Sabtu, 11 Oktober 2008

Rajanya Pisang Goreng ala Hotel Salak

Bogor | Jurnal Bogor

Pisang merupakan buah yang bila dimodifikasi menjadi penganan apa saja yang menggugah selera. Salah satu menu paling sederhana yang bisa dibuat dari bahan buah pisang adalah pisang goreng yang biasanya berbahan buah pisang raja, pisang oli, atau pisang kepok.

Pisang raja, sebagai satu jenis buah pisang yang banyak digemari, Di tangan para juru masak Hotel Salak The Heritage, pisang raja, disulap menjadi satu menu rajanya pisang goreng dan makanan pembuka yang istimewa serta mampu mengundang para pengunjung untuk memesan menu tersebut ke atas meja.

Menurut Demi Chef Hotel Salak, Sukma, menu yang dinamakan Pisang Goreng Keju ala Hotel Salak The Heritage itu, berbeda dengan pisang goreng yang lain. Adonan terigu tidak dicampurkan dengan air seperti lazimnya kita menggoreng pisang, melainkan dicampur dengan air susu murni.

“Yang membuat penyantap lebih tertarik, kami menaburkan banyak keju di atas pisang goreng tersebut dan satu mangkuk kecil pastry cream,” ujar Sukma kepada Jurnal Bogor, kemarin.

Dikatakan Sukma, pemilihan jenis pisang raja yang dipilihnya didasarkan karena pisang raja merupakan jenis buah pisang yang memiliki tekstur paling baik dibandingkan jenis buah pisang lain. "Kami selalu ingin memberikan yang terbaik kepada pengunjung, dan pisang raja mampu menghadirkan kualitas juara, karena setelah digoreng, pisang ini akan terasa lebih manis," terangnya.

Selain rasanya yang sangat enak, lanjut Sukma, menu Pisang Goreng Keju Ala Hotel Salak juga tidak memasang harga yang terlalu mahal. Hal tersebut dikatakan Sukma, karena didasarkan keinginan Hotel Salak untuk menyajikan menu terbaik bagi pengunjungnya.

“Dengan penampilan dan rasa yang sangat menjanjikan, kami hanya memasang tarif Rp 22.500 sudah termasuk PPN dan biaya servis untuk satu porsi menu Pisang Goreng Keju Ala Hotel Salak. Yang jelas, kepuasan pengunjung kami jamin," pungkas Sukma.

Aulia Rachman | Rudi DS

Buka Puasa di Hotel Salak

Bogor, Jurnal Bogor

Berpetualang rasa di hotel berbintang tentunya menawarkan satu pengalaman kuliner yang luar biasa. Oleh karenanya, ketika diundang untuk mencicipi menu-menu makanan di restoran yang ada di Hotel Salak The Heritage, kesempatan itu tak disia-siakan.

Tak ayal, tim Stubel (Studenta dan Rebel) Jurnal Bogor pun menggerebeg undangan dari manajemen Hotel Salak itu. Menanti saat-saat bedug maghrib berkumandang, seakan lama terasa.

Ngabuburit kali ini dirasakan begitu berat, sebab berbagai menu makanan telah terhampar memikat di atas meja. Sungguh sajian yang amat menarik dengan aroma rasa yang mampu menggugah selera.

Untungnya, Chef Sukma dari Hotel Salak bersedia menemani sambil menunggu waktu berbuka. Dengan sabar, chef yang memiliki reputasi dan pengalaman kuliner segudang ini menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan tim gerebeg buka Stubel Jurnal Bogor, meski sedikit kewalahan juga. ”Aduh, satu-satu ya kalau mau bertanya,” kata Sukma kepada Stubel Jurnal Bogor, kemarin

Pada sesi pertanyaan pertama, kami menanyakan tentang Sop Buntut Jumbo. Menurut Sukma, semua bahan yang diberikan kepada pelanggan kebersihannya sangat terjamin, dan masih fresh. ”Bahkan kami tidak menggunakan MSG sebagai penambah kelezatan, sehingga aman dikonsumsi,” jelas Sukma.

Setelah itu, giliran Nasi Goreng Lengkap. Tampilannya yang menggoda perut membuat kami semakin tak tahan untuk segera melahapnya. Lagi-lagi harus kembali sabar. ”Menu yang satu ini termasuk favorit para pelanggan, karena isinya lengkap. Ada telur mata sapi, sate, abon, hingga ayam goreng,” jelas Sukma.

Hotel Salak memang mempunyai keunikan tersendiri dalam menyuguhkan menu-menu kulinernya. Dari semua menu yang dihidangkan pun, ada satu lagi menu yang memimiliki ciri khas, yaitu Jus Salak.

Menu minuman ini nyatanya, memiliki rasa dan variasi yang unik. Dikatakan Sukma, proses pembuatan Jus Salak dimulai dengan mencampurkan reaksi soda water dalam jus tersebut. ”Yang membedakan jus Salak dari pembuatan jus yang lain, yaitu adanya penambahan rasa garam sebagai penyedapnya,” ungkapnya.

Lebih lanjut Sukma mengatakan, buah salak yang biasanya bercitarasa kesat dan sedikit masam diolah sedemikian rupa dengan penambahan gula dan garam ke dalam jus, sehingga rasa jus menjadi lebih manis, dan berbeda dengan yang lain.

”Di samping itu, kami menambahkan buah cherry sebagai hiasan Jus Salak untuk melengkapi keistimewaan dan keunikan minuman ini. Hasilnya citarasa buah salahk dalam sajian jus bersoda. Satu lagi keistimewaannya, jus ini dibuat oleh chef, bukan bartender,” pungkas Sukma.

Tim Stubel | Rudi DS

Ketupat dalam Seni dan Tradisi

Bogor, Jurnal Bogor

Tidak lama lagi hari lebaran akan tiba. Di Indonesia Idul Fitri identik dengan makan ketupat, di setiap rumah makanan yang satu ini seakan wajib tersedia. Namun untuk membuat ketupat yang memiliki citarasa istimewa gampang-gampang susah. Kadang ketupat terlalu keras, bahkan tak tahan lama. Padahal, biasanya ketupat lebaran dibuat dalam jumlah yang agak banyak untuk 2-3 hari ke depan.

Bagi sebagian orang, sifat ketupat yang gampang-gampang susah itu merupakan satu seni. Bahkan bagi masyarakat Jawa, selain dari nama dan bentuk, proses pembuatan ketupat memiliki makna dan arti tersendiri yang menggambarkan filosofi kehidupan masyarakat Jawa.

Nama ketupat yang di Jawa disebut kupat konon berasal dari idiom ngaku lepat, atau mengakui kesalahan. Tradisi ketupat mengandung makna mengakui kesalahan diri sendiri, sehingga mau memaafkan kesalahan orang lain.

Sedangkan dari bentuknya, selain bentuk ketupat yang telah dipelajari sejak SD, ada satu bentuk ketupat yang umum ditemui ketika lebaran, yang dalam masyarakat Jawa disebut bentuk kiblat papat lima pancer. Artinya, empat macam nafsu manusia, yaitu amarah, aluamah, supiah, dan mutmainah. Keempat nafsu tersebut merupakan nafsu yang kita taklukkan selama berpuasa. Jadi, dengan makan ketupat, disimbolkan kita sudah mampu melawan dan menaklukkan empat nafsu itu.

Luhurnya filosofi yang terkandung dalam ketupat tersebut, membuat makanan ini terasa istimewa di hari raya. Nah, Supaya ketupat yang dibuat di rumah tidak cepat basi, gurih, dan memiliki kekenyalan yang pas, bisa dipraktikkan cara membuat ketupat berikut ini:

Bahan:

1 kilogram beras, 1/2 sendok teh air kapur sirih, 2 sendok makan garam, 10-15 kulit ketupat, air untuk merebus.

Cara Membuat:

Cuci bersih beras, tiriskan sampai tidak ada airnya. Campur beras dengan kapur sirih dan garam, ratakan. Isi kulit ketupat dengan beras sampai 3/4 penuh. Panaskan air hingga suam kuku, masukkan ketupat. Masak ketupat hingga matang, kurang lebih selama 4 jam.

Perlu diperhatikan, pilihlah kulit/cangkang ketupat seukuran kepalan tangan orang dewasa, yang masih segar (berwarna kuning muda kehijauan) agar ketupat lebih bersih dan putih. Beras yang digunakan harus dicuci bersih dan direndam selama tiga jam, di mana hasil tirisannya dicampur dengan sedkit kapur sirih sebelum dimasukkan ke dalam kulit ketupat. Air kapur sirih dapat membuat ketupat lebih awet dan tidak cepat basi. Agar rasanya lebih gurih, bisa tambahkan garam pada beras.

Dalam merebus ketupat selama 4-5 jam tesebut, ketupat harus dalam keadaan terendam penuh di dalam air. Oleh karena itu, segera tambah air bila mulai susut. Setelah matang, ketupat harus digantung atau diangin-anginkan sampai kering.

Dalam menikmati ketupat, tentunya jelas tidak afdol jika tanpa lauk pauknya. Opor ayam, rendang daging, gulai kambing, gulai kambing, sambal goreng hati, dan menu-menu khas lainnya yang biasanya mengandung santan, merupakan penganan yang wajib mengikutinya.

Selamat menikmati ketupat lebaran dan selamat Idul Fitri 1429 Hijriyah. Tuang kupat nganggo santen, menawi lepat, nyuhunken ngahapunten.

Rudi D. Sukmana

Resto Bambula Steak & Grill

Menu Tajil Pemikat Rasa

Bogor, Jurnal Bogor

Petualangan Kuliner saat Ramadhan selalu memberikan pengalaman rasa yang luar biasa. Tiap restoran pasti mengeluarkan jurus-jurus rahasianya untuk memikat dan mengikat pelanggan, sebab di bulan suci ini selera makan akan menjadi lebih liar dari biasanya.

Bagi Resto Bambula Steak & Grill, menambah pembendaharaan menu dengan makanan tradisional merupakan jurus jitu untuk meraih pelanggan di bulan puasa. Salah satunya ialah paket bubur komplit yang dilengkapi 30 pelengkap, mulai dari ati ampela, ayam, usus, abon, cakwe, tahu, jamur, teri, ceker, hingga berbagai jenis kerupuk.

”Hanya dengan Rp 15.000, pelanggan dapat meramu bubur nasi sesukanya, bisa bergaya Bagor, Bandung, hingga Madura. Tak hanya itu, telah disiapkan juga tajil gratis yang dapat dinikmati saat berbuka puasa,” ungkap Atep Sopian, chefcook Resto Bambula Steak & Grill kepada Jurnal Bogor, kemarin.

Selain itu, kata Atep, disediakan juga paket Nasi Campur Ala Bambula yang bisa dinikmati dengan harga Rp 25.000. ”Kami juga menyediakan berbagai pelengkap untuk paket tersebut. Di antaranya, tahu bacem, rempeyek, oncom goreng, udang, sayur labu, dan lalapan,” ujarnya.

Selain paket Ramadhan, lanjut Atep, menu-menu lain pun cukup banyak diminati. Salah satunya ialah Cha-ca Thang Long, yakni kakap merah yang digoreng dengan, tepung terigu, dan bumbu tertentu.

Ketika hadir di meja saji, menu yang satu ini semakin mengobarkan selera makan yang terpendam seharian penuh. Daging yang renyah, dan gurih itu mampu memanjakan lidah ini saat prosesi buka puasa.

”Selain higienitas, saya sangat selektif dalam memilih ikan kakap. Cara pengolahannya pun menggunakam metode tertentu yang dapat memaksimalkan potensi rasa dalam makanan tersebut, sehingga pelanggan akan merasa puas. Tak hanya itu, cara penyajiannya perlu memikat agar semakin mantap saat disantap,” papar pria kelahiran Bandung, 23 September 1972.

Petualangan rasa masih terus berlanjut, sebagai makanan penutup, Resto Bambula Steak & Grill menyajikan Green Tea Parcels, yakni es krim teh hijau yang dibalut roti tawar dan kulit lumpia, kemudian digoreng. Dengan begitu, bagian luar akan kering dan renyah, tapi es krim di dalamnya tetap dingin dan lembut. Kenikmatannya semakin liar saat dilahap dengan straeberry segar.

Julvahmi

Papa Ron’s, Dim Sum Teracce, dan Ali Baba

Tiga Tempat dengan Tiga Kelezatan

Bogor, Jurnal Bogor

Iwan Mulyawan bisa jadi seorang manajer yang beruntung, karena mendapatkan kepercayaan untuk mengelola tiga tempat kuliner sekaligus. Uniknya, ke tiga tempat makan yang dikelolanya itu benar-benar berbeda satu dengan yang lain dalam mengusung menu-menu makanan bagi para pengunjung.

Betapa tidak, Iwan yang pada awalnya mengelola Papa Ron’s Pizza yang berlokasi di Jl. Pajajaran No.26, saat ini juga turut andil menangani Dim Sum & Chinese Food Teracce di lokasi yang sama serta menangani Ali Baba Mid East Restaurant & Party Place di Jl. Halimun No.13, tak jauh dari lokasi Pajajaran Square.

Bila ditilik, tiga tempat yang ditanganinya memang menyediakan menu-menu yang jauh berbeda. Papa Ron’s Pizza dengan citarasa western Italia-nya, Dim Sum Teracce yang kental dengan kelezatan orientalnya, dan Ali Baba yang tentunya mantap menyuguhkan budaya kuliner asal Timur Tengah.

”Pengunjung tinggal memilih, menu apa yang ingin dinikmatinya. Ingin merasakan kelezatan pizza Itali, kami mempersilakan untuk bertandang ke Papa Ron’s Pizza, bila ingin menikmati sensasi oriental food, Dim Sum & Chinese Food Teracce merupakan tempat yang tepat. Sedangkan bagi yang ingin larut dalam nuansa padang pasir, kami akan mengarahkan untuk singgah ke Ali Baba Mid East Restaurant & Party Place,” papar Iwan.

Semua menu yang disajikan untuk para pengunjung, lanjut Iwan, merupakan menu-menu yang 100 persen tidak perlu diragukan lagi kehalalannya. ”Masing-masing tempat memiliki menu-menu andalan sendiri-sendiri yang tentunya sangat digemari para pelanggan,” ungkapnya.

Untuk Papa Ron’s Pizza, imbuh Iwan, saat ini telah diperkenalkan menu-menu baru yang penuh sensasi kelezatan, seperti menu pizza Sosis Sosys yang memiliki bentuk unik bagai bunga, karena seluruh bagian pinggirnya berhiaskan potongan-potongan beef sosis yang ditaruh di dalam adonan dough pizza-nya.

”Menu tersebut dijamin tak akan ditemukan di restoran-restoran pizza manapun juga, karena menu ini merupakan menu hasil kreasi dan inovasi para chef kami. Sebuah menu pizza yang sarat dengan taburan potongan daging sapi dan ayam dalam berbagai citarasa, seperti sosis, daging asap, dan daging panggang,” terang Iwan.

Sementara di Dim Sum & Chinese Food Teracce, tambah Iwan, selain menu siomai dan dim sum yang hingga kini tetap menjadi favorit para pengunjung, juga telah ditambah dengan menu baru Pajajaran Chicken Rice. ”Menu ini merupakan perpaduan dari nasi goreng dengan ayam panggang. Soal rasa, silakan mencicipi sendiri,” katanya seraya menambahkan, satu porsi Pajajaran Chicken Rice dibandrol dengan harga Rp 19.500.

Sedangkan di Ali Baba Mid East Restaurant & Party Place, dikatakan Iwan, sejumlah hidangan ala Mesir dan Arab Saudi telah menanti untuk menjadi santapan istimewa para pengunjung, seperti Zoorbian Rice, yakni sejenis nasi kebuli yang dihidangkan dengan lauk daging ayam atau daging kambing.

”Menu Zoorbian Rice berbeda dengan nasi kebuli biasa, karena berasnya didatangkan langsung dari Timur Tengah, sehingga struktur nasinya tidak lembek, bentuknya panjang dan mirip bihun yang putus-putus,” tutur Iwan.

Iwan juga mengatakan, sangat optimis tiga tempat kuliner yang turut ditanganinya itu layak menjadi tempat wisata kuliner di Kota Bogor. ”Selain menawarkan citarasa yang layak dikangeni, suasana yang diusung pun sangat nyaman untuk dikunjungi seluruh keluarga,” tandasnya.

Rudi D. Sukmana

Kopi Pahit pun Terasa Manis

Bogor, Jurnal Bogor

Pengelola Resto Taman Koleksi, Dwiko mengatakan, Resto Taman Koleksi yang baru dibuka menjelang bulan puasa lalu, menyediakan satu keunikan yang tidak akan ditemukan di tempat makan lain manapun.

“Di tempat kami, disediakan menu kopi yang kami datangkan dari Sabang sampai Merauke. Kopi-kopi ini kami sajikan dengan satu proses khusus menjadi kopi tubruk berkualitas internasional,” ujar Dwiko kepada Jurnal Bogor, belum lama ini.

Dikatakan Dwiko, setiap harinya menu kopi yang disediakan bagi para pengunjung akan berbeda-beda, misalnya hari ini disediakan tiga hingga lima jenis kopi lokal khas dari Aceh, Mandailing, atau Papua, maka besoknya belum tentu jenis kopi yang sama akan disuguhkan.

“Hal tersebut untuk mencegah supaya para pengunjung jangan sampai bosan dan selalu menemukan citarasa baru di Resto Taman Koleksi,” ungkap Dwiko.

Dalam menikmati secangkir kopi, lanjut Dwiko, sebenarnya ada cara-cara khusus. “Biasanya penikmat kopi di tanah air, kebanyakan menyenangi kopi manis yang disajikan dengan sudah menambah gula pasir atau pemanis lainnya ke dalam air kopi. Padahal, menikmati kopi pahit tanpa diberi gula lebih nikmat bila tahu caranya,” kata Dwiko.

Untuk pembuktian, Dwiko pun menyajikan satu kopi lokal khas Papua. Kopi hitam pekat itu diramu dalam satu teknik khusus, yakni menggunakan teknik memompa. Tak memakan waktu lama, secangkir kopi hitam tanpa gula tersaji di hadapan dengan asap yang masih mengepul menghantarkan aroma kopinya yang sangat harum.

”Supaya kopi yang pahit ini dapat terasa manis, pertama tunggu hingga suhu airnya mencapai maksimal 90 derajat. Setelah itu, minumlah dengan sedikit dihirup, namun jangan langsung ditelan. Tampung dulu di ujung lidah selama beberapa saat, baru kemudian ditelan,” terang Dwiko.

Dengan teknik seperti itu, imbuh Dwiko, maka rasa manis yang sebenarnya sudah terkandung dalam kopi akan muncul keluar menyapa lidah. ”Jadi tak perlu dibubuhkan gula pasir lagi. Bila tak percaya, silakan mencoba sendiri,” tantangnya.

Resto Taman Koleksi sendiri menyajikan menu-menu tradisional, nasional, oriental, dan western, dengan menu unggulan Nasi Liwet Takol, Pisang Takol Bakar, dan Nusantara Coffee. Selama Ramadhan, Resto Taman Koleksi akan beroperasional mulai pukul 17.00-21.00, bergeser dari jam operasional normal yang mulai pukul 10.00-21.00.

Rudi D. Sukmana

Cattleya Resto Sempur Park Hotel

Sajikan Buffet Ramadhan dan Menu Kuliner Khas Bogor

Bogor, Jurnal Bogor

Menyambut bulan puasa tahun ini, Cattleya Resto yang berada di Sempur Park Hotel, menyediakan program=program khusus berupa menu kuliner khas Bogor dan menyajikan buffet Ramadhan untuk berbuka puasa bagi para tamu hotel maupun pengunjung Cattleya Resto.

Koordinator Sales & Marketing Sempur Park Hotel, Achmad Affan Badar mengatakan, program spesial yang digelar Cattleya Resto sebagai salah satu upaya untuk mengangkat menu-menu jajanan khas Bogor menjadi menu andalan berkelas hotel berbintang.

“Menu kuliner khas Bogor sangat banyak ragamnya dan cocok untuk menu berbuka. Hal itu yang kami angkat di sini, yakni Ramadhan dengan jajanan khas Bogor,” ungkap Affan, sapaan akrab Achmad Affan Badar kepada Jurnal Bogor, belum lama ini.

Dikatakan Affan, selain menyajikan menu-menu kuliner dan jajanan khas Bogor, Cattleya Resto juga menggelar promo diskon yang berlaku mulai 5 September hingga 11 September 2008, yakni memberikan harga Rp 50.000 nett dari harga reguler Rp 70.000 nett.

Reputasi sebuah hotel, imbuh Affan, salah satunya tergantung pada kualitas makanan dan minuman yang disediakan. Untuk itu Sempur Park Hotel memberikan ragam keunikan dan menu khusus dengan rasa yang tak akan terlupakan, salah satunya dengan menampilkan Cattleya Resto. ”Cattleya sendiri merupakan nama sebuah jenis anggrek yang namanya kami ambil karena mengandung nuansa tropikal yang sangat kental,” jelas Affan.

Cattleya Resto, lanjut Affan, merupakan satu dari tiga resto cafe yang dimiliki Sempur Park Hotel. Dengan lokasinya yang berada di lantai dasar dan dekat dengan lobi utama, menjadikan resto ini lebih dikenal para pengunjung dan bersifat umum.

Di resto ini, disediakan 60 tempat duduk, di mana pengunjung dapat menikmati menu komplit dari tradisional hingga menu internasional sambil menikmati pemandangan kolam renang di halaman samping Sempur Park Hotel, atau melihat secara langsung bagaimana para Chef handal Cattleya Resto mengolah masakan di dapur.

”Jadi daripada bingung mencari tempat gathering buka puasa bersama di Ramadhan kali ini, silakan menghubungi Cattleya Resto Sempur Park Hotel, Jl. Sempur No.2 Bogor, atau kontak ke nomor 02518320023,” pungkas Affan.

Rudi D. Sukmana

Manisnya Kurma

Bogor, Jurnal Bogor

Bertandang ke kediaman Ki Batin memang tak pernah pulang dengan hati hampa. Oleh-oleh wawasan hati selalu diberikannya dengan sukahati. Demikian pula dengan pertemuan terakhir saya berkunjung ke rumahnya.

Pada waktu itu, Ki Batin menyuguhi saya dengan buah kurma dan segelas air putih. “Ayo, A. Silakan dinikmati. Ini pengasih dari tetangga sebelah yang baru saja pulang dari umrah,” ujar Ki Batin seraya menyorongkan piring berisi buah khas dari Timur Tengah itu.

Sambil menikmati kurma, saya mendengarkan Ki Batin yang bertutur, buah kurma merupakan salah satu buah yang memabukkan jiwa. “Coba Aa renungkan, hanya untuk oleh-oleh buah kurma ini, tetangga sebelah rela membiarkan salah satu tetangganya yang membutuhkan pertolongannya,” ujar Ki Batin sambil menghembuskan asap rokok.

Dikisahkan Ki Batin, dua hari sebelum tetangganya itu berangkat umrah ke Mekah untuk ketiga kalinya, salah seorang tetangganya yang lain pernah datang meminta bantuan keuangan untuk biaya berobat anaknya yang saat itu tengah menderita sakit.

Sebagai keluarga terpandang dan dicukupkan rezekinya, si calon umrah ini menampik dengan halus dan mengatakan bahwa ia telah lama mengumpulkan uang dan merencanakan untuk pergi umrah beserta seluruh keluarganya. Alhasil, tetangga yang membutuhkan bantuan itu kembali dengan tangan hampa.

Ki Batin menambahkan, terakhir setelah pulang dari umrah, tetangganya itu mendatangi rumah tetangga yang pernah membutuhkan bantuan darinya sambil membawa oleh-oleh kurma dan air zam zam untuk diberikan kepada seluruh tetangganya.

Sang tetanggga yang kini berpenampilan bak orang Arab itu, mengucapkan puji syukur setelah mengetahui kondisi si anak telah sembuh. Dikatakannya, ia telah berdoa di hadapan Baitullah, memohon kesembuhan bagi si anak yang tak bisa ditolongnya. “Alhamdulillah, doa saya dikabulkan Allah. Tidak sia-sia saya jauh-jauh datang ke tanah suci,” ujarnya lalu pamit.

“Aa tahu tidak?” tanya Ki Batin sambil mematikan rokok lalu mencomot satu buah kurma dan langsung dikunyahnya. “Kisah-kisah lain semacam ini banyak sekali terjadi di sekitar kita. Semua orang berlomba-lomba untuk meraih yang namanya kesalehan individual,” tuturnya.

Kesalehan individual, lanjut Ki Batin, tidak serta-merta membuat orang mampu berpikir logis. “Kesalehan semacam ini hanya sebatas ragawi, A. Sebatas adam yang harus terlihat dan dilihat oleh adam-adam lain, seperti cara berpakaian, cara beribadah, cara memberikan sumbangan atau sedekah,” terangnya.

Semua itu belum menyentuh pada esensi jiwa, bahkan masih jauh untuk larut dalam lautan cahaya. “Contoh kurma ini, A,” sahut Ki Batin sambil mengacungkan satu buah kurma. “Untuk apa orang makan kurma? Tentu untuk mendapatkan manis dan faedahnya,” tuturnya.

Ki Batin pun melanjutkan, ”Mana yang lebih manis, kurma Arab atau kurma Turki?” tanyanya lagi dengan nada jenaka. Lagi-lagi saya hanya dapat mengangkat bahu. ”Yang namanya manis, A. Itu bukan karena asal daerahnya. Bukan karena faktor luar, melainkan muncul dan terasa dari dalam,” imbuhnya.

Seseorang belum tentu memiliki sikap manis dengan mengenakan sorban dan jubah putih atau telah menyandang predikat dari tanah suci. ”Seseorang berkulit hitam, belum tentu hatinya pun hitam. Orang kaya dan terpandang pun, belum tentu hatinya sekaya hartanya,” pungkas Ki Batin.

Rudi D. Sukmana

Imah Hejo Family Cafe, Resto n Gallery

Suasana Seperti di Rumah Sendiri

Bogor, Jurnal Bogor

Perkembangan kuliner Kota Bogor kini mulai merambah perumahan strategis. Salah satunya ialah Imah Hejo Family Cafe, Resto n Gallery. Tempat makan yang berlokasi di Jl. Pandu Raya yang satu ini, cukup sukses menjadi icon kuliner di Bogor.

Dengan mengusung konsep feels like home, Imah Hejo terus menanjak dan berhasil menggaet hati para petualang kuliner. Meski lokasinya tidak berada di jalan utama, namun pelanggan yang datang bisa mencapai 150 orang perhari.

”Saya membuat suasana di Imah Hejo seperti di rumah sendiri, sehingga pelanggan tak merasa sungkan dan nyaman menghabiskan waktunya di sini. Bukan hanya pelanggan perorangan dan pasangan, pelanggan saya pun banyak dari kalangan keluarga dan bisnis,” ungkap Khomarudin Ibrahim, owner Imah Hejo kepada Jurnal Bogor, kemarin.

Dikatakan Khomar, fasilitas yang disediakan pun disesuaikan dengan konsep yang diusung Imah Hejo. ”Karaoke dan gallery yang menampilkan berbagai karya seni ternyata cukup ampuh membuat pelanggan betah di sini. Usai menunaikan aktivitas sehari-hari, mareka dapat bersantai dan makan malam disini. Bahkan live music diadakan setiap hari agar mereka semakin merasa nyaman,” ucapnya.

Tempat makan yang berdiri sejak 8 Juli 2007 itu, kata Khomar, menawarkan sekitar 200 menu pilihan yang sebagian besar berasal dari masakan Sunda. ”Masakan Sunda yang kami tawarkan masih tradisional, contohnya ialah Tutut Monyong, menu ini jarang sekali ditemukan di tempat lain. Meski terkesan jadul, namun nyatanya cukup diminati pelanggan,” ujar suami dari Tanty Soliha itu.

Selain Tutut Monyong, lanjut Khomar, Bandeng Rica-Rica pun cukup digemari. Cara pengolahan yang tak memudarkan ciri khas masakan Sunda, diyakini Khomar sebagai faktor utama menu ini digemari pelanggan.

”Mempertahankan citarasa dan meningkatkan pelayanan kepada pelanggan selalu menjadi prioritas utama. Sebab yang susah bukan menggapai kesuksesan, melainkan mempertahankannya,” papar ayah dua anak ini.

Khomar juga mengatakan, di tahun kedua nanti, Imah Hejo akan membuka cabang baru. ”Masih di daerah Kota Bogor, saya akan mendirikan cabang. Konsep yang diusung adalah pengembangan dari tema feels like home,” pungkasnya.

Julvahmi

Mengikuti Simulasi Table Manner Bogor Hotel Institute

Bogor, Jurnal Bogor

Ketua Program Studi Diploma 3 Bogor Hotel Institute (BHI), Sukma Nuryadinata mengatakan, pada dasarnya konsep menu dibagi menjadi dua, yakni modern dan klasik. Untuk menu klasik, memiliki 14 set menu, antara lain salad, fish, chicken, beef, soup, dessert, dan ice cream.

”Sedangkan konsep menu modern merupakan penyederhanaan dari konsep menu klasik, yakni appertizer, soup, main course, dessert, dan tea or coffee,” ujar Sukma kepada Jurnal Bogor, kemarin.

Dikatakan Sukma, teori dan praktik kuliner yang diajarkan di BHI, selain nantinya bisa untuk digunakan di hotel dan restoran, juga bisa digunakan untuk apartemen, rumah sakit, kafe, dan juga dapat digunakan untuk mereka yang memiliki jiwa enterprenuership.

Menghadiri acara simulasi table manner yang diadakan di Kampus 2 BHI Jl. Jalak Harupat kemarin (26/7), benar-benar mampu membuat perut saya membuncit kenyang. Betapa tidak, para mahasiswa yang baru masuk BHI sudah mempraktekkan kebolehan mereka menjamu dan membuat sajian kuliner yang cukup menggoda.

Sesaat setelah duduk, saya langsung dilayani bagaikan tamu rumah makan ternama. Tak lama sebuah French Roll hadir beserta French Butter sebagai pembuka. Lalu Green Salad with Thousand Islands Sauce pun hadir menyapa dengan kesegaran yang ditampilkannya.

Setelah itu, berturut-turut, Cream Soup with Corn, Chicken Maryland, dan ditutup dengan English Fruit Cake with Vanilla Ice Cream silih berganti tersaji di hadapan. Sajian yang dihidangkan memiliki cita rasa yang cukup lumayan bagi para pemula. Masih banyak kekurangan di sana-sini, tapi secara keseluruhan sudah patut diacungkan jempol.

Menurut Wakil Direktur II Bidang Job Training Mahasiswa & Marketing BHI, Arie Setiawan, para mahasiswa baru tersebut dikenalkan dengan praktik langsung table manner yang biasa dipakai untuk acara-acara kenegaraan, seperti gala dinner atau round table. “Karena ini merupakan kali pertama buat mereka, bila terjadi kesalahan hal itu sah-sah saja, untuk perbaikan mereka selanjutnya,” tandas Arie.

Rudi D. Sukmana

Memuaskan Rasa Lapar

Bogor, Jurnal Bogor

Sosok Ki Batin kala itu tampak kurus dalam penglihatan saya. Sakitkah? Ki Batin hanya menyunggingkan bibir keringnya. Dikatakannya, ia telah beberapa hari ini tengah melakukan puasa. “Puasa sunnah apa, Kang?” tanya saya ingin tahu. Ki Batin menjawab dengan gelengan kepala. Dikatakannya, ia tidak sedang melaksanakan laku puasa sunnah apapun. “Saya sedang memuaskan rasa lapar saya, A,” ujarnya perlahan.

Kembali, saya dalam kebingungan dengan perkataan Ki Batin. Mengapa pula berpuasa dikatakannya sedang memuaskan rasa lapar? Memang sahabat saya yang satu ini selalu tak mudah dimengerti.

Ki Batin menatap saya lalu tersenyum, seakan tahu dengan apa yang saya pikirkan. “Apakah Aa tahu seberapa banyak masalah yang Aa alami, sebenarnya hanyalah demi sejengkal perut?” tanyanya kepada saya. Dikatakannya, perut selalu menuntut untuk diberi makan. “Sekalipun perut itu sangat kecil ukurannya, pernah tidak Aa merenungkan, bahwa seluruh hidup Aa dihabiskan untuk memberi makanan kepada perut?” tanyanya kembali.

Dalam keadaan bagaimanapun manusia mencari makanan, lanjut Ki Batin, dan seberapa banyak manusia mengatur untuk memberi makanan pada perutnya, sekalipun harus mencuri atau berdusta, atau menggunakan kecurangan dan tipu muslihat. Semua usaha itu dibuat untuk memuaskan sejengkal perut.

Ki Batin melanjutkan, sebenarnya di balik semua itu, disebabkan karena adanya jenis kelaparan yang lain, kelaparan jiwa, yakni kelaparan demi harta berlimpah yang telah dialami manusia jutaan tahun lamanya. Segala permasalahan, kesulitan, dan kesedihan, dikatakan Ki Batin akan meninggalkan manusia, dan manusia akan mencapai kedamaian. “Jika kelaparan jiwa itu terpuaskan, maka semua kelaparan akan berakhir, tetapi, banyak manusia yang tak mengetahui dan belum mau berbuat menuju tujuan itu,” urainya.

“Coba Aa lihat, sekarang ini manusia tak bisa lepas dari sifat boros. Untuk menyembuhkan penyakit gawat tersebut, dibutuhkan kerja keras yang cukup memusingkan kepala. Menurut anda, penyakit boros ini ada obatnya atau tidak?” ungkap Ki Batin yang saya jawab dengan bahu terangkat.

Ki Batin memberikan pilihannya, dikatakannya langkah pertama, manusia harus mengkaji sumber penyakit ini dengan meninggalkan teori-teori para ilmuwan dan ahli. “Pada dasarnya, penyakit boros tidak banyak berbeda dengan penyakit mana pun, karena ada prinsip yang mengatakan, perut adalah sumber penyakit dan diet adalah obat segalanya,” tuturnya.

Betapapun sebab ekonomi atau sebab lain yang mempengaruhi pasar dan melonjaknya harga begitu hebat, tambah Ki Batin, tetapi sebab terbesar ada di hadapan bahkan di dalam perut kita sendiri. “Bahan makanan, semisal daging, buah, dan beras, kapan pun juga, harganya tidak banyak turun, selama kita masih punya keinginan untuk menghidangkannya ke meja makan setiap hari,” katanya.

Bahkan, timbulnya kerakusan produsen dan penjual semata-mata karena adanya konsumen dan pembeli yang rakus. “Silakan Aa lakukan eksperimen yang bisa menguatkan anggapan itu. Coba, bisa tidak Aa melakukan gebrakan di surat kabar Aa sebagai sarana publikasi, untuk membatasi jenis maupun mengatur macam makanan bagi setiap orang?” tantangnya.

Konsumen, tambah Ki Batin, diwajibkan untuk tidak boleh makan buah-buahan lebih dari dua kali seminggu, jangan makan daging lebih dari tiga kali dalam seminggu, atau jangan makan nasi lebih dari dua atau tiga kali dalam sekali makan. “Bisakah manusia diarahkan untuk melakukanlah gerakan anti konsumsi yang berlebih-lebihan,” tanyanya lagi.

Sebagai gantinya, lanjut Ki Batin, publikasikanlah gerakan puas diri dan sederhana. “Tetapi saya sedang tidak mengajak untuk menjadi seorang zuhud atau pertapa. Bila masing-masing individu ingin, ini akan berhasil dalam memerangi keborosan dan akan berdampak dalam mengatasi krisis ekonomi. Sok, buktikan saja sendiri konsep ini dengan melakukannya,” ucap Ki Batin.

Dengan melakukan hal itu, imbuh Ki Batin, manusia yang melakukannya akan melihat kenyataan yang menarik. Perut-perut akan mengecil. Kelesuan, penyakit gula dan tekanan darah tinggi akan berkurang. Kantong-kantong menjadi tebal, baik orang miskin maupun kaya bisa makan.

Ki Batin terdiam sejenak setelah berbicara panjang lebar. Sambil menerawang, ia pun mengatakan, “Memang, sia-sia saja mengobati sifat boros sebelum manusia bisa mengobati penyakit perut dan kemewahan diri sendiri. Tidak ada yang bisa membunuh sifat tamak seorang pedagang, kecuali pembeli yang sederhana dan puas diri,” pungkasnya.

Rudi D. Sukmana

Ginszie Café Andalkan Masakan Oriental

Bogor, Jurnal Bogor

Dengan lokasi strategis menempati ruko tiga lantai di Jl. Siliwangi No.1A Sukasari, Ginszie Café hadir sebagai tempat yang cukup menyenangkan untuk hang out bersama rekan. Ruko yang direnovasi menjadi tempat makan itu, menyediakan berbagai menu makanan dan minuman dengan sajian menu utama masakan bercitarasa oriental, seperti dim sum, noodle, dan kalian.

“Selain itu kami juga menyediakan menu masakan Jepang seperti sapo dan teriyaki serta menu masakan Indonesia seperti kangkung hot plate dan gurame asam manis,” ujar Corrie S., marketing executive Ginszie Café kepada Jurnal Bogor, kemarin.

Dikatakan Corrie, tempat yang ikut dikelolanya itu sudah beroperasi sejak 2001. Kafe itu sendiri menyediakan lebih dari 100 kursi untuk tiga lantai tempat makannya. “Tempat kami sudah sering dipakai untuk acara ulang tahun, arisan, meeting, sampai pesta pernikahan,” terangnya. Di lantai dua dan lantai tiga, imbuhnya, ruangan yang tersedia lebih besar dibandingkan lantai pertama. “Bisa menampung lebih dari 200 orang pada satu lantai,” lanjutnya.

Meski mengusung nama kafe, konsep tempatnya sendiri lebih cenderung ke arah resto. “Keunggulan tempat kami, karena menghadap langsung ke Jl. Siliwangi, sehingga pengunjung dapat melihat langsung kesibukan lalulintas sambil menikmati menu yang kami sajikan,” ujarnya seraya menambahkan, Festival Capgomeh nanti yang akan melintasi tempatnya, paling nyaman duduk bersandar di kafenya berteman menu-menu istimewa sambil menonton pertunjukan-pertunjukan kebudayaan yang lewat beriringan.

Corrie juga menambahkan, Ginszie Café yang memiliki karyawan berjumlah 10 orang itu dibuka setiap hari kecuali Senin mulai pukul 10.00 sampai 21.30. “Untuk Sabtu malam, kami buka sampai pukul 22.30 karena biasanya tempat kami tetap ramai sampai menjelang tutup pada hari itu,” jelasnya.

Menu makanan dan minuman yang disediakan di kafe itu lebih dari 100 jenis. Untuk makanan, kafe itu mengandalkan masakan dim sum yang dibagi menjadi dua jenis, yaitu steam dim sum, seperti hakao, siomai, kaki ayam, chasio pao, cikaw, cien pao, dan na yu mas. Sedangkan fried dim sum, menyajikan masakan-masakan seperti lumpia udang, lumpia tausa, pangsit udang, bola kumis naga, dan fried cien pao. “Menu dim sum kami jual dengan harga per porsi Rp. 12.00,” papar Corrie.

Selain dim sum sebagai menu favorit, tempat itu juga menyediakan bubur ayam ala Hong Kong yang diberi harga Rp. 11.000. Favorit menu yang lain, adalah nasi goring sea food seharga Rp. 15.000, dan pu yung hai dengan harga Rp. 16.500 per porsi.

Untuk menu minuman, Corrie menjelaskan, mocktail merupakan jenis menu minuman yang paling banyak dipesan pengunjung tempatnya. “Hampir semua menu mocktail kami digemari pengunjung,” ujarnya.

Mocktail yang terdiri dari sembilan jenis minuman dengan nama asing itu, seperti Slim ‘n Trim, Shirley Temple, Sunset Beach, Waterfall, Lemon Squash, Orange Squash, Thai Coffee, Happy Soda, dan Milky Soda dibandrol dengan harga mulai Rp. 7.000 sampai Rp. 13.000.

Menu lain yang digemari, lanjut Corrie, adalah dessert yang menyediakan ice cream sundae mix dengan harga Rp. 12.000, Sundae Apricot, Tropical Fruit, Peanut Ice Cream, Chocolate Rock Sundae, dan Cappucinoes yang dijual dengan harga Rp. 10.000, dan Aloha Fruit Punch sebagai menu minuman termahal dengan harga Rp. 17.500.
Rudi D. Sukmana

Laksa Cijeruk Harganya Bikin Sejuk

Bogor, Jurnal Bogor

Laksa Bogor merupakan satu dari sekian kekayaan kuliner Bogor yang memiliki citarasa unik dan penggemar tersendiri. Namun tak ada citarasa laksa yang disajikan oleh penjual laksa yang satu ini. Laksa Cijeruk Pak Inin, namanya telah kondang ke seantero Nusantara, karena pernah dikunjungi oleh Bondan Winarno, pemandu acara kuliner dari salah satu stasiun televisi swasta.

Untuk menyambangi tempat laksa fenomenal itu, lumayan perlu perjuangan juga. Bila berpatokan dari Tugu Kujang atau keluar tol Bogor, lebih baik mengambil arah ke kiri menuju Tajur, namun di pertigaan depan Ekalokasari Plaza berbelok ke kanan menuju Jl. Lawang Gintung. Setelah itu, berbelok ke kiri dan menurun menuju arah Batu Tulis.

Dari tempat itu, disarankan untuk belok kanan menuju Pamoyanan. Setelah melewati jembatan Sungai Cisadane, wisatawan kuliner akan disuguhkan kondisi jalan yang cukup menyebalkan, karena jalanannya lumayan rusak parah, sekitar dua kilometer.

Namun setelah itu, jalanan pun tampil mulus, sehingga pengendara bisa memacu kendaraannya dengan leluasa. Mendekati daerah Palasari Cijeruk, harap memperlambat laju kendaraan, karena tempat laksa berjualan ada di sebelah kanan. Tempat makannya sangat sederhana, hanya berupa saung saja. Namun, cukup dapat dikenali karena cukup banyak dikerumuni pembeli.

Sayangnya, ketika saya dan rekan saya, Dony singgah ke tempat itu, Ainin yang lebih populer dipanggil Pak Inin sudah satu bulan terakhir sedang tak enak badan, sehingga tak dapat melayani para pembeli mencicipi laksa racikannya.

Sebagai penggantinya, Syahrudin sang anak pun sibuk melayani para pembeli. Didin, sapaan akrab Syahrudin, dibantu oleh isterinya, Ningsih, tak henti-hentinya melayani pengunjung yang datang silih berganti, seakan tak memiliki kesempatan untuk beristirahat.

Dikatakan Didin, ayahnya telah berjualan laksa sejak 1953 dengan mengambil lokasi di sekitar Gang Aut. “Namun setelah ayah saya semakin sepuh, akhirnya kami berjualan di dekat rumah saja,” terangnya.

Laksa Cijeruk memang berbeda dengan laksa yang dijajakan penjual lain, baik dari citarasa maupun dari penyajiannya. Seporsinya sangat penuh dan mampu membuat perut kenyang seketika. Porsi Laksa Cijeruk yang dilengkapi dengan sebelah telur rebus itu, nyatanya hanya dihargai Rp 3.500 saja.

Rudi D. Sukmana

Sate Padang Pak Abbas

Bogor | Jurnal Bogor

Mau makan di restoran…Padang, bukan berarti harus ke..Padang, cukup ada di sini, dekat kita sendiri, kita tinggal menikmati. Sepenggal lirik lagu tersebut pernah dibawakan oleh penyanyi cilik Enno Lerian kala itu yang cukup booming di era 90-an.

Memang benar, saat ini untuk menikmati aneka kuliner khas Padang tak berarti kita harus jauh-jauh datang ke Sumatera Barat. Apalagi di Bogor sudah banyak masakan Padang, dari rumah makan hingga sate ada di mana-mana dan mudah sekali ditemui.

Salah satu masakan Padang yang eksis di Bogor ialah Sate Padang Ajo Soldi yang kini berganti nama menjadi Sate Padang Pak Abbas. Muhammad Abbas, pemilik dari Sate Padang Pak Abbas ini baru membuka cabang keenamnya pada 3 Juli 2008, kemarin.

”Cabang yang sekarang ini berlokasi di dekat Terminal Laladon, Sindangbarang Bogor. Padahal awal usaha saya dulu adalah rumah makan, namun tak disangka yang berkembang malah sate Padangnya,” ungkap Muhammad Abbas kepada Jurnal Bogor, kemarin.

Dikatakan Abbas, sapaan akrab Muhammad Abbas, usaha yang telah dirintisnya sejak 1996 lalu, pernah beberapa kali mengalami kegagalan. ”Saat itu tengah terjadi krisis moneter pada pertengahan 1997, sehingga usaha saya sempat anjlok. Namun karena keluarga banyak yang mendukung, akhirnya saya bisa bangkit lagi dengan memilih berjualan sate Padang,” kata pria kelahiran Padang, 12 Juli 1966 itu.

Meski usahanya semakin berkembang, Abbas tak ingin menikmatinya sendiri. “Saya mulai mengajak masyarakat yang mau berwirausaha sate Padang dengan menjalin kemitraan, sehingga secara tidak langsung saya membantu orang lain agar bisa bekerja dan mandiri,” ucap Abbas.

Selain usahanya yang telah berkembang, lanjut Abbas, ada yang membuat dirinya lebih bangga. “Saya bisa memperkenalkan sate Padang di sebagian besar kota Bogor dan menjadikan lahan usaha dalam menambah kekayaan kuliner, namun hal tersebut tidak membuat saya tinggi hati malah memacu semangat saya untuk terus memberikan yang terbaik bagi para pelanggan,” ujar bapak yang membawahi sembilan karyawan itu.

Menurut Abbas, sate Padang memiliki tiga jenis variasi, sate Padang, Sate Padang Panjang dan sate Pariaman. ”Kalau sate olahan saya yaitu sate Padang biasa yang memakai bahan daging sapi dan lidah sapi, dengan bumbu kuah kental, mirip bubur,” paparnya.

Selain itu, sambung Abbas, kuah sate Padang olahan dirinya memiliki keunikan rasa. Kuah yang didominasi oleh rasa jahe dan cabai itu ketika dicicipi pada awal suapan cukup terasa hangat di badan. ”Sebab saya menggunakan delapan bumbu basah yang terdiri dari berbagai macam cabai dan 15 bumbu kering rempah-rempahan, sehingga menghasilkan perpaduan bumbu sate yang khas,” terang Abbas.

Warung sate yang buka sejak pukul 3 siang hingga 12 malam itu, mampu menghabiskan paling sedikit 19 kilogram lidah sapi setiap harinya untuk semua cabang. “Dari 19 kilogram itu bisa mendapatkan 1900 tusuk yang dijual seporsinya 10 tusuk plus lontong. Harga yang ditawarkan pun terjangkau, yakni satu porsi Rp 11.000 dan setengah porsi Rp 6.000,” jelas ayah tiga orang anak itu.

Setelah berbincang kurang lebih 20 menit, Abbas pun memperilakan kami untuk mencicipi sate Padang racikannya. Aroma rempah-rempahnya begitu tercium, sehingga sudah terbayang betapa hangat dan pedasnya kuah itu. Tanpa sadar, tangan ini sudah mengambil setusuk sate dan melahap semua lidah sapinya. Empuk benar. ”Untuk lidah memang diungkep terlebih dahulu selama sejam lebih setelah itu diberi bumbu,” sambungnya.

Dalam hitungan menit, sate dan lontong yang tersaji itu ludes tak bersisa. Kalau makan enak, kenapa selalu tidak terasa. Coba kalau makan yang kurang enak, semenit rasanya seperti sejam saja. Untuk porsi kami acungin jempol, harganya pun pas. Jadi tak membuat jebol dompet kami. (Nasia Freemeta/Julvahmi)

Papa Ho Cafe

Menu Andalan Chef Berpengalaman

Bogor, Jurnal Bogor

Papa Ho Cafe yang dibuka berbarengan dengan Papa Ho Hotel pada Desember 2007 lalu, ternyata menyediakan menu-menu andalan yang bercitarasa luar biasa. Hal itu bisa jadi karena kafe yang terletak di lantai dua atau tepat di atas area Papa Ho Supermarket yang berada di Jl. Pangkalan Raya No. 8 Warung Jambu, Bogor itu, digawangi oleh tiga chef yang masing-masing memiliki segudang pengalaman di bidang racik-meracik kuliner.

Manager Operasional Papa Ho, Bisma Negara Suhara Putra mengatakan, Papa Ho Cafe memiliki area makan yang cukup luas untuk menampung lebih dari 300 pengunjung. “Di kafe kami juga disediakan sarana fitnes, lap soccer, hotspot, dan live music setiap malam Minggu,” ujar Bisma kepada Jurnal Bogor, belum lama ini.

Dikatakan Bisma, dengan digawangi tiga chef berpengalaman internasional yang dimiliki Papa Ho Cafe, pihaknya menjamin kepuasan citarasa menu-menu makanan dan minuman yang disediakan. “Masing-masing chef kami memiliki spesialisasi, yakni European dan Western Food, Oriental Food dan Sea Food, serta Indonesian dan Traditional Food,” terangnya.

Papa Ho Cafe, lanjut Bisma, dibuka untuk umum, baik tamu hotel yang bermalam maupun pengunjung lainnya. “Konsep yang kami usung adalah menyajikan sebuah kafetainment, yaitu kafe yang menyediakan berbagai macam fasilitas untuk kenyamanan pengunjungnya,” kata Bisma.

Harga menu-menu yang disediakan di Papa Ho Cafe, imbuh Bisma, ditawarkan dengan membidik berbagai kalangan. “Semua menu yang kami sajikan harganya terjangkau. Yang pasti, dengan harga tersebut, pengunjung akan mendapatkan kepuasan yang lebih,” tegasnya.

Menu makanan andalan Papa Ho Cafe, dikatakan Bisma, adalah Ayam Goreng Papa Ho. Menu ini memiliki citarasa istimewa karena dibuat dari ayam jantan dan proses pengungkepannya yang istimewa. “Sengaja dipilih ayam jantan supaya tidak terlalu banyak lemak dan lebih empuk dan gurih,” ujarnya.

Sedangkan untuk menu minuman andalan, Papa Ho mengedepankan minuman juice dan sari buah. “Kafe kami bersinergi dengan Papa Ho Supermarket yang menjual buah-buahan segar, sehingga kami mengandalkan juice bagi para pengunjung kafe kami,” terang Bisma.

Tertarik dengan menu andalan Papa Ho Cafe, seporsi Ayam Goreng Papa Ho pun tersaji di atas meja. Satu porsinya dibuat dari potongan seperempat ekor ayam. Aromanya merebak karena disajikan benar-benar langsung setelah selesai dimasak.

Keempukan daging Ayam Goreng Papa Ho memang sungguh luar biasa. Di samping itu, bumbunya pun mampu meresap hingga ke dalam tulang, sehingga masih menyisakan decakan-decakan rasa di lidah bagi siapa saja yang menyantap menu ini.

Selain menu Ayam Goreng Papa Ho, disajikan pula seporsi menu Kangkung Sea Food Hot Plate dan Gurame Asam Manis yang keduanya juga mampu menyajikan citarasa yang patut diacungkan jempol.

Meski demikian, menurut lidah ini citarasa menu makanan yang disajikan Papa Ho Cafe sangat mirip dengan citarasa menu makanan di Restoran Bogor Permai. Penasaran akan hal itu, selidik punya selidik, ternyata memang benar adanya, karena salah seorang chef yang dimiliki Papa Ho Cafe rupanya merupakan chef yang pernah bekerja di resto itu.

Rudi D. Sukmana

J.CO Donuts & Coffee

Buka Gerai Baru di Ekalokasari Plaza

Bogor, Jurnal Bogor

Setelah dikenal warga Bogor karena hadir di Botani Square, kemarin (12/7) J.CO Donuts & Coffee (J.CO) membuka gerai terbarunya di ground floor Ekalokasari Plaza, Jl. Siliwangi No.123 Bogor. “Pembukaan J.CO di Ekalokasari Plaza merupakan pembukaan outlet kami yang ke-43 di Asia,” ujar Assistant Marketing Communications Manager J.CO, Indriana Listia kepada Jurnal Bogor, kemarin.

Dikatakan Indri, sapaan akrab Indriana Listia, sebagai brand internasional yang dikembangkan di Indonesia, J.CO tidak pernah berhenti mengembangkan bisnisnya hanya di Malaysia dan Singapura, tapi juga terus berinovasi dalam melakukan produk-produk baru dan berkualitas.

“Saat ini, kami telah menghadirkan donat Hazel Dazzel, yaitu donat dengan topping hazelnut chocolate dan filling coffee cream di dalam lingkaran donatnya. Juga ada minuman Hazelnut Latte, yaitu minuman berbahan dasar kopi yang dipadukan dengan sirop hazelnut,” terang Indri.

Seiring dengan perkembangan bisnisnya, lanjut Indri, J.CO terus berdedikasi untuk mengembangkan industri donat, kopi, dan gaya hidup pada makanan Indonesia. Selain donat-donat berkualitas yang dapat ditemukan di semua gerainya, J.CO juga menghadirkan kopi yang tidak kalah kualitasnya dengan donatnya.

“Kopi yang kami gunakan merupakan 100 persen kopi Arabica yang dipadukan dari lima origin, yakni Colombia, Brazil, Guatemala, Costa Rika, dan Indonesia. Tidak hanya biji kopinya yang berkualitas, roasting coffee-nya pun juga dilakukan di negara Itali,” kata Indri.

Tidak hanya kopi, imbuh Indri, seluruh minuman yang disediakan di J.CO juga menggunakan bahan-bahan terbaik, seperti varian minuman green tea yang digunakan adalah green tea matcha yang diimpor dari Jepang, varian minuman chocolate yang digunakan juga menggunakan cokelat asli Belgia.

Selain kopi, green tea, dan cokelatnya yang berkualitas, varian minuman khas lain yang hanya terdapat di J.CO seperti Choco Mint, Caramelite, Thai Tea, dan Oreo Freeze, dikatakan Indri juga dibuat dari bahan-bahan pilihan bermutu yang dijamin keasliannya.

Indri menerangkan, salah satun minuman khas J.CO, yaitu Choco Chino, dibuat dari Premium Belgium Chocolate sebagai pelengkap minuman panas. Dengan kandungan chocolate yang lebih dari 40 persen, minuman ini dapat juga dinikmati secara terpisah.

“Cara yang paling asik menikmati Choco Chino, dengan mencelupkan Choco Chino ke dalam minuman panas, sehingga Choco Chino akan meleleh dan melting serta menyatu dengan minumannya. Harga Choco Chino ini hanya Rp 5.000 untuk dua stick Premium Belgium Chocolate-nya,” papar Indri.

Ditambahkan Indri, saat ini J.CO menyediakan paket J.CO Morning Glory, yaitu program 1 minuman Coffee of the Day (COD) + 1 buah glazzy donut dengan harga hanya Rp 10.000 yang berlaku hanya dari pukul 9.00 hingga pukul 12.00. “COD merupakan istilah kami yang lebih dikenal dengan nama kopi tubruk yang melalui proses biji kopi halus dicampur dengan air panas,” jelasnya.

Dengan hadirnya satu lagi gerai J.CO di Kota Bogor, dikatakan Indri pihaknya berharap J.CO dapat menjadi tempat pilihan favorit bagi pengunjung plaza dan warga Bogor. Gerai seluas 120 meter persegi dengan kapasitas 104 tempat duduk itu, kini siap melayani para pengunjungnya.

“Kami menawarkan produk dengan harga yang relatif terjangkau. Meski satu buah donat kami tawarkan dengan harga Rp 5.500, namun untuk pembelian paket, seperti setengah lusin atau satu lusin, pembeli akan mendapatkan harga spesial,” pungkas Indri.

Rudi D. Sukmana

Kupat Sayur Lapangan Sempur

Citarasa Tak Pernah Luntur

Bogor, Jurnal Bogor

Niatnya sih ingin membakar lemak di Lapangan Sempur dengan melakukan aktivitas olahraga, namun seperti biasarasa malas selalu saja menghampiri. Padahal berangkat dari rumah dengan semangat tinggi dan tekad bulat untuk lari pagi.

Ketika sampai di Sempur, weits..ada yang berbeda. Biasanya semua jajanan berada di sisi lapangan, tapi sekarang terasa sepi dan lengang. Biarpun saya pelupa, tak mungkin sampai salah tempat, apalagi saya sudah lama tinggal di Bogor.

Tenyata oh ternyata, karena sekarang ada larangan berjualan di sisi lapangan, baik gerobak maupun tenda jajanan pindah tempat. Menurut saya lebih praktis di sisi lapangan, sebab lebih mudah dijangkau dari berbagai sudut.

Kini saya harus berjalan setengah lapangan untuk sampai di tempat jajanan. Lumayan jauh, namun saya anggap tekad yang dibawa dari rumah terwujudkan juga. Tidak hanya lari ataupun jogging, jalan kaki bisa disebut olahraga. Otot di paha akan mengencang, lemak pun terbakar.

Setelah sampai saya melihat banyak tenda dan gerobak makanan yang berjejer rapih. Sebagian menggunakan bilik atau kain panjang disekelilingnya sebagai penutup. Bahkan ada juga yang tidak menggunakan apa-apa, sehingga terlihat jelas rumah penduduk dan air Sungai Ciliwung yang mengalir deras.

Ketika sedang memilih ingin makan di mana, ada satu gerobak yang menarik perhatian saya, yakni Kupat Sayur. Hmm..menggoda juga namanya. Tiba-tiba seseorang menyapa dan membuyarkan angan saya yang sedang tergoda kupat sayur. “Mari neng nyarap dulu, cobain kupat sayur Ibu, baru olahraga lagi,” tawar perempuan itu.

Tawaran tadi langsung saya setujui, tangan yang lincah memotong kupat dan gesitnya meracik bumbu sepertinya si Ibu sudah lama berdagang kupat. “Saya baru enam bulan jualan kupat, awalnya hanya membuka warung minuman. Tapi melihat belum ada yang berdagang kupat, jadi saya buka disini,” ungkap Ijun, pemilik gerobak kupat tahu itu.

Menurut Ijun, kupat sayur yang dijajakannya berciri khas tanah kelahirannya, yaitu Padang. “Di Bogor biasanya kuah sayur terbuat dari labu siam (gambas), namun di Padang menggunakan buncis. Malah di Padang, kalau kuah sayurnya terbuat dari labu kurang laku,” ucapnya.

Ketika pesanan sampai di meja, saya langsung penasaran isi dari kupat sayur yang Ijun buat. Isinya terdiri dari kupat, tahu, buncis dan kuahnya seperti sayur lodeh. Warna kuah yang dibuat Ijun terlihat lebih pucat. Penasaran citarasa yang ditawarkan, saya sebisa mungkin mencicipinya dengan khidmat. Untuk kupat, lembut banget sehingga tak perlu lama mengunyahnya, sebab langsung nggelosor ke dalam kerongkongan.

Kemudian saya menyatukan kupat dengan kuah, mantapnya minta ampun. Kuahnya sedikit pedas tapi tetap gurih kok, karena Ijun memasukkan bumbu tauco sebagai penyedap rasa. Namun sayang, kuahnya asin banget. Padahal saya termasuk penyuka asin, meski demikian, untuk porsi cukup manjur menangani perut yang keroncongan akibat lelah berolahraga.

Selesai menyantap kupat sayur hingga tandas tak bersisa, paling enak pulang dan tidur. Apalagi tadi saya sempat berolahraga kecil. Namun masih ada satu pekerjaan yang menunggu sehingga semua keinginan saya tertunda, yaitu memberikan salah satu resep spesial membuat kupat sayur sederhana.

Bahan membuat sayur nangka: 500 gram nangka muda, potong-potong. 12 helai buncis, potong-potong diagonal tipis. 150 gram kol, potong kasar. 150 gram udang kupas, iris kasar. 1 liter santan encer. 500 mililiter santan kental. 1 batang sereh, memarkan. 3 lembar daun jeruk. 2 buah asam kandis.

Haluskan: 8 buah cabai merah. 8 butir bawang merah. 6 siung bawang putih. 2 centimeter kunyit. 2 centimeter jahe. 2 centimeter lengkuas. 2 sendokteh garam. 1 sendokteh gula pasir.

Pelengkap: ketupat, rendang daging dan telur, kerupuk merah, serta bawang merah goreng.

Cara membuat: Rebus nangka muda dalam air secukupnya hingga lunak. Angkat nangka, tiriskan. Didihkan santan encer, udang, bumbu halus, serai, daun jeruk dan asam kandis. Masukkan nangka rebus, masak hingga mendidih. Tambahkan kacang panjang, kol dan santan kental. Masak hingga mendidih hingga seluruhnya matang dan meresap. Angkat.

Sajikan dengan menaruh potongan ketupat dalam mangkuk saji. Beri sayur nangka dan pelengkapnya.

(Nasia Freemeta I)

Nasi Indonesia Happy Foodcourt

Tampilan Rasa Berani Nasi Tumini

Bogor, Jurnal Bogor

“Duukh.. laper nih. Kita makan dulu, yuk!” ujar seorang rekan saya siang itu. Rekan saya yang satu ini memang cukup merepotkan, karena perutnya harus diisi tiap tiga jam sekali. Alhamdulillah, biarpun tertular kebiasaan rekan saya itu, berat badan saya tidak kunjung bertambah.

Dengan kendaraan roda dua, kami mencari tempat makan yang belum pernah dikunjungi dan akhirnya kami memutuskan memarkirkan perut ini di Happy Foodcourt depan Plaza Jambu Dua. Biasanya foodcourt selalu berada di dalam mall atau pusat perbelanjaan, namun Happy Foodcourt memilih buka di pinggir jalan.

Foodcourt yang satu ini cukup unik, di setiap meja sudah disediakan tiga macam menu. Diantaranya Nasi Indonesia, Pempek Palembang Sriwijaya dan Happy Steak and Indonesian Food.

Siang itu, kami lebih tertarik dengan menu Nasi Indonesia, karena masih jarang tempat kuliner di Bogor yang mengangkat tema makanan seperti itu. Macam-macam nasi ditawarkan oleh stand yang satu ini, yakni Nasi Gudeg Komplit, Nasi Uduk, Pepes Nasi dan Nasi Tumini.

“Saya ingin mengangkat kembali makanan khas Indonesia yang mulai pudar dengan hadirnya Western Food,” ungkap Wike Hambali, pemilik outlet Nasi Indonesia kepada Jurnal Bogor, kemarin.

Diakui Wike, sapaan akrab Wike Hambali, usahanya berawal ia membuka jasa catering di rumah bersama sang anak. “Karena ada kesempatan, akhirnya saya mencoba untuk membuka outlet Nasi Indonesia. Meski baru buka sejak bulan lalu, antusias pelanggan cukup baik,” ujar ibu dua anak itu.

Lembar daftar menu pun kami baca. Dahi ini sempat mengerut ketika melihat salah satu nama makanan di daftar menu tersebut, yakni Nasi Tumini. ” Banyak pelanggan yang mengira kalau itu adalah nama saya, padahal Tumini singkatan dari Tumpeng Mini, neng,” jelas Wike.

Gubrak!!! Ada-ada saja ibu kelahiran Bogor itu membuat nama makanan untuk menarik pelanggannya. Kami saja sempat terkecoh dibuatnya. Sungguh kami tidak menyangka Tumini itu merupakan singkatan dari tumpeng mini. Karena penasaran dengan bentuk dan citarasanya, kami pun memesan paket Tumini dengan harga yang relatif murah yaitu Rp 10.000.

15 menit kemudian, Nasi Tumini pun terhidang di atas meja kami. Tumpeng yang disajikan di atas tampah (wadah tradisional) dan dialasi kertas coklat itu hadir dengan lauk-pauknya yang cukup beragam.

Nasi Tumini tampil begitu meriah, ada nasi gurih berbentuk kerucut, ikan asin garing, sambal goreng kentang, oseng-oseng buncis, dendeng ragi, lalap, sambal dan emping. Luar biasa komplitnya, padahal kami hanya memesan Nasi Tumini biasa.

Untuk tahap awal, kami memotong pucuk dari tumpengnya terlebih dahulu. Nasinya cukup padat dan lengket sekali, terlihat dari susahnya kami memotong nasi tersebut. Setelah itu nasi yang disendok beriring oseng-oseng buncis pun saya suap, rasanya sedikit manis karena memang terdapat parutan kelapa yang sudah tercampur dengan gula jawa. Krekes buncisnya, pas lah.

Giliran dendeng ragi pun kami cicipi. Tampilan dendeng ragi itu mirip serundeng, hanya kalau dendeng ragi yang disuguhkan itu isinya daging sapi. Dagingnya diramu dengan proses yang baik sehingga cukup empuk dan serat-serat dagingnya tidak menyangkut di sela-sela gigi.

Setelah itu dilanjutkan ikan asin garing. Bentuknya yang mungil dan tipis itu menghasilkan kriuk yang krekes. Bingung kan? Bisa dibilang ikannya tak terlalu asin, jadi tidak perlu khawatir bagi yang memiliki penyakit darah tinggi.

Dan sampai juga pada lauk terakhir, yakni sambal goreng kentang. Ada sesuatu yang menyembul di antara tumpukan kentang. Ternyata butiran telur puyuh ikut meramaikan suasana kentang itu.

Rekan saya yang penggila telur langsung kegirangan, dan tanpa basa-basi telur itu masuk ke dalam mulutnya. ”Yang namanya telur, lebih mantap kalau dimakan bulat-bulat tanpa dipotong terlebih dahulu,” katanya.

Huff! perut ini rasanya full tank deh, padahal sekilas tadi kami sempat meragukan ukuran porsi lauk-pauknya yang kami nilai cuman se-umprit itu. Dan seperti biasa, setelah kekenyangan rasanya jadi malas melakukan aktivitas, padahal hal itu perlu untuk membakar lemak yang mulai menyesaki perut ini.

Nasia F/Julvahmi