Bogor, Jurnal Bogor
Kebiasaan minum teh poci sangat popular di daerah Jawa Tengah, khususnya di daerah Banyumasan. Sebagai seorang yang pernah tinggal hampir lima tahun di Yogyakarta dan penggemar berat teh, saya pun sangat menyukai minum teh poci ketika masih tinggal di daerah istimewa itu, karena sajian khas itu pun banyak juga ditemui di Yogyakarta dan sekitarnya.
Teh poci yang saya kenal ketika itu, memiliki semboyan nasgitel yang merupakan singkatan dari panas, sepet, legi, dan kentel. Meski menikmati teh poci mirip-mirip dengan menikmati teh layaknya di Jepang dan di Inggris, tidak ada jam atau waktu yang tepat untuk menikmati teh poci. Karena teh poci dapat dinikmati kapan saja, entah itu pagi hari, siang hari, sore hari, maupun malam hari.
Namun, sensasi luar biasa yang tidak bisa diucapkan dengan kata-kata dalam menikmati teh poci pada waktu itu adalah suasana senja hari nan cerah berlembayung merah, sambil memandang riak permukaan padi menguning di hamparan sawah yang luas hingga ke kaki Gunung Sumbing.
Sensasi yang pernah saya alami itu merupakan buah pengalaman saya ketika menikmati sajian teh poci di sebuah rumah makan tradisional di daerah Secang Magelang, Jawa Tengah. Apalagi pada waktu itu, teh poci disuguhkan dengan beberapa potong gorengan pisang, tahu, dan tentu saja, mendoan yang tak henti-hentinya saya kudap sambil menunggu waktu shalat maghrib tiba.
Orang yang baru menggunakan teh poci, sering tidak tahu tip n trick agar teh terasa nikmat. Untuk minum teh dengan poci tanah ada tatacaranya, yakni jika poci tanah masih baru harus direbus terlebih dulu dengan air teh selama beberapa hari, atau isi poci dengan teh dan air mendidih, serta dibiarkan seharian. Keesokan harinya diganti lagi dengan yang baru sampai bau tanahnya hilang.
Satu tip n trick lain, yakni pemanis atau gula yang digunakan. Teh poci lebih nikmat memakai gula batu, karena bila menggunakan gula pasir, akan cepat cair dan rasa manisnya tidak awet.
Bila memakai gula pasir, tuangan teh pertama akan membuat gula pasir langsung melebur dengan teh, sehingga bila secangkir teh telah habis, tuangan selanjutnya harus memasukkan kembali gula pasir. Tentu saja hal itu merupakan pemborosan, apalagi sekarang ini gula pasir sudah semakin mahal harganya.
Satu lagi, bila memakai poci tanah jangan sekali-sekali berganti-ganti merk teh, jadi harus setia dengan satu merk. Karena ini akan mempengaruhi rasa tehnya. Sangat disarankan memilih teh yang diproduksi dari Jawa Tengah seperti teh Slawi. Namun, bila tidak pun, silakan memilih teh sesuai selera, asalkan tidak mengganti merk dan citarasanya.
Satu tempat kuliner di Kota Bogor yang menyediakan teh poci sebagai menunya dapat dijumpai di Bale Jajan Bang Ocang di Jl. Bangbarung Raya Bogor. Sebagai rumah makan yang awalnya mengusung menu Sunda dan Jawa, tempat itu masih menyediakan teh poci yang citarasanya cukup luar biasa.
Tempat lain yang pernah saya tahu menyediakan menu teh poci, adalah tempat peristirahatan Setopan Sentul di Jalan Tol Jagorawi. Menikmati teh poci di senja hari sambil memandang arus lalulintas memang sangat menyuguhkan sensasi tersendiri. Meski sensasi yang hadir sangat metropolis, namun teh pocinya sendiri cukup bercitarasa sensasional.
Rudi D. Sukmana
Selasa, 08 Juli 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar