Jumat, 14 September 2012

Simbol

Simbol


Iseng, saya pernah bertanya pada sahabatku yang unik, Abah Bujal, apakah yang dimaksud dengan ucapannya “..lantas apa bedanya surga dan neraka bila penghuninya masih menginginkan kenikmatan dunia?”

“Dalam Al Quran juga sudah disebutkan, neraka itu terbuat dari api yang membara dan berkobar. Berbagai siksaan pedih tak terkira didapat manusia karena amal buruknya, seperti cairan timah yang membara, kubangan nanah dan darah, dan macam-macam hal-hal buruk dan seram,” kata saya.

“Wah, tampaknya si-Aa sudah yakin bakal masuk surga nih,” balas Abah Bujal malah mencandai saya.

“Iya dong, Kang. Kita harus optimis masuk surga. Sekarang ini, kebanyakan orang sudah pesimis masuk surga, tapi tidak mau masuk neraka. Dengan optimisme bisa memotivasi diri kita untuk terus mengumpulkan pahala dan kebaikan,” timpal saya.

“Sae, A. Saya mah, tak ada maksud apa-apa, kecuali mengajak untuk berpikir dengan akal sehat, A. Tapi ya sudah, tak apa-apa kalau memang itu menjadi keyakinan Aa, teruslah dengan keyakinan itu,” kata dia.

“Memangnya keyakinan Akang bagaimana?” selidik saya.

Dia lalu menerangkan, bila di surga segala keinginan penghuninya yang notabene mantan penghuni dunia terpenuhi, lantas bagaimana? Ingin ini, ingin itu, semua langsung diberikan, seolah-olah, sebelum keinginan itu muncul terbersit dalam keinginan si penghuni surga, sudah diwujudkan.

Pengertian seperti itu tidaklah seratus persen salah, hanya saja bila itu terus didoktrin, maka yang terjadi adalah, surga sebagai tempat untuk memuaskan keinginan yang mungkin tidak bisa dicapai atau diwujudkan dalam kehidupan di dunia.
Hakikatnya, dengan demikian surga telah menjadi simbol dari nafsu duniawi manusia yang dihalalkan, karena surga bisa memenuhi sifat dasar manusia yakni pemuasan keinginan yang terus meningkat.

Bila itu merupakan balasan setimpal yang diberikan Sang Maha Pengasih kepada penghuni surga atas segala amal kebaikannya selama menjalani hidup di dunia, maka penghuni surga baginya adalah mereka yang sudah tidak memiliki keinginan lagi.

Alhasil dengan tak ada lagi keinginan, maka yang ada hanyalah kepuasan dan rasa syukur, karena bila diri sudah terpuaskan keinginannya, maka rasa syukurlah yang muncul.

Setelah itu apa? Kedamaian yang hakiki pun mawujud, yang hanya bisa dirasakan dalam keheningan.

“Nah, mewujudkan surga tak perlu harus mati dulu, A. Di dunia pun kita bisa wujudkan surga bagi kehidupan kita masing-masing. Kuncinya apa? Keinginan,” kata dia berhenti sejenak setelah penjelasan panjang.

“Keinginan adalah neraka yang sesungguhnya, A. Neraka nyata dalam kehidupan di dunia, karena di dunia ini, keinginan yang tak tercapai saja akan membuat hidup bagai di neraka, apalagi keinginan yang tercapai, tanpa disadari suatu saat akan melahirkan keinginan lain, terus begitu bagaikan siklus,” pungkasnya.  
RD Sukmana 17/2/2012

Tidak ada komentar: