Bogor, dikatakan Erlin, memiliki kapasitas 35 meja yang mampu memuat empat sampai 15 tempat duduk. Tempat makan itu dibuka setiap hari mulai pukul 10.00 sampai 23.00. “Kecuali Jumat, kami buka pukul 13.00,” terangnya.
Erlin juga mengatakan, tempat makan yang ikut dikelolanya itu menawarkan paket hemat setiap Senin sampai Jumat mulai pukul 14.00 sampai 17.00. “Kami menawarkan juice dengan harga Rp 3.500 dan steak mulai harga Rp 7.500 sampai Rp 12.500,” paparnya.
Menu yang disediakan Obonk Steak & Ribs, dikatakan Erlin, tidak lebih dari 50 jenis makanan dan minuman, semuanya bertema masakan ala western. Harga menu-menu minuman ditawarkan mulai Rp 550 untuk air putih atau es hingga Rp 27.500 untuk satu botol bir.
Sedangkan untuk menu-menu makanan, ditawarkan dengan harga mulai Rp 4.400 sampai Rp 52.700. Harga-harga sengaja disajikan tidak bulat, sehingga berkesan unik. “Kami tidak menyediakan reservasi tempat untuk acara-acara ulang tahun, arisan, atau meeting. Kami pun tidak menyediakan jasa layanan antar,” sahutnya.
Mencoba menemukan eksotisme Yogya pada seporsi steak, saya pun memesan menu khas yang diberi nama, Obonk Steak, yaitu menu steak yang terdiri dari dua rasa daging, daging ayam dan daging sapi. Sekitar 15 menit, menu seharga 29.050 itu pun terhidang di atas meja dengan segelas Juice Blackberry yang berwarna ungu gelap seharga Rp 8.800.
Dikatakan Erlin, menu itu tidak disajikan dengan hot plate, karena termasuk dalam katagori menu barbeque. Obonk Steak sebagai sajian terdiri dari satu potong ukuran sedang daging ayam panggang dan satu potong ukuran kecil daging sapi panggang yang dilumuri saus barbeque, tiga potong kentang goreng, dan sayuran khas steak yang terbuat dari wortel, jagung, kacang polong, buncis, dan bawang Bombay.
Dengan menggunakan garpu dan pisau khusus steak, sepotong demi sepotong daging steak itu pun disantap. Sesekali, potongan kentang goreng dan sayuran disuap masuk ke dalam mulut. Rasa kentang gorennya sendiri cukup gurih, tanda perendaman kentang pada air berbumbu yang cukup lama sebelum digoreng. Sayurannya langsung terasa mericanya. Proses pemasakan kentang goreng dan sayurannya sendiri, rupanya sengaja tidak terlalu matang.
Steak daging ayam dan daging sapi berlumur saus barbeque, cukup empuk dan tidak liat. Dagingnya sendiri cukup mudah diiris. Bumbu-bumbunya pun cukup meresap masuk ke dalam daging sehingga steak yang disajikan memiliki citarasa istimewa. Juice Blackberry pun memiliki rasa yang sangat menyegarkan. Rasa buah blackberrynya sangat kental tanpa bercampur pemanis.
Secara umum, sajian yang telah dipesan memiliki citarasa yang cukup istimewa. Namun, tidak saya temukan eksotisme rasa seperti yang dulu pernah saya alami sebagai pelanggan Obonk Steak Kaki Lima yang berada di Jl. Tentara Pelajar Yogyakarta. Sensasi awali, entah kemana? Masa lalu memang indah bak surga.
Rudi D. Sukmana
Kenangan Indah Segelas Es Cincau Hijau
Ketika kecil, penjaja minuman ini paling ditunggu kehadirannya, bila saya mengisi liburan ke rumah kakek dan nenek di
Hingga saat ini, cincau hijau masih bertengger di papan atas jenis minuman favorit saya yang paling disuka. Kelembutannya mampu menghadirkan nostalgia manis masa kecil. Bahkan, di tengah kenikmatan rasa dingin es serut yang menyerang hingga ke belakang kepala, tanpa sadar mata ini mengambang, rindu saat bahagia masa itu.
Cincau sendiri berasal dari dialek Hokkian, sienchau atau xiancao yang lazim dilafalkan di kalangan Tionghoa Asia Tenggara. Di bahasa asalnya, cincau sebenarnya merupakan nama tumbuhan dengan nama latin Mesona spp. Saat ini, kita lebih mengenal cincau sebagai gel serupa agar-agar yang diperoleh dari perendaman daun tumbuhan itu. Gel terbentuk karena daun tumbuhan tersebut mengandung karbohidrat yang mampu mengikat molekul-molekul air.
Cincau paling banyak digunakan sebagai komponen utama minuman penyegar, misalnya dalam es cincau atau es campur. Berdasarkan penelitian, cincau hijau terbukti dapat menyembuhkan panas dalam yang berpotensi membuat bibir sariawan, karena memiliki efek penyejuk serta peluruh atau diuretik.
Es cincau sebagai minuman, disajikan dengan es serut yang dicampur dengan air santan dan simple syrup yang terbuat dari gula pasir. Kadang, kita melihat simple syrup yang kental itu berwarna merah, karena diberi pewarna oleh penjualnya. Pada waktu kecil, warna merah pewarna itu sangat menggugah selera.
Sambil menikmati es cincau hijau yang dijajakan seorang penjual keliling seharga Rp 4.000, kembali kenangan indah masa kecil hadir dalam diri. Mungkin benar kata Ki Batin, sahabat saya itu, surga selalu ada pada masa lalu. “Detik ini lewat, berarti itulah surgamu. Penuh dengan keindahan, meski dilewati dengan derita,” ujarnya.
Bila surga ada di masa lalu hidup seseorang, lanjut Ki Batin, neraka adalah masa kini. “Apapun yang dikatakan orang, suka atau duka yang dialaminya pada masa kini, hakekatnya adalah neraka, sok atuh direnungkeun,” ucapnya.
Lalu bagaimana dengan masa depan? Ki Batin tersenyum kecil lalu berkata, masa depan adalah Tuhan. “Kemana lagi kau menuju ke masa depan bila bukan pada Tuhanmu, anaking?” jawabnya sangat mendalam.
Rudi D. Sukmana
Rumah Makan Rindu Bogor
Bogor, Jurnal Bogor
Pada awalnya Rumah Makan Rindu Bogor yang berlokasi di Jl. Jendral Sudirman 14 Bogor, tepat di seberang sebuah pohon beringin besar itu bernama Rumah Makan Lo Mie Medan yang beroperasi sejak 2000. “Tiga tahun lalu, rumah makan ini berganti nama menjadi Rumah Makan Rindu Bogor,” ungkap Lidya Kasit, pemilik Rumah Makan Rindu Bogor kepada Jurnal Bogor, kemarin.
Dikatakan Lidya, embrio usaha rumah makannya berawal dari usaha Guest House yang sering menerima turis asing menginap. Seiring dengan kondisi ekonomi makro yang terpuruk, usaha keluarga itu pun berubah menjadi rumah makan.
“Pada waktu masih bernama Lo Mie Medan, tempat makannya hanya menempati bagian depan saja. Saat ini, kami menambah ruangan hingga ke lantai atas, sebagian besar berupa lesehan yang disenangi mayoritas tamu kami,” jelas istri dari Andi Kasit itu.
Menurut Lidya, Rindu Bogor yang mampu memuat 100 tamu itu, sering digunakan sebagai tempat berkumpul arisan, ulang tahun, dan pertemuan kedinasan. “Untuk pesta pernikahan, kami hanya melayani pesanan masakannya saja hingga 500 orang,” ujar ibu dari dua anak itu.
Menu yang disediakan di rumah makan itu, imbuhnya, tidak lebih dari seratus jenis makanan dan minuman. Di tempat itu tidak mengkhususkan pada masakan tradisional tertentu, hanya saja menu masakan khas Sunda lebih banyak ragam pilihannya. “Kami menyediakan menu berdasarkan mayoritas pengunjung yang kebanyakan masyarakat Sunda,” tukas Lidya.
Lidya juga menuturkan, konsep yang diusung Rindu Makan adalah rumah makan atau restoran yang membidik segmentasi keluarga dan kalangan muda. Namun, rumah makannya, juga sering dikunjungi para karyawan yang bersantap siang. “Tempat makan kami juga sering disinggahi para turis mancanegara yang sedang melancong di Kota Bogor, mereka menyukai rasa sajian menu-menu kami,” tukasnya.
Menu-menu andalan Rumah Makan Rindu Bogor yang juga sangat digandrungi para pelanggan, menurut Lidya, adalah nasi timbel dan ikan bakar. Selain menu unggulan itu, sate sapi bumbu manis, sop iga bakar, sop ikan asam pedas, dan sop buah yoghurt merupakan menu-menu yang banyak dipesan pengunjung resto itu.
Sate sapi bumbu manis yang dibandrol Rp 19.500, dijelaskan Lidya, mirip seperti sate marangi namun dengan bumbu yang berbeda. Sate itu menggunakan bumbu kacang halus seperti bumbu kacang pada sate Madura. “Sate sapi bumbu manis, dagingnya sangat empuk. Bahkan, nenek-nenek pun dapat menikmatinya, karena dagingnya berasal dari has dalam pilihan,” jelas Lidya seraya menambahkan, satu porsi sate sapi bumbu manis terdiri dari tujuh tusuk.
Sedangkan sop ikan asam pedas yang memiliki harga Rp 14.000 dan Rp 16.000, dikatakan Lidya, berbahan ikan nila dengan dua pilihan ukuran dan harga. Satu mangkuk sop ikan dengan kuah berwarna merah itu, memuat satu ekor ikan nila berukuran 3 ons dan 4 ons yang dipotong menjadi dua bagian. “Rasa asamnya berasal dari asam glugur, yaitu asam khas Medan yang berbentuk gepeng seperti jamur dan ditambah dengan daun mint dan kecomprang,” paparnya.
Resto yang memiliki karyawan sebanyak 8 orang termasuk dua orang juru masak, yaitu Trisna dan Neni itu, memang menyuguhkan suasana bersantap yang nyaman. Dengan dua pilihan tempat makan, lesehan dan duduk, pengunjung bisa memilih sendiri tempat yang disukainya. “Kebanyakan pengunjung memilih tempat lesehan di ruangan belakang, karena memiliki panorama Gunung Gede dan Sungai Ciliwung,” ungkap Lidya.
Karena perut sudah penuh, salah satu menu unggulan tempat itu, yaitu sop buah yoghurta yang dibandrol dengan harga Rp 6.000 per porsi pun dipesan. Tak berapa lama, sop buah yoghurt pun tersaji di hadapan. Menu itu memiliki tampilan mewah dan sangat menggugah selera. Satu buah strawberry terbelah dua yang tergolek di atas gumpalan yoghurt, mempercantik tampilan atas menu istimewa khas Rumah Makan Rindu Bogor.
Seporsi menu sop buah yoghurt, terdiri dari 12 macam buah, yaitu strawberry, apel, pear, jambu biji, kelengkeng, rambutan, alpukat, sirsak, nangka, nanas, papaya, dan melon. Benar-benar kaya akan aneka rasa buah dalam segelas menu. Belum lagi susu kental manis yang semakin menambah rasa segar bagi siapa pun yang menikmatinya.
“Es serut dan yoghurt dari sop buah yoghurt itu, buatan kami sendiri. Sehingga dijamin kebersihan dan higienitasnya,” ucap Lidya seraya menambahkan, hingga saat ini tidak pernah ada satu pun pengunjung yang mengeluh tentang kebersihan menu dan tempat yang disuguhkan rumah makan itu.
Untuk rasa, menu sop buah yoghurt cukup istimewa. Satu porsinya pun sangat mengenyangkan. Hanya rasa yoghurtnya sendiri menjadi sirna karena kalah dengan aneka rasa yang ada pada seporsi menu itu. Namun, kesegaran yang didapat dari buah, susu, dan dinginnya es mampu membuat diri menghabiskan sop buah yoghurt itu sampai tetes terakhir.
Rudi D. Sukmana
Teras Air Café & Resto
Bogor, Jurnal Bogor
Di tengah hiruk pikuk Jl. Raya Tajur yang selalu disesaki oleh kendaraan umum, terselip satu tempat yang memiliki satu tempat khas sebagai salah satu ragam kuliner di Kota Bogor. Nama tempat itu, Teras Air Café & Resto yang berlokasi di Jl. Raya Tajur No. 291 Bogor.
Memasuki kawasan tempat makan itu, tak henti-hentinya mulut berucap, “Waaah, keren banget ya,” karena Teras Air Café & Resto menyuguhkan satu tampilan tempat yang menggabungkan nuansa alami dan asri dengan citra rasa tinggi nan istimewa serta kreatif.
Padahal, bila dilihat dari luar, orang awam tidak akan tahu kalau di dalamnya ada sebuah bangunan yang cukup menakjubkan. Tampak depan, restokafe itu seperti bangunan lain yang ada dalam area perumahan Teras Hijau Residence, namun pengunjung akan berdecak kagum dengan kamuflase bangunan itu.
Namun, taman kecil di pinggir jalan cukup sebagai penanda adanya pemandangan luar biasa di dalamnya. Satu-satunya petunjuk bahwa terdapat restokafe di dalamnya, hanyalah papan nama. Bahkan, pintu masuk dari jalan dengan lebar sekitar dua meter, belum cukup besar untuk leluasa melihat suasana di dalamnya.
Teras Air Café & Resto menyuguhkan kombinasi rimbunnya pepohonan dengan arsitektur yang diberi konsep back to nature. Gemericik air yang berasal dari kolam pemancingan selalu mengalun di tempat itu. Sesekali, pengunjung dapat melihat pertunjukan lompatan-lompatan ikan mas dan ikan patin. “Saya memanfaatkan kolam pemancingan dan areal budidaya tanaman, khususnya tanaman hias, sehingga tempat ini berkesan menyatu dengan alam,” ungkap Christine, pengelola Teras Air Café & Resto kepada Jurnal Bogor, kemarin.
Menurut wanita pengusaha yang akrab disapa Tinne ini, tempat makannya menyajikan meja kursi yang terpisah, sehingga privasi setiap tamu dapat terjaga. Berbeda dengan konsep restoran biasa, di tempat itu meja kursi makan ada di berbagai tempat, seperti beranda, bale bengong, bahkan hingga di pinggir kolam.
“Sejak berdirinya Teras Air, saya sengaja menggunakan furniture yang terbuat dari kayu dan dedaunan agar menambah nilai estetika dalam interior maupun eksterior,” ujar Tinne di sela-sela kegiatannya menjamu para tamu yang datang ke tempat usahanya.
Tinne juga mengatakan, tempatnya menyediakan arena rekreasi keluarga, berupa fasilitas-fasilitas pendukung, seperti sirkuit remote control (RC), futsall, kolam pemancingan dan free karaoke yang biasa dimulai dari pukul setengah delapan malam hingga pukul sepuluh malam.
“Untuk fasilitas pemancingan, pengunjung dapat menggunakannya dengan dikenakan biaya Rp 10.000, sudah termasuk pakan ikannya,” ujar Tinee. Bila pengunjung berhasil menangkap ikan dan ingin menyantap hasil pancingannya, maka dapat menambah lagi Rp 25.000 per kilogram untuk proses pemasakan ikan hasil pancingan itu.
Hampir 500 menu disediakan di Teras Air Café & Resto, yang semuanya merupakan hasil olahan restokafe itu. Menunya sendiri terinspirasi pada waktu Tinne hunting ke Jawa, Bandung, Lombok bahkan sampai ke Thailand. “Untuk menciptakan citarasa yang unik, saya rela terjun langsung ke lapangan supaya tahu apa saja bumbu-bumbu yang digunakan dan kemudian diolah lagi dengan kreasi dari Chef Cook kami,” tuturnya.
Seporsi ayam ungkep, sayur asem, nasi, lalapan dan sambal yang dipesan Jurnal Bogor, merupakan menu paket yang diandalkan restokafe itu. Daging ayam yang empuk sangat menyatu dengan rasa asin-asin gurih dalam mulut. Apalagi ditambah kentalnya kuah sayur asam menambah kekuatan rasa di setiap gigitan.
“Kami selalu berupaya memuaskan lidah dan perut para pelanggan. Untuk resep dan cara pengolahan, silakan bertanya langsung saja kepada Chef Cook kami. Yang jelas, kami kami selalu memuaskan pelanggan,” tukas wanita yang kini memiliki 23 karyawan dalam membantu usahanya itu.
Salah satu menu minuman yang ditawarkan untuk pelanggan wanita, yaitu Pink Lady dikatakan Tinne merupakan favorit pengunjung tempatnya. Minuman yang terdiri dari buah strawberry dan float cream strawberry itu, mampu membuat mata merem-melek karena keasamannya yang unik.
“Ada juga Es Buah Bakar yang cukup menjadi favorit di sini, karena namanya cukup kontradiktif,” terang Tinne. Ditambahkannya, banyak pelanggan bertanya-tanya bagaimana mungkin es buah bisa dibakar.
“Padahal kami hanya membubuhkan caramel di dalam es buah tersebut, sehingga terlihat seperti hangus terbakar,” imbuhnya seraya melanjutkan, caramel yang diberikan pada menu itu juga berguna menambah citarasa. Bahkan beberapa pelanggan berpendapat rasanya menjadi seperti kopi susu,” tandasnya.
Nasia Freemeta/Julvahmi/*
Kamis, 10 April 2008
Menu-menu Baru Rahat Cafe
Memasuki usia yang sudah melewati setahun beroperasi, Rahat Café menambah kembali menu andalannya, sebagai upaya memodifikasi menu yang sudah ada dengan berbagai inovasi. Beberapa menu baru itu, adalah Es Bubur Buah dan Ayam Bakar Jumbo.
”Disebut bubur buah karena bahan-bahan yang terdiri dari yoghurt, es krim, susu dan buah-buahan segar yang dihaluskan hingga lembut dengan pengolahan tertentu, sehingga menyerupai bubur,” ujar Dedi selaku Manager sekaligus koki di Rahat Cafe kepada Jurnal Bogor, kemarin.
Uniknya lagi, lanjut Dedi, yoghurt yang digunakan bukanlah yoghurt yang terbuat dari susu yang dimasamkan, namun hasil dari racikan Rahat sendiri melalui pencampuran asam strawberry dengan tape singkong, sehingga rasa yang ditawarkan berbeda dari yoghurt biasa. Jadi ketika pelanggan mencicipi, pada suapan pertama menimbulkan rasa penasaran akan rasa dari yoghurt itu.
Petualangan rasa pun semakin menarik karena topingnya disajikan dari berbagai macam buah antara lain strawberry, alpukat, kelapa, nangka, melon dan jambu biji. ”Pelanggan menamakan es bubur buah ini sebagai makanan sehat bukan minuman ataupun dessert, mungkin dilihat dari porsinya yang cukup mengenyangkan serta mengandung berbagai nutrisi dan vitamin di dalamnya,” tambah Alex, pemilik Rahat Cafe.
Pada saat mencicipi es bubur buah itu, baru setengah gelas, perut sudah tidak sanggup lagi. Tapi apa yang telah diungkapkan Alex dan Dedi mengenai rasa yoghurt telah terbukti pada suapan pertama. Ada keunikan rasa yang begitu asing di lidah dan mampu memberikan kesegaran tersendiri.
Sambil menemani perjuangan untuk menghabiskan es bubur itu, Alex menuturkan, menu Ayam Bakar Jumbo, selain porsi ayamnya lebih besar dibandingkan porsi nasi, harganya pun cukup terjangkau. ”Cukup Rp. 9.500 saja per porsi dan sangat digandrungi kalangan muda,” ujarnya.
Daging ayam bakar jumbo ternyata begitu empuk, berkat cara membuatnya yang direbus terlebih dahulu sambil mencampurkan berbagai racikan bumbu ala Rahat Cafe. ”Proses pembakarannya sendiri hanya menggunakan sedikit mentega supaya ayam tidak lengket,” jelas Alex.
Dikatakan Alex, dalam waktu dekat Rahat Cafe akan membuka cabang di Jambu Dua. ”Dalam sisi teknis, memudahkan saya untuk mengontrol operasional kafe, karena kebetulan saya juga memiliki counter hape di sana,” tandasnya.
Nasia Freemeta Iskandar/*
Kantin Mawar Sharon
Bogor, Jurnal Bogor
Punya duit pas-pasan tapi ingin menikmati citarasa kuliner yang lumayan istimewa? Mawar Saron adalah pilihan yang tepat, harga yang tergolong murah meriah dan menu makanan di sini pun campur sari. Dari makanan utama sampai juga makanan ringan semua lengkap tersaji di kantin ini.
Kantin modern yang terletak di Jl. Pakuan seberang Hero Pajajaran, berdekatan dengan SMA Negeri 3 Bogor itu, sudah popular sejak 2000 dan banyak dikunjungi para pelajar, mahasiswa maupun para karyawan yang bekerja di sekitar tempat itu.
Menurut Lili, pemilik Kantin Mawar Saron, arti dari Mawar Saron sendiri adalah bunga yang abadi, yang diambilnya dari Alkitab. ”Saya ingin usaha yang sudah berjalan 8 tahun ini dapat berlangsung selamanya, meski kantin ini sempat down disebabkan kurang baiknya management yang diterapkan,” ujar Lili kepada Jurnal Bogor, kemarin.
Dibuka setiap hari mulai pukul 7.30 hingga pukul 19.30, dikatakan Lili usahanya mampu mendapatkan omset hingga Rp 2 juta per hari. Dari usahanya itu, Lili bisa menyekolahkan enam anaknya.
“Saya bangga usaha kantin ini, bisa menyekolahkan anak hingga sarjana semua,” kata anak pertama dari lima bersaudara itu. Namun ia juga menyayangkan, tidak ada satu pun anak-anaknya yang mewarisi bakat ibunya dalam mengolah masakan. “Anak-anak saya beralasan belum menguasai medan,” sahut Lili.
Memiliki sembilan karyawan termasuk kokinya, Mawar Saron menyediakan 100 menu masakan dan minuman. Kantin yang selalu disesaki pelajar ini mengandalkan Kwetiau Goreng Spesial dan Juice Strawberry, sebagai menu yang paling banyak dipesan oleh pelanggan.
Menu Kwetiau Goreng Spesial ala Kantin Mawar Saron, terdiri dari sayur caisim, toge, telur, sosis, dan bakso yang dihiasi irisan tomat dan ketimun serta acar, terakhir tampilan sajian menu andalan itu diberi sentuhan taburan bawang goreng.
Diungkapkan Lili, kwetiau goreng spesial yang disajikan, hanya memakai bumbu-bumbu yang umum, namun pelanggan sangat menyukai menu hasil sajian kantin itu. “Saya hanya memilih produk berkualitas untuk bahan dan bumbu semua menu yang kami sajikan,” ucapnya.
Kwetiau goreng spesial ternyata memiliki kekenyalan yang pas. Bumbu-bumbunya pun terasa gurih di lidah. Saus sambal yang diberikan, mampu menggugah selera dan semakin menambah hadirnya nafsu makan. Dalam tempo singkat, seporsi kwetiau goreng spesial pun ludes tak bersisa.
Untuk menu minuman, tambah Lili, juice strawberry sebagai menu favorit dibuat dari buah strawberry yang masih segar. Buah itu didapatnya dari sebuah perkebunan strawberrry di Ciwidey, Bandung. “Awalnya saya pergi ke Bandung untuk membeli buah itu. Saat ini, mereka yang langsung mengirim buah itu ke saya, karena sudah tahu pelanggan kami sangat menggandrungi juice buah yang berwarna merah serta asam ini,” ungkap Lili.
Olahan juice strawberry itu, diungkapkan Lili, tergolong biasa saja. Strawberry dihancurkan bersama es batu dengan menggunakan blender, kemudian diberi susu kental manis. “Susu yang saya pilih pun yang manisnya pas, dan tidak membuat giung di mulut,” lanjutnya seraya menambahkan, susu yang ditambahkan menjadi salah satu faktor pendukung dalam menambah kesegaran juice strawberry.
Selain dua menu unggulan tadi, ada satu lagi menu yang ditawarkan Lili yang diberi nama Ayam Kalasan. Ayam tersebut direbus bersama santan dan bumbu-bumbu racikan Mawar Saron hingga meresap dan daging ayamnya empuk. “Kalau ayam goreng menggunakan kunyit, untuk Ayam Kalasan tidak. Itulah yang membedakan ayam kalasan dengan ayam goreng,” ungkap istri Rudi Kurniawan itu.
Ayam Kalasan disajikan bersama lalapan, sambal dan sepiring nasi. “Untuk sambal, bahan yang digunakan sama dengan bahan membuat sambal lainnya. Yang membedakan, yaitu penambahan gula jawa ke dalam olahannya, sehingga yang ditonjolkan lebih ke rasa manis bukan pedas,” sambung Lili.
Untuk menambah variasi menu, Mawar Saron melakukan franchise dengan Origi Bento. Dengan menyediakan menu paket hemat untuk masakan-masakan Jepang, pengunjung terutama kalangan pelajar menyambut dengan antusias. “Dengan hanya Rp 10.000 pengunjung dapat menikmati berbagai menu pilihan Origi Bento yang sesuai dengan kantong pelajar,” tandas Lili lalu tersenyum.
Nasia Freemeta Iskandar