Bogor, Jurnal Bogor
Kebab yang pernah saya tahu, pada awal menu ini booming di Indonesia dengan indikasi banyak bermunculan stand yang menjual makanan khas dari Timur Tengah itu, adalah Kebab Doner. Doner kebab sendiri merupakan Bahasa Turki, yang secara harfiah berarti panggang berpusing, yaitu nama sebuah hidangan yang dibuat dari isi daging biri-biri, kambing, lembu, atau ayam.
Sebagian orang yang mengerti menu-menu masakan asal Timur Tengah, selalu membandingkan kebab doner dengan shawarma dan gyros, mungkin karena bahan utama menu itu menggunakan daging yang sama. Padahal, bila dilihat dari negara asalnya, kebab doner berasal dari Turki, shawarma dari jazirah Arab, dan gyros dari Yunani. Bila diperhatikan dengan seksama pun, dari kepadatan dan bentuk tekstur dagingnya, kebab doner dengan shawarma atau gyros berbeda.
Kebab doner yang disajikan itu, terdiri dari irisan-irisan tipis daging kebab yang ditaruh di atas roti leper, yaitu sejenis tortilla. Kemudian diberi salad, seperti garnis, ketimun, dan bawang Bombay yang telah dicincang. Untuk menambah rasa, di atasnya dilumuri dengan mayones, saus sambal, dan saus tomat. Penyajiannya, roti leper yang biasa disebut penjajanya libanis dilipat atau digulung membalut seluruh isi, mirip seperti menu crepes.
Saat ini, penjaja kebab doner lebih dikenal cukup dengan nama kebab saja. Banyak dari penjaja kebab merupakan waralaba dari berbagai perusahaan. Di berbagai tempat di Kota Bogor, kita bisa menemukan stand penjaja kebab yang biasanya mangkal di teras depan waralaba minimarket. Satu menu kebab dijajakan dalam beberapa pilihan, yaitu kecil, sedang, dan besar dengan harga beragam pula mulai Rp 5.000.
Menikmati kebab ala waralaba itu, seperti menikmati sajian waralaba lain, karena citarasa menu kebab yang disuguhkan tidak begitu jauh berbeda dengan citarasa menu crepes yang lebih dulu booming. Yang membedakan hanyalah rasa kayu manis yang cukup jelas dari irisan-irisan tipis daging kebab itu.
Saya teringat dengan awal pertama mengenal menu kebab di sebuah restoran Timur Tengah di Jakarta beberapa tahun lalu. Kebab yang dipanggang mendatar itu, potongannya tebal, mirip steak, dengan citarasa yang mampu menghadirkan nuansa padang pasir. Sangat middle east, tanpa mayones dan saus sambal. Menu kebab itu disajikan dengan kuah kari yang sangat kental.
Meski demikian, kebab ala stand itu cukup mampu menjadi satu ikon jajanan kuliner pengganjal perut. Sebuah food for fun menu, seperti layaknya siomai, otak-otak, dan toge goreng. Jangan berharap mendapatkan kepuasan menikmati seporsi kebab, karena memang dirancang khusus untuk membuat konsumen ketagihan untuk membeli lagi, dan lagi.
Rudi D. Sukmana
Kamis, 17 April 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar