Senin, 07 Juli 2008

Mencicipi Menu Centil di Kantin Dewi

Seruput Nikmat Es Peuyeumpuan

Bogor, Jurnal Bogor

Es Peuyeumpuan? Wow, boleh juga. Demikian yang pertama kali terlintas dalam pikiran saya ketika melihat daftar menu yang disediakan Kantin Dewi, sebuah tempat makan yang terletak di Jl. Malabar No.12, Bogor atau berlokasi di belakang gedung Pangrango Plaza itu. Selain namanya yang unik dan mampu membangkitkan gelitik nakal, ternyata Es Peuyeumpuan juga memiliki tampilan centil dengan citarasa yang istimewa.

Menurut Dewi Suroto, pemilik dan pengelola Kantin Dewi, mungkin hanya satu-satunya di Kota Bogor tempat makan yang menyediakan Es Peuyeumpuan, ya di Kantin Dewi itu. “Es Peuyeumpuan merupakan jenis minuman penyegar yang saya racik dari tape singkong dan kelapa kopyor. Dalam Bahasa Sunda tape singkong disebut peuyeum, sedangkan dalam Bahasa Lampung, kelapa kopyor disebut puan, sehingga bila kedua bahan itu dipadu menjadi satu, nama yang paling cocok adalah Es Peuyeumpuan,” terang Dewi kepada Jurnal Bogor, kemarin.

Dikatakan Dewi, tempat makan yang dikelolanya telah dibuka di lokasi sekarang sejak enam bulan lalu. Sebelumnya, lanjut Dewi, ia membuka tempat makan di Jl. Bangbarung Raya sejak 2005 lalu dengan modal awal Rp 70 juta. “Pada waktu itu, usaha saya sempat jatuh karena pengelolaan saya serahkan kepada orang lain. Saat ini, pengelolaan sepenuhnya saya tangani sendiri,” tegas istri Suroto itu.

Kantin Dewi di lokasi sekarang, lanjut Dewi, memiliki kapasitas tempat duduk 40 bangku plastik dengan sepuluh meja. Jumlah karyawan yang ikut bekerja di Kantin Dewi sebanyak empat orang, menurutnya sudah cukup untuk membantu melayani para pengunjung Kantin Dewi yang dibuka setiap hari mulai pukul 10.00 sampai pukul 23.00. “Setiap Ahad, Kantin Dewi libur,” terang perempuan asal Lampung itu.

Jumlah menu yang disediakan Kantin Dewi, tidak lebih dari 50 jenis makanan dan minuman. Hal itu dikatakan Dewi, supaya dirinya dapat lebih memperhatikan kualitas citarasa makanan dan minuman yang disuguhkan kepada pengunjung tempat makannya. “Menu unggulan Kantin Dewi adalah Nasi Goreng Kambing, Sop Iga, dan Es Peuyeumpuan,” jelas ibu tiga anak itu.

Untuk harga-harga menu yang ditawarkan, Dewi menuturkan sangat memperhatikan kantung kalangan pelajar dan mahasiswa. “Pelanggan tempat kami banyak dari kalangan pelajar dan mahasiswa, sehingga harga menu yang kami sediakan tidak lebih dari Rp 10.000 per porsi,” paparnya.

Untuk aneka juice saja, tambah Dewi, dijual dengan harga Rp 3.000. “Di tempat lain, mungkin aneka juice sudah dihargai Rp 7.000 per gelas. Di tempat kami, minuman termahal harganya Rp 5.000, yakni Es Soda Susu,” katanya.

Meskipun segmentasi pasar yang dibidik kalangan pelajar dan mahasiswa, Dewi mengatakan banyak juga pelanggannya dari kalangan pekerja dan karyawan terutama yang bekerja di Pangrango Plaza dan Rumah Sakit PMI Bogor. “Saya tetap mempertahankan harga menu-menu saya meski saat ini banyak bahan baku yang harganya naik, karena saya sangat senang jika mengetahui pengunjung yang habis makan di sini mendapatkan kebahagiaan bukan penyesalan,” tutur Dewi.

Diakui Dewi, saat ini omzet usaha tempat makannya telah mampu mencapai Rp 1,5 juta per hari. “Saya sendiri merasa apa yang telah dicapai saat ini merupakan prestasi tersendiri. Sejak awal buka di lokasi sekarang, omzetnya hanya Rp 300.000 per hari. Setelah enam bulan, mampu mencapai Rp 1,5 juta per hari. Dengan harga per porsi maksimal Rp 10.000, bisa dihitung jumlah pengunjung tempat makan kami berapa per harinya,” ungkapnya.

Dewi pun mempersilakan saya untuk berkenan mencicipi citarasa masakan unggulan khas Kantin Dewi, yaitu Nasi Goreng Kambing, Sop Iga, dan tentu saja pilihan awal saya, Es Peuyeumpuan yang centil itu.

Aroma Nasi Goreng Kambing yang terbawa uap mengepul, sangat menggoda hidung ini. Namun, saya lebih mendahulukan Sop Iga sebagai pembuka atau appertizer. Kuah hangat Sop Iga menggerus alat ecap ini. Citarasa kaldu yang ada pada kuahnya sangat kental, dan sangat mampu membawa kesegaran bagi siapapun yang menyeruputnya.

Daging iga yang disajikan pun cukup lembut dan cakial. Sekali gerogot, serat-serat dagingnya langsung menyelip di antara gigi. Sungguh satu kenikmatan tersendiri. Betapa tidak, karena setelah selesai bersantap, sudah pasti diri akan disibukkan dengan ‘dongkrak antik’ untuk melepaskan serat-serat daging yang nakal itu.

Porsi ke dua, yakni Nasi Goreng Kambing pun langsung saya serbu sesaat setelah kuah kaldu terakhir habis terhirup. Potongan-potongan daging kambingnya ternyata sangat spesial. Seakan-akan berlomba dengan butiran-butiran nasi goreng yang citarasa bumbunya sangat kental itu. Gurihnya sungguh luar biasa. Saya jadi membayangkan, bagaimana repotnya istri saya nanti malam, gara-gara daging kambing yang saya makan siang hari itu.

Nasi Goreng Kambing pun ludes tandas masuk ke dalam perut yang mulai menggembung kenyang ini. Tinggal satu lagi, yakni Es Peuyeumpuan yang sedari tadi merengut manja minta segera dinikmati. Rengutannya nan centil itu membuat bulir-bulir es yang mencair semakin membasahi body gelasnya yang aduhai.

Perlahan saya seruput kenikmatan Es Peuyeumpuan, mencoba menghadirkan satu nada untuk mengiringi keseluruhan citarasa yang telah dirasakan ini. Satu dua nada hadir, masih berkabut. Mulut ini pun menyeruput lagi, dan lagi, sehingga lahirlah satu lagu lawas yang kembali populer dibawakan d’cinamons yang berjudul Selamanya Cinta. Wow, Es Peuyeumpuan ternyata jiwanya ada pada lagu-lagu cinta. Perlahan, hati pun ikut bersenandung, ..akan ku berikan seutuhnya rasa cintaku, selamanya, selamanya..

Rudi D. Sukmana

Tidak ada komentar: