Paling Benar Sendiri
Ngotot
untuk mencari suatu kebenaran adalah salah satu upaya yang bagus dan
seharusnya dilakukan. Namun acapkali upaya yang didasari niatan yang
baik itu terjebak ke dalam kesalahkaprahan, sehingga menjadi ngotot
untuk mempertahankan diri lah yang benar.
Itu pula yang saya alami beberapa hari lalu pada waktu menghadapi seorang yang penuh kekecewaan dan menularkan kekecewaan dirinya itu kepada orang lain sehingga membuat orang lain menjadi demotivasi.
Memang, emosi dipertaruhkan dan hati sudah mulai bergejolak bila bertemu dengan situasi seperti itu. Namun begitulah, setiap orang nyatanya sedang diuji setiap saat dan setiap waktu baik disadari maupun tidak.
Merasa diri paling benar selalu ada di dalam diri setiap orang. Sesadar apapun ia melakukan kesalahan, masih saja ada rasa sedikit kebenaran dalam dirinya. Rasa benar yang terkadang menjadi alasan untuk melakukan kesalahan yang sama atau pun menambah dengan kesalahan berbeda.
Bila individu sudah berada dalam kondisi seperti itu, maka bagi dirinya, salah menurut orang belum tentu salah menurutnya. Bahayanya, benar menurutnya harus pula diakui kebenarannya oleh orang lain.
Merasa diri paling benar sungguh sangat menyita energi. Berapa kalori saja yang harus dibuang untuk mempertahankannya. Kalau memang benar tak apalah dipertahankan dan dibela seperti apapun. Masalahnya lagi, benar bagi tiap orang berbeda-beda.
Namun yang paling menyedihkan adalah mempertahankan kebenaran yang sudah jelas-jelas bahkan dirinya sadar bahwa itu salah. Itulah kenapa pengadilan tidak pernah tutup. Itulah mengapa banyak konflik terjadi. Banyak orang merasa paling benar.
Andaikan setiap orang tidak selalu merasa benar. Andaikan setiap orang mau mengakui salah saat memang melakukan kesalahan. Andaikan setiap orang tak terlalu sombong untuk bersikap merendah dan menjadi pihak yang mengalah.
Namun, orang seperti itu pun tak akan lepas dari perasaan merasa benar, karena apa yang dilakukannya itu menurutnya adalah yang paling benar. Hehe.. ujung-ujungnya jadi serba salah nih, bukan serba benar.
Sampai kapan pun, orang akan punya rasa untuk merasa dirinya lah yang paling benar. Sebab dengan begitu orang tersebut tetap ada. Orang tersebut masih memiliki rasa bahwa dirinya ada. Dirinya harus ada.
Mempertahankan kebenaran-nya baik benar-benar benar ataupun benar-benar salah membuktikan bahwa manusia itu masih eksis. Terlepas dari apakah itu salah atau benar. Entah itu buang energi atau tidak. Atau entah itu untuk kebenaran itu sendiri atau sekadar demi harga diri.
RD Sukmana 3/2/2012
Itu pula yang saya alami beberapa hari lalu pada waktu menghadapi seorang yang penuh kekecewaan dan menularkan kekecewaan dirinya itu kepada orang lain sehingga membuat orang lain menjadi demotivasi.
Memang, emosi dipertaruhkan dan hati sudah mulai bergejolak bila bertemu dengan situasi seperti itu. Namun begitulah, setiap orang nyatanya sedang diuji setiap saat dan setiap waktu baik disadari maupun tidak.
Merasa diri paling benar selalu ada di dalam diri setiap orang. Sesadar apapun ia melakukan kesalahan, masih saja ada rasa sedikit kebenaran dalam dirinya. Rasa benar yang terkadang menjadi alasan untuk melakukan kesalahan yang sama atau pun menambah dengan kesalahan berbeda.
Bila individu sudah berada dalam kondisi seperti itu, maka bagi dirinya, salah menurut orang belum tentu salah menurutnya. Bahayanya, benar menurutnya harus pula diakui kebenarannya oleh orang lain.
Merasa diri paling benar sungguh sangat menyita energi. Berapa kalori saja yang harus dibuang untuk mempertahankannya. Kalau memang benar tak apalah dipertahankan dan dibela seperti apapun. Masalahnya lagi, benar bagi tiap orang berbeda-beda.
Namun yang paling menyedihkan adalah mempertahankan kebenaran yang sudah jelas-jelas bahkan dirinya sadar bahwa itu salah. Itulah kenapa pengadilan tidak pernah tutup. Itulah mengapa banyak konflik terjadi. Banyak orang merasa paling benar.
Andaikan setiap orang tidak selalu merasa benar. Andaikan setiap orang mau mengakui salah saat memang melakukan kesalahan. Andaikan setiap orang tak terlalu sombong untuk bersikap merendah dan menjadi pihak yang mengalah.
Namun, orang seperti itu pun tak akan lepas dari perasaan merasa benar, karena apa yang dilakukannya itu menurutnya adalah yang paling benar. Hehe.. ujung-ujungnya jadi serba salah nih, bukan serba benar.
Sampai kapan pun, orang akan punya rasa untuk merasa dirinya lah yang paling benar. Sebab dengan begitu orang tersebut tetap ada. Orang tersebut masih memiliki rasa bahwa dirinya ada. Dirinya harus ada.
Mempertahankan kebenaran-nya baik benar-benar benar ataupun benar-benar salah membuktikan bahwa manusia itu masih eksis. Terlepas dari apakah itu salah atau benar. Entah itu buang energi atau tidak. Atau entah itu untuk kebenaran itu sendiri atau sekadar demi harga diri.
RD Sukmana 3/2/2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar