Jumat, 14 September 2012

Ikhlas

Ikhlas


“Baru awal tahun aja, udah banyak banget kecelakaan dan korban jiwa ya, Kang..,” sahut seorang teman saya.
“Merinding saya jadinya.. Kayaknya ramalan kiamat di tahun 2012 bakal terjadi kalo udah begini,” lanjutnya.

Terdiam sejenak, teman saya itu lalu menlanjutkan. “Memang siapa sih orang yang tahu kalo maut datangt? Siapa yang tak mengira, ketika hendak berwisata melihat Monas, ketika pulang sehabis berolahraga, ketika sedang dalam sebuah perjalanan, ketika sedang tertidur lelap, bahkan yang baru-baru ini terjadi, ketika pulang sehabis menghadiri acara Maulid, sang maut datang?” tanya dia seolah untuk dirinya sendiri.

“Kalo saya, Kang.. saya susah buat ikhlas menerima kalo ternyata ada faktor kesalahan manusia ikut andil sebagai penyebab datangnya maut. Buat saya, seandainya manusia engga lalai, pasti ga akan berakibat pada kematian,” ucapnya mantap.

Haruskah diri ikhlas menerima?

Mm.. Ikhlas itu akan selalu ada, karena akan selalu ada masalah yang datang selagi masih hidup di dunia. Dengan logika yang menjadikan diri telah ikhlas, bisa jadi itu akan membuat diri segera menerima segala sesuatu yang telah terjadi untuk masuk ke dalam kehidupan yang belum dialami.

Bagi saya, ikhlas itu tidaklah lemah bahkan sebaliknya, ikhlas itu sangat tegas. Faktanya, korban atau bukan, ikhlas itu penting untuk menyelesaikan yang sudah terjadi, dan meneruskan kehidupan dengan potensi-potensi yang baru.

Ikhlas itu termasuk menerima bahwa kita tidak mungkin 100 persen benar, seperti orang lain tidak mungkin 100 persen salah. Dengan ikhlas justru diri dapat melihat secara jelas yang harus diperbaiki.

Ikhlas yang bersumber dari hati bukan dari logika akan membuat diri mensyukuri keterbatasan diri yang ada, sehingga diri menyadari ketiadaannya.

Mengapa? Karena hati itu mempunyai kemampuan menyembuhkan yang hebat sekali. Semua hal yang mengecewakan hidup, semua hal terindah dalam hidup dan semua impian dalam hidup ini akan tenggelam dalam hati.

Jika diri mengatakan bahwa diri ikhlas, itu bisa jadi pertanda bahwa diri belum ikhlas. Ikhlas itu menerima keadaan dengan satu hukum.

Ikhlas adalah hanya menerima Tuhan dengan seluruh kebenarannya.

Tetapi orang yang paling mengerti bahwa menerima keikhlasan adalah menerima Tuhan beserta seluruh kebenarannya, bahwa yang melakukan baik dapat kebaikan, mendoakan baik dapat kebaikan, membalas kejelekan membuat kita sama jahatnya dengan orang yang menjahati kita, tetapi memaafkannya menjadikan kita lebih anggun.

Semua ini adalah kebenaran, dalam penerimaan kita atas kebenaran Tuhan.  
RD Sukmana 20/2/2012

Tidak ada komentar: