Selasa, 01 April 2008

Secangkir Kopi untuk Rasa Semangat

Bogor, Jurnal Bogor

Secangkir kopi membuat anda lebih semangat, begitulah sepenggal kalimat pada kemasan plastik sebuah produk kopi terkemuka. Secangkir kopi sendiri memiliki banyak kontroversi, banyak yang pro juga tidak sedikit yang kontra tentang manfaat dan kerugiannya.

Tak dipungkiri, penggemar kopi di Indonesia mayoritas adalah kaum adam. Segelas atau secangkir kopi merupakan sahabat akrab dengan sebatang rokok. Sepertinya menikmati secangkir kopi belumlah lengkap tanpa menghisap rajahan tembakau itu.

Seorang sahabat, sebutlah namanya Ki Batin yang menghidangkan secangkir kopi bertanya kepada saya, bagaimana rasa kopi yang disajikannya? Saya katakan kopi itu rasanya manis. “Anda berbohong kepada saya. Karena anda sendiri belum meminum kopi itu,” ujarnya santai lalu tersenyum.

Dikatakannya, banyak orang yang terjebak dengan rasa yang ada pada dirinya sendiri. Rasa yang didapat dari pengalaman hidupnya. Sebuah pisang berwarna kuning pun, bila ditanyakan bagaimana rasanya, orang akan dengan cepat menjawab rasa pisang berwarna kuning itu manis. Padahal, bisa jadi buah pisang yang dimaksud masih keras dengan rasa sepat. “Begitulah kebanyakan manusia sekarang ini, hidup dalam jebakan praduga dirinya sendiri, tanpa melalui proses pemaknaan hakikat,” terangnya.

Setelah mempersilakan untuk menyeruput kopi yang ternyata rasanya tidak terlalu manis itu, Ki Batin pun meneruskan pembicaraan. Secangkir kopi merupakan gambaran tentang kehidupan. Bagaimana gilingan biji kopi yang pahit setelah dicampur dengan butiran gula pasir yang manis dan secangkir air panas yang tawar, dapat menjadi satu hidangan padu yang banyak disuka. “Semua unsur dalam hidup haruslah baur, harus padu. Yang pahit, yang tawar, yang sepat, atau apapun haruslah terasa manis,” jelasnya.

Dilanjutkannya, hidup janganlah dibuat pahit, jangan pula dibuat terlalu manis. Nikmatnya hidup justru berada pada keseimbangan yang pas. Bagaimana bisa mengatakan jadi orang kaya enak, bila selalu ingin kaya? Dan bagaimana bisa mengatakan jadi orang miskin tidak enak, bila takut menjadi miskin? Oleh karena kaya menjadi ada disebabkan miskin, rasa manis menjadi ada sebab adanya rasa pahit, semuanya saling bergantung dan saling membutuhkan.

Dan secangkir kopi menjadi nikmat, bila rasa manis bergantung pada rasa pahit. Secangkir kopi pun akan menjadi nikmat, bila air panas berangsur menjadi air dingin. Secangkir kopi tetaplah menjadi secangkir kopi, yang mampu membangkitkan semangat baru bagi orang yang meminumnya.

Rudi D. Sukmana

Tidak ada komentar: