Jumat, 14 September 2012

Titik Nadir Nan Lebay

Titik Nadir Nan Lebay


Sosok sahabat saya yang satu ini, pagi itu kedapatan asik membolak-balikkan halaman surat kabar. Saya pun lantas menghampiri dan menggodanya. “Tumben baca koran. Ada berita seru, Kang? “ canda saya.

Abah Bujal mengangkat kepala dan menatap saya. “Sae A, leures.. satu koran ini cuma ada satu berita. Judulnya Titik Nadir Dekadensi...” jawab dia santai.

Tanpa mempedulikan sikap saya yang berniat protes, Abah Bujal melanjutkan. “Sok coba Aa kaji, berita-berita tingkah polah manusa yang terjadi sekarang, mulai dari tingkat pamerentah sampe yang terakhir ada kecelakaan maut segala, itu mah titik nadir dekadensi, A.. kondisi paling rendah dari kemerosotan. Urang Indonesia banyak yang teu sadar kalau kita semua ini udah di posisi ini. Titik Nadir Dekadensi..,” terang Abah Bujal lalu menyalakan rokok kretek kesayangannya.

“Jaman sekarang mah A, namanya jaman edan bin lebay. Kunaon? Soalna.. edan jeung lebay udah jadi konsumsi harian yang ngehibur hati,” ujar Abah Bujal lalu menghisap rokok kreteknya. Nikmat.

Saya terdiam mendengar ucapan Abah Bujal dan sengaja tak buru-buru menanggapi, karena ingin mencerna apa maksud dari yang telah diutarakan. “Coba si Aa lihat. Banyak orang sekarang berorientasi pada hal yang lebay. Berlebih-lebihan. Berbagai macam dalih dan alasan dibuat untuk membenarkan tingkah laku lebay. Jadinya, musibah dan kematian pun sekarang, yaa.. lebay, A..” ucapnya perlahan.

Abah Bujal menjentikkan abu rokok ke dalam asbak kaleng yang warna ungunya sudah semakin memudar. “Bisa dikatakan, ucap laku lampah, kalau tidak lebay, jaman sekarang rasanya nggak afdol, A”.

“Sok coba si Aa perhatikan, semangat lebay dibina sebagian besar orang, dari gelandangan sampe orang gedean, dari pengemis sampe pejabat. Sok coba di tipi, A.. acara mana yang nggak lebay, sebut satu pasti teu bisa. Kunaon? Puguh lebay teh komoditas, karena lebay merupakan jiwa interaksi jaman sekarang.” katanya lagi.


“Sok coba Aa lihat, lalakon manusa sekarang ini mah lebay dengan apapun peran yang dipegangnya. Oper ekting… Yang hidupnya kaya, lebay dengan kekayaannya. Yang hidupnya tanggung, lebay dengan ketanggungannya. Yang miskin juga kepaksa lebay dengan kemiskinannya. Makanya jangan heran, peristiwa yang terjadi dalam kehidupan sampe musibah, bencana dan kematian pun lebay kepada manusia,” tambah dia.

Abah Bujal terdiam sejenak sembari menghisap rokoknya dalam. Hembusan asap rokok pun memenuhi teras sempit. “Tapi, ya memang kudu kitu, A. Supaya manusa-manusa nu masih waras, eling, dan waspada, mau nggak mau juga kudu ikut lebay dengan kewarasan, keelingan, dan kewaspadaannya,” tutup dia lalu tersenyum. Sangat khas.

Mendadak saya jadi termenung berusaha mengkaji beratnya kandungan yang dituturkan sahabat saya itu. Pagi itu, diri saya seolah berada di titik nadir.
RD Sukmana 3/1/2012

Tidak ada komentar: