Bogor, Jurnal Bogor
Rada susah memilih nama untuk jenis menu yang satu ini. Di Kota Bogor sendiri, lebih dikenal dengan nama rujak bebeg, namun karena penulisannya rada-rada menyulitkan dalam pengucapan, lebih mantap bila dinamakan rujak gejrot, karena memang pembuatannya sendiri digejrot, alias… ya, dibebeg itu.
Rujak gejrot sendiri merupakan makanan rakyat yang sangat jelata. Penjualnya lebih sering menelusuri gang-gang kecil dan perumahan-perumahan kumuh dibandingkan mengelilingi perumahan menengah dan mewah. Padahal, rasa yang dihadirkan, sebenarnya cukup luarbiasa.
Betapa tidak, di siang hari bolong yang panasnya tenteuingen, yang membuat kepala berasa nyut-nyut, sepiring rujak gejrot mampu membuyarkan sakit kepala yang dirasa. Pedasnya mampu menghantam langsung bagian belakang kepala, sehingga keringat di dahipun mengucur deras.
Menurut Sumanta, penjual rujak gejrot yang sering berkeliling di sepanjang Jl. Pajajaran, rujak gejrot dibuat dari tujuh macam rasa, yaitu, ubi merah, mangga muda, kedondong, pepaya, jambu air, nanas, bengkuang. “Rujak ini sebenarnya rujak buat ibu-ibu hamil tujuh bulanan,” ungkap Sumanta kepada Jurnal Bogor, kemarin.
Seporsi rujak gejrot dijual Sumanta dengan harga Rp. 3.000. Bila ingin yang istimewa, Sumanta menyediakan dengan harga Rp. 5.000. “Yang istimewa biasanya memakain tambahan buah-buahan, sesuai musim buahnya, seperti kupa, kemang, dan menteng,” ujarnya.
Kesegaran rujak gejrot memang sudah melegenda. Tak heran, para ibu hamil sangat menyukai citarasa yang dihadirkan. “Biasanya para ibu hamil suka pusing-pusing. Rujak memang salah satu obat sakit kepala yang paling mujarab,” terang Sumanta.
Penggejrotan atau pengerusan buah-buahan agar menyatu dengan bumbu-bumbu pedasnya, sebenarnya hanya untuk memudahkan penyantap rujak saja. “Biasanya ibu-ibu hamil tidak mau repot memotong dan mengunyah, jadi sudah diracik duluan,” jelasnya.
Rudi D. Sukmana
Jumat, 28 Maret 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar