Jumat, 14 September 2012

Kami Miskin, Kami Mati Duluan

Kami Miskin, Kami Mati Duluan


Negeri ini sungguh luar biasa. Negeri dengan garis laut terpanjang. Negeri dengan kekayaan sumber alam yang menakjubkan dan membuat negara lain iri.

Negeri yang konon dikatakan tongkat kayu ditanam pun akan menjadi pohon.

Negeri ini memang luar biasa. Kekinian dari anggota dewan yang sangat terhormat, bergelimang dalam intrik korupsi. Hanya di negeri ini wakilnya rakyat lebih berkuasa daripada rakyat itu sendiri.

Pamer kekayaan yang lalu lalang di jalanan pun seolah mempertegas, saya orang kaya, kamu orang miskin.

Hanya di negeri ini pencuri sandal, piring, dan buah busuk, diadili dengan penghamburan uang negara jutaan, jauh lebih besar dari barang bukti yang dicuri, seolah ingin menunjukkan hukum itu tak pandang bulu, yang salah harus dihukum bahkan bila perlu seberat-beratnya.

Hanya di negeri ini maling uang rakyat jutaan hingga miliaran rupiah yang lazim diperhalus dengan sebutan koruptor mendapat perlakuan istimewa. Penjara bak hotel, layanan berwisata ke Bali, hingga fasilitas pemberian remisi, amnesti ataupun grasi telah tersedia.

Miskin adalah predikat yang lazim disandang rakyat Indonesia dewasa ini. Miskin adalah penyakit paling menakutkan bagi mereka yang merasa kaya di negeri ini. Entah kekayaannya itu didapat dari apa, yang pasti jangan miskin, karena miskin itu menular dan mematikan, demikian pikir mereka.

Tanpa merasa bersalah, si kaya di negeri ini pun menyalahkan si miskin, kenapa mereka bisa jadi miskin.

Negeri ini sungguh malang, miskin membuat orang tua membunuh anak-anaknya sebelum akhirnya membunuh diri sendiri. Miskin membuat entah berapa jiwa melayang dalam tragedi kecelakaan lalu lintas.

Miskin pula yang membuat rumah-rumah sakit tak ingin menanggung renteng untuk membiayai bila ada pasien miskin yang membutuhkan perawatan dan pengobatan. “Kami lagi ikhtiar dan berusaha supaya keluarga kami tidak miskin. Kok enak saja datang berobat minta gratis,” mungkin begitu pola pikir mereka.

Miskin juga yang membuat maut lebih akrab membayangi saat melintasi sebuah trotoar atau sebuah jembatan. Dan miskin pula yang membuat pelajar SD, SMP, SMA hingga mahasiswa menjadi beringas bak binatang saling bunuh.

Miskin pula yang akhirnya membuat si kaya dengan pongah mencanangkan gerakan sehari tanpa nasi. Gerakan yang seolah menjadi pengingat bagi para pencanang itu untuk jangan sekali-sekali jadi miskin yang harus dengan terpaksa tanpa pencanangan memang tak lagi kenal nasi.

Sementara si kaya semakin aman dengan kawalan petugas lalu lintas miskin yang harus menutup jalan agar si kaya bisa berplesir dari Jakarta ke vila-vila mewahnya di kawasan Puncak. Penutupan jalan yang membuat si miskin semakin miskin dan menderita karena omzet jualan buah-buahannya menurun. Vila-vila mewah yang membuat si miskin di sepanjang DAS harus nrimo dengan banjir langganan.

Negeri ini memang sungguh berbiadab, karena semakin hari semakin terasa pembiaran yang melanggengkan pemiskinan. Menyengsarakan saudara sendiri dengan korupsi, ketidakpedulian, dan egoisme. Omong kosong dengan kesetiakawanan sosial, persetan dengan toleransi dan tolong menolong.

Kamu miskin maka siap-siap mati duluan. Wahai, selamat datang kematian kemanusiaan.  
RD Sukmana 19/2/2012

Tidak ada komentar: