Minggu, 27 April 2008

Bumbu Desa

Ririungan Ngaraosan Kuliner Desa

Bogor, Jurnal Bogor

Menikmati sajian makanan atau mengunjungi tempat makan favorit merupakan salah satu kegemaran para wisatawan kuliner di Kota Bogor. Salah satu tempat yang membuat komunitas itu ingin kembali dan kembali lagi adalah kedai Bumbu Desa yang berlokasi di Jl. Pajajaran No.18 Bogor.

Outlet Manager Bumbu Desa Bogor Roni A. Umaren mengatakan, ada dua hal yang membuat para wisatawan kuliner diri ingin kembali dan kembali lagi, yaitu suasana tempat dan citarasa sajiannya. “Bagi para penghobi makan di luar rumah, Bumbu Desa memenuhi dua standar kriteria itu,” ujar Roni kepada Jurnal Bogor, kemarin.

Dikatakan Roni, salah satu yang disuguhkan resto itu, adalah nuansa desa atau kampung yang sangat kental. Betapa tidak, sejak memasuki area parkir hingga memasuki ruang makan, senyuman dan sapaan hangat selalu ditemui di sini. “Bahkan ucapan selamat datang dalam Basa Sunda pun, kami sampaikan dengan cara berteriak, tidak sekedar sapaan biasa,” sahutnya.

Hal itu, imbuh Roni, mengingatkan suasana kampung-kampung di pelosok Pasundan yang memang sudah menjadi satu tradisi untuk memberikan senyum kepada setiap orang dan berbicara dengan berteriak, bila satu orang bertemu dengan orang lain. “Kami justru sangat bangga dengan nilai-nilai kampungan itu,” tukasnya.

Kesan akrab dan bersahaja yang diciptakan Bumbu Desa, dikatakan Roni, sampai saat ini berhasil menarik hati para pengunjung. Antara pengunjung dengan pramusaji, bagaikan tetangga di kampung yang ramah dan tidak ada batasan. “Ririungan urang kota sambil ngaraosan kuliner kampung di Bumbu Desa, merupakan suasana yang dicari,” ucapnya.

Benturan budaya antara kota dengan desa itulah, lanjut Roni, mampu memunculkan Kedai Bumbu Desa sebagai ikon kuliner bagi pelanggannya. Keunikan benturan itu pun berlanjut pada sajian menu yang dihidangkan. “Bagaimana ‘orang kota’ yang sehari-harinya terbiasa menyantap roti, dipertemukan dengan hidangan khas Sunda,” katanya.

Roni mengatakan, di Bumbu Desa display menu tidak sekedar rangkaian tulisan saja melainkan benar-benar disusun sesuai menu aslinya. “Pengunjung bisa melihat bentuk dan sajian menu Bumbu Desa secara langsung, sehingga rasa penasaran akan nama sebuah menu menjadi tuntas dengan melihat langsung,” ujarnya.

Ditambahkannya, Bumbu Desa tidak menjual makanan melainkan menjual pengalaman, yaitu pengalaman menikmati makanan dengan sentuhan unik, di mana pengunjung yang datang akan mendapatkan pengalaman berbeda dibandingkan berkunjung ke restoran lain. “Siapa saja yang datang ke Bumbu Desa dijamin akan mendapat pengalaman tersendiri, yang tidak saja terkesan dengan menu masakannya, juga dengan kenyamanan tempatnya,” ujar Roni.

Jargon menjual pengalaman yang dikatakan Roni memang masuk akal. Saat menikmati menu-menu yang disuguhkan Bumbu Desa, pandangan mata kita akan terarah pada desain interior yang minimalis, tradisional, modern. Aneka hiasan berupa foto-foto suasana kampung dan properti tradisional tampak jelas mengakrabi sisi visual kita.

Dengan interior khas bernuansa kayu, berkapasitas 188 kursi dan parkir yang memuat 40 mobil, pengunjung yang datang akan langsung mendapatkan nomor meja berkonsep all you can seat, atau bisa memilih tempat duduk di mana saja yang kosong. Pengunjung, dapat memilih makanan setengah matang yang disajikan. “Makanan yang dipilih akan kami goreng dan diantar ke meja. Sambal dan lalapan disediakan free,” ujarnya.

Koleksi menu dan minuman yang dimiliki Bumbu Desa Bogor yang berada dalam holding company PT. Tirta Gangga Gita Maya Bandung ini, berjumlah lebih dari 100 koleksi menu makanan dan minuman. “Agar tidak bosan, setiap minggu kami selalu mengganti menu. Kami pun hanya menyajikan sekitar 50 menu makanan-minuman per harinya. Semuanya khas masakan Sunda,” terang Roni.

Menu masakan yang ditawarkan di tempat itu, lanjut Roni, merupakan masakan kampung yang jarang didapatkan di restoran lain. Selain menu sunda komplit standar, ada juga menu spesial yang jarang ditemui seperti tutut koneng, tumis keciwis, ikan paray dan udang rarong. “Udang rarong adalah sejenis udang tapi bukan udang. Rarong ini hanya bisa didapatkan di daerah Garut saja,” ucapnya.

Untuk menikmati citarasa dan kenyamanan ala Bumbu Desa, menurut Roni, pengunjung rata-rata mengeluarkan Rp 40.000 per orang. “Bila melihat dari serunya pengalaman kuliner yang didapat, harga itu tidaklah mahal,” tandasnya.

Rudi D. Sukmana

Tidak ada komentar: