Bogor | Jurnal Bogor
Mau makan di restoran…Padang, bukan berarti harus ke..Padang, cukup ada di sini, dekat kita sendiri, kita tinggal menikmati. Sepenggal lirik lagu tersebut pernah dibawakan oleh penyanyi cilik Enno Lerian kala itu yang cukup booming di era 90-an.
Memang benar, saat ini untuk menikmati aneka kuliner khas Padang tak berarti kita harus jauh-jauh datang ke Sumatera Barat. Apalagi di Bogor sudah banyak masakan Padang, dari rumah makan hingga sate ada di mana-mana dan mudah sekali ditemui.
Salah satu masakan Padang yang eksis di Bogor ialah Sate Padang Ajo Soldi yang kini berganti nama menjadi Sate Padang Pak Abbas. Muhammad Abbas, pemilik dari Sate Padang Pak Abbas ini baru membuka cabang keenamnya pada 3 Juli 2008, kemarin.
”Cabang yang sekarang ini berlokasi di dekat Terminal Laladon, Sindangbarang Bogor. Padahal awal usaha saya dulu adalah rumah makan, namun tak disangka yang berkembang malah sate Padangnya,” ungkap Muhammad Abbas kepada Jurnal Bogor, kemarin.
Dikatakan Abbas, sapaan akrab Muhammad Abbas, usaha yang telah dirintisnya sejak 1996 lalu, pernah beberapa kali mengalami kegagalan. ”Saat itu tengah terjadi krisis moneter pada pertengahan 1997, sehingga usaha saya sempat anjlok. Namun karena keluarga banyak yang mendukung, akhirnya saya bisa bangkit lagi dengan memilih berjualan sate Padang,” kata pria kelahiran Padang, 12 Juli 1966 itu.
Meski usahanya semakin berkembang, Abbas tak ingin menikmatinya sendiri. “Saya mulai mengajak masyarakat yang mau berwirausaha sate Padang dengan menjalin kemitraan, sehingga secara tidak langsung saya membantu orang lain agar bisa bekerja dan mandiri,” ucap Abbas.
Selain usahanya yang telah berkembang, lanjut Abbas, ada yang membuat dirinya lebih bangga. “Saya bisa memperkenalkan sate Padang di sebagian besar kota Bogor dan menjadikan lahan usaha dalam menambah kekayaan kuliner, namun hal tersebut tidak membuat saya tinggi hati malah memacu semangat saya untuk terus memberikan yang terbaik bagi para pelanggan,” ujar bapak yang membawahi sembilan karyawan itu.
Menurut Abbas, sate Padang memiliki tiga jenis variasi, sate Padang, Sate Padang Panjang dan sate Pariaman. ”Kalau sate olahan saya yaitu sate Padang biasa yang memakai bahan daging sapi dan lidah sapi, dengan bumbu kuah kental, mirip bubur,” paparnya.
Selain itu, sambung Abbas, kuah sate Padang olahan dirinya memiliki keunikan rasa. Kuah yang didominasi oleh rasa jahe dan cabai itu ketika dicicipi pada awal suapan cukup terasa hangat di badan. ”Sebab saya menggunakan delapan bumbu basah yang terdiri dari berbagai macam cabai dan 15 bumbu kering rempah-rempahan, sehingga menghasilkan perpaduan bumbu sate yang khas,” terang Abbas.
Warung sate yang buka sejak pukul 3 siang hingga 12 malam itu, mampu menghabiskan paling sedikit 19 kilogram lidah sapi setiap harinya untuk semua cabang. “Dari 19 kilogram itu bisa mendapatkan 1900 tusuk yang dijual seporsinya 10 tusuk plus lontong. Harga yang ditawarkan pun terjangkau, yakni satu porsi Rp 11.000 dan setengah porsi Rp 6.000,” jelas ayah tiga orang anak itu.
Setelah berbincang kurang lebih 20 menit, Abbas pun memperilakan kami untuk mencicipi sate Padang racikannya. Aroma rempah-rempahnya begitu tercium, sehingga sudah terbayang betapa hangat dan pedasnya kuah itu. Tanpa sadar, tangan ini sudah mengambil setusuk sate dan melahap semua lidah sapinya. Empuk benar. ”Untuk lidah memang diungkep terlebih dahulu selama sejam lebih setelah itu diberi bumbu,” sambungnya.
Dalam hitungan menit, sate dan lontong yang tersaji itu ludes tak bersisa. Kalau makan enak, kenapa selalu tidak terasa. Coba kalau makan yang kurang enak, semenit rasanya seperti sejam saja. Untuk porsi kami acungin jempol, harganya pun pas. Jadi tak membuat jebol dompet kami. (Nasia Freemeta/Julvahmi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar