Bogor, Jurnal Bogor
Kue Ape, dari namanya sangat jelas merupakan kue khas Betawi. Konon nama kue ini berasal dari pertanyaan seorang yang sedang bereksperimen membuat kue. Pada saat kue hasil eksperimennya ditanya, “Ini kue ape, bang?” tentunya dalam logat Betawi, jawaban enteng khas Betawi pun muncul. “Ya, kue ape, pake nanye segale!”
Kue yang tampaknya sederhana itu, sebenarnya dapat dibuat berbagai variasi sehingga lebih enak dilihat dan lebih lezat di lidah, misalnya dengan memberikan taburan mises, keju, atau kismis. Dari tampilannya, kue ape mirip sekali dengan kue serabi atau kue cucur, yaitu menyerupai pancake atau panekuuk.
Karena bentuknya, banyak juga orang yang menyebutnya sebagai ‘kue tetek’. Dengan bentuk bundar yang tipis dan garing di bagian lingkar pinggir dan menggembung di bagian tengah, kue ape biasanya berwarna hijau sebagai hasil campuran tepung beras atau tepung terigu dengan air daun suji.
Epey, seorang penjual kue ape mengatakan, kue ape yang dijajakannya dibuat dari bahan tepung beras. “Kue ape dari tepung beras, rasanya lebih legit dibandingkan yang berbahan tepung terigu. Selain itu, biaya pembuatannya pun lebih ringan,” ujar Epey kepada Jurnal Bogor, kemarin.
Dikatakan Epey, dalam sehari dibutuhkan sedikitnya dua kilogram tepung beras untuk membuat ratusan kue ape yang rasanya digandrungi berbagai kalangan. “Setiap hari, saya mulai jualan sejak pukul 6.00 sampai menjelang Maghrib. Biasanya, sore pukul 15.00 atau 16.00, jualan saya sudah habis,” ungkapnya.
Lempengan-lempengan kue ape yang dijual Epey, dipatok dengan harga Rp 5.000 untuk sepuluh lempeng. Kue ape memang sebuah kuliner yang rasanya tak puas bila hanya menyantap satu atau dua lempeng saja. “Satu pembeli biasa membeli sepuluh hingga duapuluh kue ape,” jelas Epey.
Menikmati kue ape sendiri, begitu banyak gaya yang dapat dipilih. Para penggemar kue ape, bahkan dapat mengkatagorikan sifat seseorang dilihat dari cara orang itu memakan kue ape. Ada yang memakan kue ape dari bagian tengahnya terlebih dahulu, ada yang memakan kue itu dari bagian pinggirnya yang tipis dan kering lebih dulu.
Ada juga orang yang lebih suka melipat-lipat kue ape menjadi bentuk segitiga, atau orang yang menggulung kue ape seperti lumpia. Kalau saya, lebih suka memakan tiga sampai lima lempeng kue ape sekaligus, karena buat saya lebih nendang dan lebih terasa kelezatannya, sambil berkomentar dalam logat Betawi, “Kue ape, ape aje terserah, dah!”
Rudi D. Sukmana
Jumat, 11 April 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar