Masakan Khas Selera Urang Sunda
Bogor, Jurnal Bogor
Berawal dari kegemaran berwisata kuliner, Jayadi Budiman dan Bobby Christian Asalo, dua sahabat kental sejak masih duduk di bangku SMA berkongsi untuk membuka satu tempat makan yang menyediakan menu-menu masakan khas Sunda. “Rumah Makan Sundanese ini, sudah beroperasi sejak dua tahun lalu,” ujar Jayadi kepada Jurnal Bogor, kemarin.
Dikatakan Jayadi, tempat usahanya yang terletak di Jl. Siliwangi No.74 Bogor, tepat di pertigaan Batutulis itu, merupakan obsesi dirinya dengan Bobby untuk dapat tampil sebagai tempat makan yang menjadi ikon kuliner Kota Bogor. “Hingga saat ini, jumlah pelanggan Rumah Makan Sundanese sudah cukup banyak, terutama dari pelanggan instansi yang sering memesan makanan untuk santap siang,” ungkapnya.
Pesanan makan siang itu, lanjut Jayadi, dilayani dengan mengantar sampai tempat. “Kami tidak membatasi limit pesanan maupun jarak ke lokasi pemesan,” terangnya seraya menambahkan, hal itu merupakan salah satu bentuk layanan Rumah Makan Sundanese kepada para pelanggannya.
Dengan mengusung konsep usaha sebagai rumah makan dengan harga yang terjangkau, resto berukuran luas 250 meter persegi itu, dapat menampung sebanyak-banyaknya 50 orang. Tersedia dua pilihan bagi para pengunjung, yaitu lesehan yang memiliki dua tempat dengan kapasitas maksimal 8 orang untuk masing-masing tempat dan ruang makan yang menyajikan meja dan kursi. “Yang namanya rumah makan Sunda, memang harus memiliki tempat lesehan bagi para pengunjungnya,” jelas Jayadi.
Jumlah menu total yang disediakan resto itu, dikatakan Jayadi, sekitar 50 menu makanan dan minuman. “Kami lebih sering menyediakan paket per porsi dengan harga mulai Rp 10.000 sampai Rp 20.000 per paket,” terangnya. Harga menu-menu yang ditawarkan di resto itu sendiri, dimulai dari harga Rp 1.000 untuk satu gelas es teh tawar sampai Rp 25.000 untuk seporsi Gurame Bakar berukuran 5 ons.
Karyawan Rumah Makan Sundanese yang berjumlah enam orang termasuk juru masak, imbuh Jayadi, selalu siap untuk melayani para tamu yang datang berkunjung ke tempat makannya. “Usaha kami membidik semua segmen, dari kalangan pelajar, karyawan, sampai keluarga, karena kami menawarkan menu-menu khas dengan harga tidak lebih dari Rp 25.000,” jelas Jayadi.
Alumnus Fakultas Ekonomi Universitas Tri Sakti angkatan 2001 itu juga mengatakan, pada Sabtu dan Minggu, tempat makannya selalu dipenuhi pengunjung yang datang berwisata dari Jakarta. “Pengunjung sangat menyukai menu ayam bakar, gurame bakar, dan sop iga ala rumah makan kami,” tukas Jayadi.
Tertarik dengan beberapa menu yang ditawarkan, nasi putih, pepes peda, bakwan oncom, dan kangkung cah pun dipesan. Harga total dari menu-menu itu hanya Rp 12.000, termasuk segelas teh tawar panas. “Untuk teh tawar, lalapan, dan sambal kami sediakan gretong alias gratis,” seloroh Jayadi.
Tanpa menunggu terlalu lama, pesanan menu-menu itu pun tersaji di hadapan. Aroma pepes peda dan kangkung cahnya yang masih mengepul sangat tajam menyerbu indra penciuman ini, melesak masuk hingga otak bagian belakang yang tersentak. Sontak selera pun bangkit untuk segera menyantap habis sajian khas Sunda itu.
Ketika tengah asyik menikmati hidangan istimewa itu, tanpa sengaja mata melihat tulisan cukup besar yang dipajang pada dinding di belakang etalase sajian masakan. Tulisan itu sangat mengganggu selera makan yang tengah nikmat-nikmatnya merasakan pepes peda. Betapa tidak, sangat jelas terpampang pete goreng, pete bakar dan semur jengkol. Menu-menu yang sangat menjadi ‘musuh yang harus diganyang’.
Seketika itu juga, keberadaan menu-menu yang masing-masing harganya Rp 3.000 per porsi itu ditanyakan kepada salah seorang karyawan, yang dengan ramah segera menyiapkan ketiga jenis menu tersebut. Aromanya, wuih.. sangat memantapkan diri ini untuk segera ‘membantai’ menu-menu yang merupakan ‘musuh’ utama itu.
Dengan tambahan satu piring kecil sambal terasi yang gretong alias gratis itu, keping demi keping, ‘kancing’ demi ‘kancing’ menu kuliner yang satu itu pun dilahap, sambil sebelumnya mencocol sahabat kental ‘musuh-musuh’ itu. Pada saat gigi ini menggigit ‘kancing’ berwarna hijau, kletek, wow.. nikmat luar biasa.
Tak berapa lama, sajian hidangan yang dipesan itu pun ludes tandas tak bersisa. Sambil mereguk teh tawar panas untuk menawar rasa panas dari sambal terasi yang rasanya belum cukup seuhah itu, sebuah catatan tertulis, Rumah Makan Sundanese cukup layak menjadi tempat makan yang direkomendasikan bagi para petualang rasa jati.
Rudi D. Sukmana
Jumat, 11 April 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar